HADIAH NOVEL UNTUK ANAK PRA REMAJA


Anda bisa copy dan print novel ini untuk kemudian dijilid dan diberikan pada:

rekan guru, atau murid pra remaja anda.

Namun novel ini belum selesai pembuatannya, setiap kali ada yang baru akan saya tambahkan.

—————————–

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku (1)

24 Maret 2014 pukul 9:35

I Sam  pasal 16 – 23

 

I

 

Aku anak nomor 8 dari 8 bersaudara.(*1)

Aku seorang gembala

Aku seorang pemusik padang

Aku pernah tidak diundang di sebuah acara keluarga

Tapi akhirnya aku dipanggil juga

Di acara itu tak pernah kuduga, aku diurapi oleh seorang Nabi besar, untuk menjadi raja yang berikutnya, alias raja kedua di Israel ini. Raja pertama masih ada…tapi entahlah..sepertinya Tuhan sudah tidak berkenan padanya.

Sejak itu perjalanan hidupku berubah, karena sejak hari itu berkuasalah Roh Tuhan atas hidupku, hidupku tak kan pernah sama lagi

Aku dipanggil ke istana

Pekerjaan utamaku adalah menjadi musikus terapi istana kerajaan

Pasienku adalah raja sendiri

Dia adalah raja pertama Israel yang gagah perkasa namun sering terserang stress

Pekerjaanku berikutnya adalah pembawa senjata raja

Namun saat raja berperang aku tidak diajak, it’s oke buatku, nggak masalah.

Aku pulang ke rumah ayahku yang sudah tua. (*2)

Seperti biasa aku kembali menjadi seorang gembala

Entah mengapa suatu saat akulah yang disuruh ayah menengok kakak-kakakku yang sedang ikut wajib militer sembari mengantar perbekalan makanan untuk mereka, padahal masih ada kan kakak nomor 4, 5 , 6, bahkan nomor 7…??? Kenapa aku yang disuruh menengok kakak nomor 1,2 dan 3? Ternyata belakangan aku baru tahu kebetulan ini bukan kebetulan biasa.

Ternyata di sana aku dikejutkan oleh seorang raksasa tak bersunat  yang berani-beraninya menghina barisan Allah Israel

Singkat cerita aku tanpa baju perang yang ditawarkan raja padaku, melainkan hanya memakai baju gembala dan umban di tanganku, serta yang terpenting membawa senjata utamaku yaitu Nama Tuhan Allah Israel, aku berhasil memenggal kepala raksasa itu.

Raja pun penasaran dan bertanya tanya sebenarnya aku ini anak siapa.

Elhoh..??? Bukannya waktu aku dipanggil pertama kali kerja di istana raja bekerja sebagai musikus terapi kerajaan, bukannya raja waktu itu sudah tahu bahwa aku ini anak Pak Isai ? Jangan-jangan pakaian gembala yang aku pakai, yang sangat berbeda dengan pakaian dinas kerajaan, membuat raja tidak mengenali aku ….aku ini ya aku yang biasa membawakan senjatanya, main musik buat dia…apa dia lupa ya..?? Atauuu mungkin juga raja tak percaya kalau aku ini orang yang sama…? Mungkin pikirnya..masa seorang musikus, sekaligus seorang jawara..??? Padahal kan sudah aku jelasin pada raja sebelum aku masuk ke medan laga melawan raksasa sombong itu,  bahwa aku ini seorang gembala yang biasa mengalahkan beruang dan singa demi mempertahankan nyawa kambing domba dua tiga ekor yang aku gembalakan itu. Mungkin juga raja berpikir….’gembala?’ Mungkin juga raja selama ini tak pernah memperhatikan dengan sungguh siapa aku ini, anak siapa, dan lain sebagainya, saat aku bekerja di istana. Atau bisa jadi raja ingin memastikan lagi apa benar aku ini anak Pak Isai, rakyat biasa, apa benar aku tidak punya garis keturunan seorang pahlawan…

Aneh. Benar-benar aneh. Sudah bekerja sekian lama di istana kog ya sekarang masih dipertanyakan lagi aku ini anak siapa.

Setelah peristiwa menghebohkan itu….

Aku bersahabat dengan anak raja, sebuah persahabatan yang hebat dan tulus iklas

Kami mengikatkan janji setia persahabatan, dan dia memberi jubahnya baju perangnya, pedang, panah dan ikat pinggangnya, semuanya diberikannya padaku.

