MINGGU XXVI MELAHIRKAN NORMAL/SPONTAN VS OPERASI CAESAR


Karna saya bukan dokter, dan ketika materi ini dipersiapkan dikala saya berada di lahan pelayanan yang mana jemaat GPDI Kharisma Kalinegoro di sini belum ada jemaatnya yang berprofesi dokter, maka dengan sangat terpaksa isi tulisan ini adalah copy-dari tulisan lain, namun demikian untuk menghormati penulisnya, saya tetap mencantumkan alamat asal URL dari tulisan asli.

Saya harapkan tetap dapat dicerna oleh kita yang bukan dokter, buktinya materi ini dengan PD saja (baca: percaya diri)- saya sampaikan di kelas ibu hamil/ kelas janin di gereja saya, dan cukup membuka wawasan bagi para ibu hamil yang ada untuk mulai menggumuli apakah akan memilih melahirkan normal/spontan ataukah menempuh jalur operasi caesar.

Ada tiga tulisan yang saya pilihkan, yaitu yang pertama tulisan pengalaman dari seorang ibu yang pernah merasakan baik melahirkan normal maupun operasi, dan dua lagi tulisan yang dibuat oleh paramedis.

Saya sendiri lebih menyarankan anda menempuh proses kelahiran normal, dengan catatan apabila tidak ada hal-hal yang sangat mendesak untuk ditempuh jalur operasi. (Saya pernah merasakan keduanya, dan saya tetap berpendirian bahwa jika memungkinkan melahirkan secara normal akan lebih baik kita menempuh jalan normal)

Baik, selamat belajar.

KELAHIRAN NORMAL VS OPERASI CAESAR

http://mommiesdaily.com/2009/12/07/persalinan-spontan-vs-operasi-caesar/

Dari tiga kehamilan, saya mengalami sekali persalinan normal dan dua kali sesar. Satu sesar (hampir spontan), satu lagi sesar elektif (terencana) yang bisa milih tanggal 😀

Beda sesar spontan dan elektif, kalo sesar elektif:

  • dimungkinkan untuk memilih tanggal
  • ada kesempatan tes lab pre-sesar (darah dan urine), jadi memperkecil kesalahan pada dosis obat dan anestesi.

Sesar pertama saya ngga murni spontan karena masi ada jeda sekitar 6 jam lebih untuk mengambil keputusan dan puasa. Alhamdulillah bukan kondisi darurat kritis juga. Untuk proses sesar yang begini, tes darah tetap ada. Tes urine yang rasanya ngga dilakukan waktu itu.

Persiapan untuk operasi lebih ribet. Rasanya kayak orang ngga sakit tapi dibikin sakit. Berikut daftar perbandingannya secara umum. Eh, tapi ini berdasarkan pengalaman pribadi lho ya. Sangat subyektif dan dalam proses yang sebenarnya ada banyak faktor yang bisa membuat perbedaan.

Persalinan Spontan (normal)

  • Ganti baju RS.
  • Pasang jarum infus (jaga-jaga kemungkinan harus diinduksi/dirangsang), dan injeksi obat lain.
  • Diambil darah (untuk cek golongan darah, Hb, dll).
  • Biasanya ga perlu dipasang kateter (mo pipis atau pup, lakukan aja ditempat…di sela-sela kontraksi. Kalo sempat sih…:P)
  • Ga perlu pindah-pindah ruangan dalam kondisi yang ribet seperti pas mau sesar.
  • Tidak perlu dipasang sensor tanda vital. Paling kalo bukaan ngga begitu lancar, sekali waktu dipasang CTG untuk memantau detak jantung si bayi.
  • Bius hanya lokal (suntikan di sekitar paha… dijamin engga kerasa, kalah sama kontraksi bukaan 9-10 :D).
  • Kadang perlu episiotomi (sayatan untuk melebarkan jalan lahir), plus jaitannya. Tapi mestinya ga mungkin sampai 10 cm deh hihihihi…
  • Observasi cukup dua jam. Kalo semua oke, bisa langsung masuk kamar inap.
  • Bisa langsung ketemu bayi (kalau engga terlalu teler sih…), bisa langsung menyusui juga.
  • Dalam dua jam sudah bisa bangun dan duduk, ga sampai 12 jam sudah bisa jalan.
  • Lewat masa observasi tadi, infus sudah bisa dicopot.

