MINGGU XXVI GAYA BAHASA AYAH DAN BUNDA PADA ANANDA DALAM KANDUNGAN


MINGGU XXVI

GAYA BAHASA AYAH DAN BUNDA

PADA ANANDA DALAM KANDUNGAN

Ditulis dengan anugrah Tuhan oleh Grace Sumilat S.MG

http://www.jeniuscaraalkitab.com

 

Gaya bahasa kita sehari-hari tak lain dan tak bukan banyak dipengaruhi oleh beberapa hal:

  1. Kebiasaan budaya masyarakat di mana kita dibesarkan sebagai seorang individu. Contoh, ayah berasal dari Betawi, maka gaya bahasa ayah akan dipengaruhi oleh budaya Betawi. Sedangkan ibu berasal dari Batak, maka gaya bahasa ibu akan dipengarui oleh budaya Batak. Sekalipun kedua-duanya baik ayah dan ibu bersama-sama menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.
  2. Kebiasaan budaya masyarakat di mana kita tinggal. Contoh, ayah yang terbiasa dibesarkan dengan budaya Betawi, menikah dengan ibu yang dipengaruhi oleh budaya Batak, kini keduanya tinggal di kota Malang, yang kental dengan budaya Jawa Timur-an.
  3. Kebiasaan cara berbicara oleh ayah dan ibu kandung masing-masing, atau siapa yang membesarkan dan mengasuh kita, misalnya nenek atau kakek atau bahkan gaya bahasa asisten rumah tangga yang pernah secara intensif merawat kita. Pola asuh dari orang tua kita tidak sepenuhnya benar, kebanyakan salah, tetapi pola asuh dari orang tua kita itu sedikit banyak akan mempengaruhi gaya bahasa kita nantinya bila sudah menjadi orang tua bagi anak anak kita kelak.
  4. Cara berkomunikasi antara dua pribadi yaitu ayah dan ibu, atau lebih, bila sudah ada kakak-kakak lainnya. Termasuk cara berkomunikasi antara menantu dan mertua, antara ipar dengan ipar, antara om tante dengan keponakan, dll

 

Semua gaya bahasa yang kita pakai dalam berkomunikasi dengan siapa saja, akan memberi pengaruh yang besar pada janin dalam kandungan ketika dia sudah dapat mendengar suara dari luar kandungan ibunya, yaitu sejak janin berusia 4 bulan.

Janin sudah akan mendengar, antara lain:

  1. Intonasi berbicara kita, ramah atau membentak misalnya.
  2. Diksi atau pilihan kata yang kita pakai, kata-kata yang ramah atau kasar misalnya.
  3. Sikap hati kita yang dapat tersirat dari kata-kata kita, marah-sabar-hormat-mengomel-menggerutu misalnya.
  4. Interaksi yang terjadi dengan orang-orang di sekitar kita; berdiskusi-berdebat-beradu pendapat- misalnya, itu semua dapat dibedakan.
  5. Volume suara kita, berteriak atau berbisik misalnya.
  6. Topik pembicaraan kita, humor-membicarakan keburukan orang lain- atau membicarakan sesuatu tentang hari depan, misalnya.
  7. Emosi yang terkandung dalam kata-kata kita , sedih-senang-takut-cemas-gembira-gundah, misalnya.
  8. Apa yang sedang terjadi, sedang damai, sedang bertengkar, sedang panik, sedang ada acara, sedang ke gereja, sedang berjalan-jalan, atau sedang santai, misalnya.

 

Perhatikanlah pesan Firman Tuhan berikut ini.

Amsal 18:21

Hidup dan mati dikuasai lidah,

siapa suka menggemakannya,

akan memakan buahnya.

 

Artinya, ketika kita suka menggemakan kata-kata dari lidah kita yang mengandung kehidupan, maka kita akan memakan buah kehidupan. Sebaliknya, ketika kita suka menggemakan kata-kata dari lidah kita yang mengandung kematian, maka kita akan memakan buah kematian.

Contoh kata-kata buah kehidupan:

“Ayah belum pulang, ini sudah sore, kemungkinan ayahmu ada rapat atau sedang terjebak macet. Nggak papa ya nak, kita berdoa, Tuhan pasti lindungi papa ya…..kamu udah kangen papa ya..??”

 

Contoh kata-kata buah kematian:

“Waduuuuuuuuuuuuh papa kog hari gini belum pulang sih !! Nggak ngabarin lagi !! Dasar papa ini memang suka membuat mama cemas aja !!”

Yang sering terjadi pada saat para ibu hamil adalah terlalu begitu mudah mengeluh dalam masa kehamilan. Mungkin karena suhu tubuh lebih panas daripada orang yang sedang tidak hamil, mungkin karena tidak enak selera makan, atau bisa juga karena fisik yang mudah lelah.

Yang perlu digarisbawahi bagi para ibu hamil adalah ayat ini:

I Tesalonika 5:18

Mengucap syukurlah dalam segala hal,

sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

Bahwasannya semua fenomena yang bisa dikatakan tidak enak yang kita alami selagi kita hamil, adalah tanda bahwa kita sedang hamil, itu harus disyukuri karena Tuhan menitipkan sebuah generasi di rahim kita. Itu adalah sebuah kepercayaan ilahi buat hidup kita. Jadi stoplah mengeluh, mengomel dan menggerutu. Nikmatilah setiap proses dan bersyukurlah kepada Tuhan.

Yang sering terjadi pada saat para suami menghadapi isterinya yang sedang hamil adalah, rawan konflik, karena isterinya jauh berbeda kondisinya dengan pada saat masih pacaran dulu. Emosinya labil, fisiknya mudah lelah, dan sering kali sang suami harus repot mengurus banyak hal, padahal bisa jadi pengenalan satu sama lain masih juga sedang dalam proses intensif yang jauh berbeda dengan proses pengenalan ketika belum menikah.

Yang perlu digarisbawahi pagi para suami adalah ayat ini:

I Petrus 3:7

Demikianlah juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah!

Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.

Kata ‘lemah’ di sini dipakai kata ‘asthenes’ , artinya:

lemah 14, sakit 5, yang lemah 3, kaum yang lebih lemah 1, orang-orang yang sakit 1, tidak mempunyai kekuatan 1

Jadi para isteri memang secara fisik lebih lemah, jari kita sebagai suami harus bisa bijaksana dengan kenyataan itu. Alkitab saja sudah memberi peringatan kepada kaum Adam sedemikian, jadi kita harus dapat menyikapi dengan bijaksana kelemahan fisik dari isteri kita.

Itulah yang menjadi topik kita hari ini, untuk kita belajar berhati-hati terhadap setiap perkataan kita kepada siapa saja, karena semua perkataan kita dapat diserap oleh si janin, sejak dia berusia 4 bulan dalam kandungan. Jika kita tidak ingin mencetak generasi pengeluh, maka sering-seringlah mengucapsyukur. Jika kita tidak ingin mencetak generasi pemarah, maka sering-seringlah kita bersabar menghadapi segala situasi yang ada.

 

Tinggalkan komentar