Bayangkan saja..aku yang rakyat jelata bersahabat dengan seorang pangeran, seorang putra mahkota kerajaan Israel.

Walau aku pernah diurapi oleh seorang Nabi Israel yang sangat terkenal, namun aku tidak pernah menolak untuk menjalin persahabatan dengan putra mahkota kerajaan, seorang pangeran yang luar biasa baik, tulus dan kami saling berbagi satu sama lain. Soal siapa di antara kami berdua yang jadi raja kedua nantinya bagiku tidak pernah jadi beban pikiran buatku. Berkuasanya Roh Tuhan atas hidupku sejak aku diurapi , itu saja sudah membuat hidupku berbeda dan bahagia, itu bagiku sudah lebih dari cukup, aku tidak pernah berambisi untuk menjadikan diriku ini seorang raja dengan cara-cara dan waktuku sendiri, melainkan aku tahu dengan pasti, janji Tuhan itu pastilah digenapi dalam hidupku, entah kapan itu, dan entah dengan cara-Nya yang bagaimana. Aku tidak perlu merasa terburu-buru mencapai hal itu, ataupun tidak perlu merasa takut terlambat mencapainya.

Sejak kemenanganku melawan raksasa itu, raja sering menyuruhku pergi berperang dan aku selalu berhasil kemana pun aku di utus. Sejak saat itu aku jadi kepala para prajurit, aku naik pangkat.

Suatu saat ketika pulang dari peperangan, para perempuan-perempuan Israel memuji aku berlebih-lebihan, bahkan terkesan membanding-bandingkan diriku dengan raja. Ini sebuah jumpa fans yang tidak terencana dan akibatnya fatal karena sejak saat itu raja berubah muka padaku, ia marah besar dan mendengki padaku.

Padahal apa salahku…??? Perempuan-perempuan itu sendiri yang tergila-gila padaku, sedang aku biasa aja pada mereka…toh lagu karangan dan nyanyian mereka itu bukan lagu karanganku dan tidak termasuk dalam daftar lagu arransementku.

Hari berganti, aku menjalankan tugasku kembali  sebagai  musikus terapis istana kerajaan

Yah itu memang tugas utamaku jika sedang tidak ada peperangan

Maklumlah pasienku sang raja terkadang memang kambuh secara mendadak dan tak terelakkan

Tapi kali ini lain, sejak peristiwa nyanyian-nyanyian dari para fansku itu, raja menyerangku dan tombak itu nyaris saya menancapkanku ke tembok

Dua kali sudah percobaan pembunuhan ini mengancam nyawaku

Lagi-lagi aku luput dari tombak melayang itu

Untung semuanya terluput juga karena Tuhan menyertai ku

Anehnya aku diberi tugas baru, yaitu mengepalai pasukan seribu, jadi aku selalu ada di barisan depan dalam segala gerakan tentara. Posisi ini sangat berbahaya karena aku akan selalu berhadapan langsung dengan musuh, dan kalau kami kalah, aku pastilah orang pertama yang akan mati duluan.

Karena penyertaan Tuhan, aku selalu berhasil dalam peperangan dan seluruh rakyat Israel makin sayang padaku.

Anak perempuan raja yang tertua , akan diberikan padaku menjadi istriku

Apa? Aku jadi menantu raja???  Apa tidak salah..??? Aku ini rakyat jelata biasa….!!

Hari pernikahan pun tiba, tetapi betapa terkejutnya aku, ternyata pengantin prianya bukan aku !

Harapan di balik rasa tidak pantas itu pun sirna. Terkadang ada rasa terhina dalam diriku, saat hari pernikahan itu, ternyata bukan aku pengantin prianya. Tetapi memang rasa diri hina dan tidak layak jadi menantu raja itu ya sudah sepantasnya melekat dalam diriku, memang aku ini miskin dan rendah, aku dari keluarga sederhana di Israel ini, keluargaku tidak pantas menjadi besan raja.

Tawaran raja datang lagi untuk aku jadi menantu raja, karena anak gadisnya yang kedua jatuh cinta padaku.

Seratus kulit khatan orang Filistin jadi mas kawinnya, akhirnya tidak tanggung tanggung , dua ratus yang aku berikan.

Ini lebih sah bagiku, walau aku tidak bisa membayar mas kawin dengan emas satu ton pada keluarga raja yang terhormat, tetapi 200 kematian musuh buatku sebandinglah, karena aku berjuang untuk mendapatkan cintaku dengan mempertaruhkan nyawaku. Aku setuju..ini fiar.