Persalinan Sectio Caesaria (operasi sesar)

  • Ganti baju RS.
  • Pasang jarum infus (perlu sekali untuk injeksi beberapa obat penghilang rasa sakit supaya ngga perlu bolak-balik disuntik).
  • Diambil darah (untuk cek golongan darah, Hb, dll).
  • Pasang kateter.
  • Pindah-pindah ruangan, pindah-pindah tempat tidur (bed dorong dari ruang bersalin -> bed dorong di ruang persiapan ops -> bed di ruang ops -> bed dorong ke ruang pemulihan -> bed di ruang pemulihan -> bed dorong ke ruang inap -> bed di ruang inap) dengan selang infus dan kateter bergelantungan di badan.
  • Dipasangin sensor tanda vital (jantung, tekanan darah).
  • Disuntik alergen (untuk cek kemungkinan alergi terhadap penghilang rasa sakit).
  • Dibius (disuntik lewat jalan infus dan di tulang belakang).
  • Dioperasi 10 cm dan dijahit lagi (emang ga kerasa sih… tepatnya BELUM! Rasain entar kalo morfinnya sudah habis! :D)
  • Waktu anak kedua, Dellynn, prosedur operasinya biasa-biasa aja. Ngga ada yang aneh, ngga pake heboh. Tapi waktu jaman Devan, pake ada dada digencet segala. Katanya sih buat bantu bayi keluar. Lha padahal waktu Dellynn ga pake digencet keluar juga dia. Prosedur ini cukup bikin saya traumatis sih. Soalnya waktu digencet itu bener-bener ga bisa ambil napas. Napas cuma bisa pendek-pendek. Saya kemaren mungkin karena kaget juga, detak jantung dan tekanan darah langsung drop. Untung gak lama dah *lap kringet*
  • Perlu observasi (dipantau kondisi pasca operasi) selama minimal 12 jam.
  • Tidak bisa langsung ketemu bayi. Yaaa emang dikasi liat sih setelah dibersihin dan dibungkus bedong. Tapi setelah itu langsung dibawa ke kamar bayi. Kecuali yang bisa IMD mungkin bisa ketemu agak lama yaaa.
  • Dalam dua jam baru bisa gerakin jari-jari kaki (!), 8 jam miring kiri-kanan, 18 jam duduk 45°, 2 hari baru mulai belajar jalan (catatan: bisa berbeda untuk masing-masing Ibu).
  • Sensor tanda vital baru dilepas saat mau keluar ruang pemulihan.
  • Infus baru dicopot kalau sudah bisa kentut.
  • Kateter baru dicopot kalau sudah bisa jalan.

Nah, kentara kan ribet dan sakitnya. Dari penghilang rasa sakitnya aja udah jelas. Kalau persalinan normal cuma dapat obat minum penghilang rasa sakit semacam ponstan/panadol/mefinal sementara kalau sesar dapatnya semacam morfin (sekali-sekali lah kenal rasanya morfin…hehehe).

Oya, ada juga yang membandingkan kalau persalinan normal sakitnya di depan (waktu kontraksi), sementara kalau sesar sakit di belakang (pemulihan lebih lama). Kalau menurut pengalaman saya relatif juga ya. Seminggu pasca operasi saya sudah dibonceng naik motor bawa Dellynn kontrol pasca lahir ke dokter tetangga. Pulangnya jalan kaki kira-kira 200 meter. Sebulan saya sudah setir sepeda motor sendiri untuk urus surat-surat syarat akte kelahiran. Padahal pasca melahirkan Darris, sampai dua bulan saya duduk aja masih ribet, apalagi naik motor. Jangankan setir sendiri, dibonceng aja ogah.

So, overall kalo masalah pemulihan ya balik ke orangnya masing-masing. Biasanya sih yang lebih cuek dan lebih mau aktif ya lebih cepet recover.

Semoga lancar dan sehat semua baik ibu dan anak yaa 😉

RESIKO PERSALINAN CAESAR

http://ibuhamil.com/diskusi-umum/1140-resiko-persalinan-caesar.html

Operasi cesar tampaknya makin jadi pilihan, meski tak ada anjuran medis. Apa istimewanya? Ya, itu. Selain hari dan jam kelahiran bisa diatur, ibu pun tak perlu repot meneran. Tinggal berbaring, sret-sret, bayi keluar. Nyerinya juga tak separah persalinan normal, karena ibu dibius lokal atau total. Tak heran, angka persalinan cesar di Indonesia terus meningkat. Data rumah-rumah sakit swasta di kota besar mencatat angka sekitar 30-80 persen.
Banyaknya ibu hamil yang minta dicesar tanpa rekomendasi medis, diduga karena kurangnya informasi tentang itu.

Padahal, risiko operasi besar itu banyak dan serius, sehingga jauh lebih berbahaya dibanding persalinan normal. Dan yang harus memikul risiko itu tak cuma ibu. Bayi juga.
Berikut ini 21 risiko operasi cesar. Semoga usai membacanya, Anda yang semula berniat menjalani persalinan cesar tanpa rekomendasi medis mau berpikir beberapa kali sebelum meminta dokter melakukannya.

Risiko pada Ibu

Risiko Jangka Pendek

1. Infeksi pada Bekas Jahitan
Infeksi luka akibat persalinan cesar beda dengan luka persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat, sedangkan luka operasi cesar lebih besar dan berlapis-lapis. Bila penyembuhan tak sempurna, kuman lebih mudah menginfeksi sehingga luka jadi lebih parah. Bukan tak mungkin dilakukan jahitan ulang.

2. Infeksi Rahim
Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah kena infeksi sebelumnya, misal mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan operasi, rahim pun terinfeksi. Apalagi jika antibiotik yang digunakan dalam operasi tak cukup kuat.

3. Keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu karena pertumbuhan berlebihan sel-sel pembentuk organ tersebut. Ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya.

4. Cedera Pembuluh Darah
Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko mencederai pembuluh darah. Misalnya tersayat. Kadang cedera terjadi pada penguraian pembuluh darah yang melengket. Ini adalah salah satu sebab mengapa darah yang keluar pada persalinan cesar lebih banyak dibandingkan persalinan normal.

5. Cedera pada Kandung Kemih
Kandung kemih melekat pada dinding rahim. Saat operasi cesar dilakukan, organ ini bisa saja terpotong. Perlu dilakukan operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih yang cedera tersebut.

6. Perdarahan
Perdarahan tak bisa dihindari dalam proses persalinan. Namun, darah yang hilang lewat operasi cesar dua kali lipat dibanding lewat persalinan normal.

7. Air Ketuban Masuk ke Pembuluh Darah
Selama operasi cesar berlangsung pembuluh darah terbuka. Ini memungkinkan komplikasi berupa masuknya air ketuban ke dalam pembuluh darah (embolus). Bila embolus mencapai paru-paru, terjadilah apa yang disebut pulmonary embolism. Jantung dan pernapasan ibu bisa terhenti secara tiba-tiba. Terjadilah kematian mendadak.

8. Pembekuan Darah
Pembekuan darah bisa terjadi pada urat darah halus di bagian kaki atau organ panggul. Jika bekuan ini mengalir ke paru-paru, terjadilah embolus.

9. Kematian Saat Persalinan
Beberapa penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada operasi cesar lebih tinggi dibanding persalinan normal. Kematian umumnya disebabkan kesalahan pembiusan, atau perdarahan yang tak ditangani dengan cepat.

10. Kelumpuhan Kandung Kemih
Usai operasi cesar, ada kemungkinan ibu tak bisa buang air kecil karena kandung kemihnya kehilangan daya gerak (lumpuh). Ini terjadi karena saat proses pembedahan berlangsung, kandung kemih terpotong.