Sejak saat itu aku menjadi menantu raja.  Mikhal menjadi istriku. Dia seorang putri raja.

Raja adalah ayah mertuaku, dia adalah juga ayahku.

Namun entah roh apa yang  menghinggapi raja

Ada rapat tertutup yang digelar hanya dihadiri oleh pangeran putra mahkota dengan pegawai kerajaan, saat itu raja mengumumkan pada mereka semua bahwa aku harus dibunuh

Sahabat baikku  yang kini jadi iparku membujuk raja  agar tidak membunuhku

Rajapun setuju

Aku bekerja lagi seperti biasa, menenangkan raja dengan permainan musikku

Namun kini ada tombak yang ketiga melayang hampir menyasar di dadaku tetapi akhirnya merusak tembok istana kerajaan

Aku pun lari

Lari

Lari dan lari

Istriku, Mikhal,  menyuruh aku lari malam itu atau kalau tidak besok sudah tinggal nama.

Tentu ia sudah bisa menebak kemana arah keputusan ayahnya berikutnya, akupun pergi malam itu.

Ya…aku pun pergi menemui Nabi Tuhan yang mengurapi aku

Aku pun menceritakan padanya semua perlakuan raja padaku, dan aku pun kini tinggal bersamanya  di Nayot.

Larilah aku dari Nayot setelah dikejar-kejar oleh orang-orang rombongan yang disuruh raja menangkap aku..tidak tanggung-tanggung, sampai tiga rombongan ! Bahkan akhirnya raja sendiri yang datang untuk menangkapku di Nayot…tapi tetap aku bisa lolos karena persitiwa-peristiwa ajaib yang Tuhan buat. Hadirat Tuhan yang begitu kuat tidak dapat ditembus bahkan oleh seorang raja sekalipun, apalagi oleh berapapun batalion yang dikirimkannya.

Kali ini dalam pelarianku aku kembali pada sahabatku, sang pangeran putra mahkota kerajaan itu. Bagaimana pun aku percaya padanya,walau ayahnya ingin membunuh aku. Kenyataan di depan mata bahwa ayahnya ingin membunuhku tidak serta merta membuatku juga menjauhi anaknya, yang adalah sahabat karibku. Aku tahu memilah-milah tiap masalah yang tidak selalu harus dijalin bagai rajutan yang saling terkait. Perjanjian persahabatan setia di antara kami berdua tidak dapat digoyahkan bahkan oleh kenyataan bahwa ayah kandungnya membenci aku secara membabi buta. Demikian juga dengan sahabatku, kebencian ayahnya terhadapku tidak serta-merta membuat dia itu menghakimi aku berdasarkan kacamata ayahnya, dia cukup adil untuk mengerti posisiku yang tidak bersalah sama sekali, aku tidak melakukan apa –apa yang pantas untuk mendapatkan hukuman mati.

Aku tidak pernah berambisi menggulingkan pemerintahan ayahnya, kalaupun aku pernah diurapi menjadi raja yang berikutnya oleh Nabi terkenal itu, itu kan bukan mauku, dan toh boleh dibuktikan bahwa tidak ada hal apapun yang aku lakukan untuk menggulingkan pemerintahan ayahnya sebagai raja.

Dan saat kami bertemu, dia setuju untuk mencari tahu situasi hati ayahnya apakah benar-benar ingin membunuhku atau tidak.  Dia berjanji akan memberitahuku apabila situasi hati ayahnya gawat, dan itu artinya dia akan jujur apa adanya dan membiarkan diriku pergi menyelamatkan diri. Itu semua karena di antara kami berdua ada perjanjian kesetiaan dalam persahabatan kami. Sampai-sampai aku katakan padanya, kalau memang aku ada kesalahan nggak perlu juga sih memakai tangan ayahnya untuk membunuhku, langsung aja bunuh aku. Akan tetapi tidak, sama sekali tidak, dia tetap berjanji untuk menyelamatkan aku dari semua prahara ini.