11. Hematoma
Hematoma adalah perdarahan dalam rongga tertentu. Jika ini terjadi, selaput di samping rahim akan membesar membentuk kantung akibat pengumpulan darah terus-menerus. Akibatnya fatal — kematian ibu. Sebenarnya, kasus ini juga bisa terjadi pada persalinan normal. Tapi mengingat risiko perdarahan pada operasi cesar lebih tinggi, risiko hematoma pun lebih besar.

12. Usus Terpilin
Operasi cesar mengakibatkan gerak peristaltik usus tak bagus. Kemungkinan karena penanganan yang salah akibat manipulasi usus, atau perlengketan usus saat mengembalikannya ke posisi semula. Akibatnya ibu sulit buang air besar dan buang angin karena ususnya seperti terpilin. Rasanya sakit sekali dan harus dilakukan operasi ulang.
13. Keracunan Darah
Keracunan darah pada operasi cesar dapat terjadi karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kehamilan mengalami infeksi rahim bagian bawah, berarti air ketubannya sudah mengandung kuman. Jika ketuban pecah dan didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena bernanah. Selanjutnya, kuman masuk ke pembuluh darah ketika operasi berlangsung, dan menyebar ke seluruh tubuh. Keracunan darah yang berat menyebabkan kematian ibu.

Risiko Jangka Panjang

14. Masalah Psikologis
Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami operasi cesar punya perasaan negatif usai menjalaninya (tanpa memperhatikan kepuasan atas hasil operasi). Depresi pascapersalinan juga merupakan masalah yang sering muncul. Beberapa mengalami reaksi stres pascatrauma berupa mimpi buruk, kilas balik, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan. Masalah psilokogis ini lama-lama akan mengganggu kehidupan rumah tangga atau menyulitkan pendekatan terhadap bayi. Hal ini bisa muncul jika ibu tak siap menghadapi operasi.

15. Pelekatan Organ Bagian Dalam
Penyebab pelekatan organ bagian dalam pascaoperasi cesar adalah tak bersihnya lapisan permukaan dari noda darah. Terjadilah pelengketan yang menyebabkan rasa sakit pada panggul, masalah pada usus besar, serta nyeri saat melakukan hubungan seksual. Jika kelak dilakukan operasi cesar lagi, pelekatan bisa menimbulkan kesulitan teknis sehingga melukai organ lain, seperti kandung kemih atau usus.

16. Pembatasan Kehamilan
Dulu, perempuan yang pernah menjalani operasi cesar hanya boleh melahirkan tiga kali. Kini, dengan teknik operasi yang lebih baik, ibu memang boleh melahirkan lebih dari itu -– bahkan sampai lima kali. Tapi risiko dan komplikasinya makin berat.

Risiko Persalinan Berikutnya

17. Sobeknya Jahitan Rahim
Ada tujuh lapis jahitan yang dibuat saat operasi cesar. Yaitu jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Jahitan rahim ini bisa sobek pada persalinan berikutnya. Makin sering menjalani operasi cesar, makin tinggi risiko terjadinya sobekan.

18. Pengerasan Plasenta
Jika setelah operasi cesar ibu hamil lagi, plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim, sehingga sulit dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel pada selaput lendir rahim (endometrium), harus dilakukan pengangkatan rahim karena plasenta mengeras.

Risiko pada Bayi

19. Tersayat
Ada dua pendapat soal kemungkinan tersayatnya bayi saat operasi cesar. Pertama, habisnya air ketuban yang membuat volume ruang di dalam rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayi pun berkurang dan lebih mudah terjangkau pisau bedah. Kedua, pembedahan lapisan perut selapis demi selapis yang mengalirkan darah terus-menerus. Semburan darah membuat janin sulit terlihat. Jika pembedahan dilakukan kurang hati-hati, bayi bisa tersayat di bagian kepala atau bokong. Terlebih, dinding rahim sangat tipis.

20. Masalah Pernapasan
Bayi yang lahir lewat operasi cesar cenderung mempunyai masalah pernapasan: yaitu napas cepat dan tak teratur. Ini terjadi karena bayi tak mengalami tekanan saat lahir -– seperti bayi yang lahir alami — sehingga cairan paru-parunya tak bisa keluar. Masalah pernapasan ini akan berlanjut hingga beberapa hari setelah lahir.

21. Angka Apgar Rendah
Rendahnya angka Apgar merupakan efek anestesi dan operasi cesar, kondisi bayi yang stres menjelang lahir, atau bayi tak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir lewat persalinan normal. Berdasarkan penelitian, bayi yang lahir lewat operasi cesar butuh perawatan lanjutan dan alat bantu pernapasan lebih tinggi dibandingkan bayi lahir normal. PG

Sumber: http://ibuhamil.com/diskusi-umum/1140-resiko-persalinan-caesar.html#ixzz2LL3IsOKv

http://www.kemangmedicalcare.com/kmc-tips/tips-dewasa/1019-persalinan-normal-vs-operasi-caesar-pahami-pilih-dan-tentukan-dari-sekarang.html

Persalinan Normal vs Operasi Caesar? Pahami, Pilih, dan Tentukan dari Sekarang
Banyak yang beranggapan tidak lengkap rasanya menjadi ibu bila persalinan tidak dilakukan secara normal.  Kini, fenomena ini tampaknya sedikit bergeser.  Sebuah survei terhadap 849 ibu muda di Indonesia, yang dikutip dari buku kehamilan oleh Nadia Mulya menunjukkan bahwa 46% di antara mereka lebih memilih persalinan dengan operasi caesar.  Bagaimana dengan Ibu?  Sebelum memutuskannya, pastikan Ibu mengetahui benar akan metode-metode persalinan beserta kelebihan dan kekurangannya.Bagaimanapun, melahirkan secara normal adalah cara terbaik.  Mengapa? Proses persalinan alami ini akan memberikan sinyal ke seluruh tubuh untuk melanjutkan perannya dalam proses penyembuhan dan ‘memberi makan’ bayi.  Misalnya saja, kelenjar susu akan segera aktif memproduksi kolostrum dan air susu, rahim akan berkontraksi secara alami untuk kembali ke bentuk tubuh semula, darah kotor akan dikeluarkan, serta hormon perlahan kembali ke kondisi semula.  Namun, perlu kedewasaan bagi masyarakat untuk tidak buru-buru mengecap ibu yang melahirkan normal itu hebat dan sebaliknya.  Tidak ada bukti ilmiah bahwa mereka yang melahirkan normal akan lebih menyayangi anaknya dibandingkan mereka yang melahirkan secara caesar.Persalinan Normal:  Mengapa Paling Ideal?
Pada persalinan normal, proses persalinan dilakukan lewat cara alami, yaitu melalui vagina.  Jikapun digunakan obat-obatan, biasanya penggunaannya diusahakan seminimal mungkin.  Pada kasus-kasus tertentu, bisa saja persalinan normal ini membutuhkan bantuan alat tambahan, seperti forsep ataupun vakum.
Ada 4 hal yang perlu diingat jika Ibu menginginkan persalinannya berlangsung secara normal.  Pertama, faktor bayi dalam kandungan.  Karenanya, selama bulan-bulan kehamilan, Ibu disarankan melakukan kontrol secara rutin.  Dokter akan selalu melakukan USG untuk memantau kondisi kesehatan janin, seperti ukuran janin (bobot tubuhnya) apakah normal untuk usia kandungan tertentu.  Dibulan terakhir kehamilan, bobot bayi lahir yang normal berkisar antara 2,5-4,0 kg.  Pastikan bobot bayi tidak terlalu besar ataupun sebaliknya.  