Sahabat setiaku itu meminta aku bersumpah demi kasihku padanya, bahwa aku tidak akan memutuskan kasih setiaku terhadap keturunannya sampai selamanya apabila dia sudah mati.  Dan apabila Tuhan melenyapkan setiap orang dari musuhku dari muka bumi, janganlah nama sahabatku itu terhapus dari keturunanku…ya itu yang dia katakan, itu artinya keturunannya adalah keturunanku juga.  Aku menyetujui janji setia itu, ini adalah perjanjian kami yang kedua, setelah perjanjian yang pertama dulu bahwa kami akan selalu jadi sahabat setia, perjanjian yang kedua ini intinya adalah  bahwa aku tidak akan melenyapkan keturunannya saat dia sudah mati. Bahkan aku bersumpah sampai dua kali dalam perjanjian yang kedua ini. Memang dia itu orangnya butuh diyakinkan sekali. Nggak masalah, aku turuti aja. Persahabatan kami memang ajaib. Bumbu –bumbu politik tidak dapat merasuki adonan persahabatan kami, saat nanti janji Tuhan digenapi bahwasannya aku akan menjadi raja berikutnya, walau aku tak pernah ambisi mengkondisikan semuanya dengan pemberontakan politik, keturunannya tidak akan aku hapuskan, walaupun di kerajaan manapun pasti berlaku pemusnahan keturunan dari raja sebelumnya jika ingin pemerintahannya kokoh.  Mengapa aku mengiyakan perjanjian kami yang ke dua ini, karena aku tahu bahwasannya seorang yang tadinya gembala biasa seperti aku ini, rakyat biasa dan hina seperti aku ini, tidak mungkin bisa duduk di singgasana kerajaan jika bukan karena TUHAN, oleh karena itu, aku yakin bahwasannya yang akan mengokohkannya juga Tuhan, bukan tanganku sendiri, apalagi dengan cara menumpas keluarga raja sebelumnya, itu bukan cara Tuhan. Sumpahku ini tidak sekedar untuk menyenangkan sahabatku saja, melainkan aku bersungguh-sungguh dengan setiap ucapanku, aku menyadari sepenuhnya dan

dalam hatiku yang paling dalam aku setuju dengan itu semua, itu suatu ide yang keren, suatu saat jika aku menjadi raja, aku akan menjadi raja yang berbeda, karena aku raja yang punya Raja di atas segala raja. Soal memberantas musuh-musuhku itu bukan urusanku, melainkan biarlah pembalasan itu menjadi hak Tuhan semata-mata.

Dalam perjanjian kami yang kedua ini, kami membahas bersama bahwa ini adalah perjanjian 3 pihak, yaitu antara aku, dia dan ada Tuhan ditengah-tengah kami berdua. Ini adalah perjanjian segitiga, yaaaa..segitiga.

Benar saja…sahabatku membela perkaraku di depan raja, ayahnya. Raja marah dan bukan saja melontarkan kata-kata kasar terhadapnya, tetapi juga sampai-sampai melemparkan tombaknya untuk membunuh anaknya sendiri…!!

Sempat sih raja berkata bahwa selama aku ini masih hidup, maka sahabatku itu dan kerajaannya tidak akan kokoh.

Kalimat raja yang seperti itulah yang membuat hati sahabatku itu tertusuk.  Bukan kalimat ‘anak sundal yang kurang ajar’ yang membuat pribadinya tersinggung berat, sama sekali bukan.

“Selama dia masih hidup…kerajaanmu tak kan kokoh….!!!”

Kata-kata itu sebenarnya wajar saja keluar dari mulut raja, semua orang akan berpikir hal yang sama, bahwa persahabatannya denganku adalah sebuah kebodohan, karena itu akan merugikan kedudukannya sebagai putra mahkota kerajaan, akan tetapi sahabatku punya pemikiran yang berbeda dengan ayahnya, karena dia mengenal siapa aku, dan bagiku dia adalah sesosok orang yang sangat mengagumkan, karena dia mengerti kehendak Tuhan dalam hidupnya dan dalam hidupku sahabatnya,dan dalam kehidupan persahabatan kami sekarang ini. Pandangannya tentang politik sama sekali berbeda dengan pandangan ayahnya, dia itu tahu betul bahwa kepemimpinan kerajaan Israel bukan diturunkan melainkan dari penunjukan Tuhan,   Itu tercermin dari kalimat-kalimatnya yang seperti ini misalnya : TUHAN kiranya menyertai engkau seperti Ia menyertai ayahku dulu.

Sahabatku itu marah dengan kemarahan yang bernyala-nyala,hari itu ia tidak mau makan apa-apa. Tapi anehnya dia bukan marah karena ayahnya melontarkan kata-kata yang tidak pantas terhadapnya bahkan sampai melemparkan tombak untuk  membunuhnya , tetapi kemarahannya yang terus berubah menjadi hati yang susah,  semata-mata karena ayahnya telah menghina aku, sahabatnya ini. Huuuuaaaaa…????!!!!