Dokter juga dapat memantau keadaan plasenta dan tali pusatnya.  Sebuah sumber dalam jurnal ilmiah menyebutkan bahwa sebenarnya tidak ada alasan ahli medis melakukan caesar hanya karena faktor lilitan tali pusat.  Mengapa?  Rata-rata bayi normal memiliki panjang tali pusat sekitar 50 cm, sehingga ukurannya cukup panjang.  Jika terjadi lilitan 1-2 kali saja tidak menimbulkan masalah, tergantung posisi plasenta ada di sebelah mana.  Namun, jika lilitannya melebihi 2-3 kali, baru akan berpengaruh dan peluang ini jarang terjadi.Kedua, faktor ibu itu sendiri yang berkaitan dengan ukuran panggul; apakah cukup luas untuk dilewati bayinya kelak.  “Harus ada kesesuaian antara yang ‘mau lewat’ dengan ‘yang dilewati’, sehingga perlu untuk memperhatikan ukuran bayi,” jelas dr Diah Sartika Sari, SpOG, klinisi ahli yang berpraktik di RSIA Kemang Medical Care, Jakarta.  Selain itu, Ibu pun harus dinyatakan sehat secara fisik, artinya tidak menderita penyakit lain, seperti hipertensi yang cukup berisiko.Ketiga, faktor kontraksi saat menjelang atau pada hari ‘H’.  Apakah ada kontraksi simultan ataukah hilang-timbul, bahkan tidak ada kontraksi sama sekali yang mengharuskan si ibu diinduksi dengan pemberian hormon oksitosin melalui infus atau prostaglandin melalui vagina.  Pada dasarnya, setiap kasus persalinan adalah unik dan membutuhkan penanganan yang berbeda.Keempat, faktor yang sering dianggap remeh namun sebenarnya sangat berpengaruh, yaitu kondisi psikis si ibu.  Dukungan dari si ayah ataupun kerabat keluarga lain, sangat diperlukan demi kelancaran persalinan, selain tenaga medis yang menanganinya.  Hindarkan stres karena hanya akan menimbulkan tense mind yang memengaruhi serviks dan menyebabkan ketegangan pada vagina sehingga persalinan menjadi tidak lancar.• Kelebihan persalinan normal
“Ya, namanya saja persalinan normal, maka itulah cara paling alami yang banyak dipilih,” ujar dr Diah Sartika Sari, SpOG.  Persalinan normal memang yang paling ideal.  Persalinan ini tentu minim risiko, seperti perdarahan yang tidak berlebihan.  Biaya persalinannya tentu jauh lebih murah ketimbang caesar.  Proses pemulihan setelah persalinan umumnya lebih cepat.  Ibu tak perlu menjalani rawat inap lama; sekitar 4-6 jam pascapersalinan, umumnya si Ibu sudah bisa berjalan dan keesokan harinya sudah boleh pulang dari rumah sakit. Rahim pun akan melalui proses alami untuk kembali ke bentuk semula.  Jika Ibu berencana memiliki anak lagi, maka tidak ada masalah dengan jarak kehamilan berikutnya.
Secara biologi, persalinan ini memicu kelenjar susu memproduksi kolostrum untuk dihasilkannya air susu.    Selain itu, bayi yang lahir secara normal memiliki daya tahan tubuh terhadap alergi yang lebih tinggi dan risiko asma juga rendah.