Dia sampai tidak memperdulikan sama sekali dirinya, tetapi yang ada di pikirannya hanya aku-aku dan aku , sahabatnya ini.

Esok harinya kami pun bertemu dalam pertemuan penuh rahasia dan penuh air mata. Bisa jadi itulah pertemuanku yang terakhir dengan dia. Aku pun melarikan diri dalam pelarian yang sangat panjang setelah itu.

Aku berlari ke Nob, di sana aku bertemu Ahimelekh seorang imam. Pelarian pertama aku tidak membawa pasukan sama sekali.

Aku melanjutkan pelarianku ke Gat, di sana aku bertemu Akhis raja kota Gat, ….gawat !! Pegawai-pegawai Akhis itu mengenali aku….wah ..ternyata nyanyian-nyanyian perempuan-perempuan Israel saat menyambut aku pulang perang, sampai terkenal di luar negri, dan mereka tahu siapa aku !! Aku perhatikan sekali kata-kata mereka, wah gawat ini …..!!!

Alhasil aku pun berpura-pura jadi orang gila aja, daripada mati konyol di negri orang ! Ini sudah salah satu resiko keterkenalan aku…

Berikutnya aku pun bersembunyi di gua Adulam.

Rupanya kini keluargaku terkena imbas daripada semua masalah ini. Tanpa kesalahan apa pun aku kini jadi buronan raja, dan keluargaku pun menjadi sasaran pencarian, disangkut-sangkutkan, dan  nyawa mereka pun terancam.

Keluargaku mencariku dan gabung dengan aku, juga semua orang bermasalah datang padaku..semuanya ada kira-kira empat ratus orang.

Kasihan, ayah dan ibuku sudah tua, jadi aku titipkan mereka pada Raja negeri Moab, untunglah raja negeri Moab mau membantuku menjaga ayah dan ibuku, sehingga mereka terhindar dari bahaya pemburuan buronan ini.

Atas nasehat nabi Gad, aku pun bersama rombongan bersembunyi di hutan Keret di tanah Yehuda.

Raja beserta orang-orangnya ada di Gibea dan ia pun akhirnya memusnahkan Imam Ahimelekh beserta delapan puluh lima orang imam lainnya, bahkan yang lebih keji, ia pun memusnahkan semua penduduk kota Nob, kota imam itu, tak pandang bulu, mulai dari laki-laki, perempuan, anak-anak, anak yang menyusu, sampai lembu keledai dan domba pun dimusnahkan semuanya.

Bener bener nggak main-main ini….satu kota sudah jadi korban kemarahan raja. Mungkin raja lagi kambuh…..tapi apa daya aku sekarang sudah tidak bisa lagi main musik terapi untuk dia, karena situasi berkata lain. Padahal dahulu setiap kali raja kambuh, aku akan mainkan lagu-lagu gembala yang adalah ciptaanku sendiri…hasil perenunganku akan Tuhan Israel yang luar biasa itu..dan setiap kali itulah raja tenang kembali. Tapi sekarang ini…?? Apakah raja memiliki pemetik kecapi yang baru?? Semoga.

Tetapi ada seorang anak dari pada Imam Ahimelekh yang bernama Abyatar melarikan diri dan sekarang ikut dengan ku, aku menghibur dia dan mengatakan padanya bahwa di dekatku dia aman,..tenang saja !

Kehila diserang orang Filistin. Aku pun maju menyerang orang Filistin untuk menyelamatkan penduduk Kehila itu…! Padalal semua orang-orangku menyarankan agar kami bertahan saja dalam persembunyian di Yehuda, aku tidak dengarkan mereka, karena jika Tuhan sudah berjanji memberi kemenangan, kita tidak perlu takut ! Benar saja, kami maju dan menang !!

Orang-orang Kehila ini berhutang jasa bahkan berhutang nyawa pada rombongan kami yang sekarang telah mencapai kira-kira enam ratus orang banyaknya. Tetapi saat raja ingin mengejar kami, aku bertanya pada Tuhan, mungkinkah orang Kehila ini menyerahkan kami pada raja ataukah mereka akan melindungi kami.  Untunglah ada baju Efod yang dibawa oleh imam Abyatar, sehingga aku dapat selalu meminta petunjuk Tuhan dengan urim dan tumim itu. Atas petunjuk Tuhan, aku tidak mau mempercayakan hidup kami hanya dengan melandaskan hutang nyawa daripada orang-orang Kehila ini, melainkan aku hanya mau mempercayakan hidupku pada pimpinan Tuhan. Siapa yang bisa jamin kalau orang-orang Kehila ini tahu balas budi?? Hanya Tuhan yang bisa jamin nyawaku dan nyawa orang-orang yang bersamaku ini. E-nam ra-tus o-rang bro !!