• Kekurangan persalinan normal
 Meski kini ada banyak pilihan untuk meredakan/menghilangkan rasa nyeri saat persalinan, memang pada persalinan normal yang biasa masih menyisakan trauma nyeri persalinan.  Bagi sebagian Ibu, nyeri ini bisa terasa semakin menyakitkan terutama bila si Ibu tegang.  Selain itu, penyayatan sebagian area vagina di dekat anus yang istilah medisnya ‘episiotomi’ ini, berisiko membuat keelastisitasan vagina saat berhubungan seks menjadi berkurang.  Ada kemungkinan, Ibu pun mengalami kesulitan duduk dan berdiri selama seminggu.
Bila si ibu memilih persalinan normal secara epidural, obat-obatan yang digunakan bisa saja masuk ke aliran darah si bayi dan membuatnya sering mengantuk dan terkadang lambat bernapas saat dilahirkan kelak.

Mengapa Harus Bersalin Caesar?
Meskipun tidak ada data yang bisa merepresentasikan populasi, harus diakui bahwa ada tren semakin banyak ibu hamil yang

merencanakan persalinannya secara sectio caesaria (operasi caesar).  Jenis operasi besar yang satu ini bukan tanpa alasan untuk dipilih.
Data survei yang dikutip dari sebuah buku kehamilan oleh Nadia Mulya menunjukkan bahwa 394 responden memilih caesar karena beragam alasan.  Sebanyak 83.5% di antaranya mengaku harus bersalin caesar karena keputusan dokter (komplikasi medis).  Memang, persalinan caesar sebaiknya hanya dilakukan bila ada indikasi medis yang mengancam keselamatan ibu dan bayi– yang bahkan baru diketahui di detik-detik menjelang kelahiran.  Indikasi-indikasi seperti minimnya cairan ketuban yang tersisa,  bayi berada dalam posisi sungsang atau melintang, kondisi placenta previa (posisi plasenta berada di bawah rahim sehingga menghambat jalan lahir), pre-eklamsia menjelang kelahiran, salah satu janin pada kehamilan kembar meninggal, panggul sempit sementara bobot bayi terlalu besar, dan infeksi penyakit menular– sering terjadi pada kasus persalinan caesar.  Namun, bukan berarti semua indikasi medis wajib melalui caesar.  Ini tentunya sangat berkaitan dengan edukasi para dokter yang menangani kontrol kehamilan dan persalinan si ibu.  Karenanya, Ibu harus lebih cermat dalam memilih ahli medis yang menangani kehamilan berikut persalinannya kelak.
Sebanyak 10% responden lainnya beralasan memilih caesar karena kehamilan sebelumnya juga melalui cara yang sama.  Sementara responden sisanya, memilih karena tidak ingin merasakan nyeri hebat persalinan dengan proses yang relatif cepat, faktor estetika (tidak ingin elastisitas vagina berubah), bisa menentukan tanggal kelahiran bayi, dan rekomendasi kerabat.

• Saat-saat persalinan
Proses persalinan secara caesar dimulai dengan mencukur rambut di bagian bawah garis kemaluan dan Ibu akan diberikan suntikan epidural.  Lalu, cairan infus disuntikkan ke pembuluh vena.  Ibu juga akan diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.  Detak jantung dan tekanan darah juga selalu dipantau lewat monitor khusus selama jalannya operasi dan kateter juga dipasang untuk mengosongkan kandung kemih selama operasi berlangsung.  Setelah Ibu berada dibawah pengaruh obat bius, barulah tindakan penyayatan dilakukan.  Keseluruhan proses dapat berlangsung selama 30 hingga 45 menit dan bayi Ibu lahir di lima atau sepuluh menit pertama.

• Kekurangan persalinan caesar
Bila Ibu bersalin secara caesar, maka ada beberapa hal ketidaknyamanan yang kelak dirasakan meski operasi dijalankan sesuai standar operasionalnya.  Beberapa hari pertama pascapersalinan, akan timbul rasa nyeri hebat yang kadarnya dapat berbeda-beda pada setiap Ibu.  Proses pemulihan cenderung berlangsung lebih lama, sehingga Ibu harus menjalani waktu rawat inap yang lebih lama ketimbang persalinan normal.  Efek obat biusnya dapat membuat bayi cepat mengantuk, sulit saat harus mulai bernapas saat dilahirkan, sembelit, dan masuk angin.  Sementara cara penyuntikkan obat bius di tulang punggung dapat membuat Ibu sering merasakan kesemutan dan rasa pusing cukup hebat di kemudian hari.  Operasi besar ini menimbulkan trauma operasi, seperti terjadinya risiko perdarahan dua kali lebih besar ketimbang persalinan normal dan juga risiko kerusakan kandung kemih.  Tentu saja biaya persalinan caesar akan jauh lebih mahal.

• Kelebihan persalinan caesar
Bila indikasi medis membuat persalinan normal menjadi berisiko tinggi, persalinan caesar tentu saja menjadi cara teraman.  Ibu yang memilih dibius secara lokal dapat melahirkan secara sadar, sehingga bisa segera menyusui si bayi dengan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) segera setelah operasi.  Selain itu, karena tidak ada proses mengejan, risiko meregangnya otot-otot dasar panggul dan vagina menjadi berkurang.  Proses persalinan dengan cara ini relatif singkat—membutuhkan waktu kurang dari satu jam.

dr. Diah Sartika Sari, SpOG

Materi disunting dan pernah dimuat pada Majalah Kartini Edisi Ibu dan Anak


Share this articles

Share on twitterShare on facebookShare on myspace|More Sharing ServicesMore…

Tinggalkan komentar