Dan bisa jadi juga orang-orang Kehila ini takut kota mereka ditumpas seperti  penduduk kota Nob yang pernah satu kota dengan Imam Ahimelekh…ngeri juga memang kalau memiliki raja yang sedang memiliki jiwa yang rapuh dan seharusnya masa terapi musiknya masih harus dilanjutkan dan belum waktunya diberhentikan…dia masih  butuh lagi holy music healing, atau terapi musik rohani.  Semoga saja masih ada musisi lain yang terbeban melayani beliau.

Bisa dimengerti juga sih kegalauan orang-orang Kehila ini, kalau disuruh memilih antara raja mereka dan aku seorang buron raja- yang notabene pernah menyelamatkan nyawa mereka dari orang Filistin, ya jelas mereka memilih raja dong, daripada memihak padaku, bisa-bisa lolos dari Filistin tapi mati di tangan raja sendiri…!  Sudahlah…tidak perlu menantikan balas jasa orang-orang Kehila ini, posisi mereka memang tidak mudah, lebih mudah bagiku untuk mengalah dan pergi dari sini, toh  untuk jadi seorang pelarian yang memimpin rombongan..itu adalah pilihan yang jauh lebih mudah buat kami, daripada memaksa orang-orang Kehila ini melawan raja mereka…. let it go…let it flow…

 

Lari lagi—lari lari dan lari lagi

Kali ini di padang gurun Zif.

Raja bukannya capek mengejar, tetapi malahan selalu mengejar-ngejar buronan tanpa alasan…akulah buronan itu !!

Namun Tuhan tidak pernah menyerahkan kami ke dalam tangan raja. Semua percaturan politik ada di dalam genggaman tangan Tuhan, aku yakini hal itu.

Sampailah aku di Koresa.  Saat itu ketakutan menggerogoti diriku. Saul benar-benar keluar dengan satu tujuan dan tekad bulat, yaitu untuk membunuhku.  Saat aku takut seperti inilah, sahabatku itu datang khusus menemuiku di Koresa ini.  Ternyata saat kami dulu berpisah..itu bukan pertemuan kami yang terakhir.

Dia mengatakan kalimat-kalimat yang menguatkan kepercayaanku pada Tuhan, dia pun berkata bahwa tangan ayahnya tidak akan menangkap aku, dan dia pun terang-terangan berkata bahwa aku akan menjadi raja atas Israel dan dia bersedia menjadi orang kedua di bawahku, bahkan dia berkata bahwasannya  ayahnya telah mengetahui hal itu.

Luar biasa !! Berarti sahabatku ini sudah terang-terangan bilang pada ayahnya bahwa dia bersedia jadi orang kedua….jadi orang dibawahku….orang kedua.!!!

Tapi aku tetap tidak yakin, apakah dengan pengakuan anaknya seperti ini dapat menghentikan langkah ayahnya untuk menghabisi aku. Mana ada raja yang rela anaknya, putra mahkotanya, menjadi orang kedua?? Kalaupun anaknya rela, nggak mungkin ayahnya bisa rela…

Usaha sahabatku untuk menghentikan pengejaran buron tanpa alasan seperti itu sih aku acungi jempol !Seribu satu lho orang yang mau jadi orang kedua, padahal dia berhak jadi orang pertama, dia adalah darah daging seorang raja, dia adalah seorang pangeran sulung raja pertama Israel…. Tapi rasanya pernyataan kerelaan hati seorang setulus dia ini tidak akan berarti apa-apa di hadapan raja.

Dalam pertemuan ini lagi-lagi kami mengikat perjanjian lagi, kali ini adalah perjanjian kami yang ketiga, bahwa dia akan menjadi orang ke dua dibawahku saat aku menjadi raja atas Israel. Aku tidak membantah kalimat ini, karena tidak bisa dipungkiri bahwa aku pernah diurapi menjadi raja berikutnya oleh seorang Nabi yang terkenal di Israel…..walau aku tidak ambisi ke arah sana, tapi kan itu kenyataan yang tidak bisa dihindarkan antara aku dan sahabatku, kami berdua mesti masuk dalam kehendak Tuhan yang sempurna atas negri ini. Ini bukan masalah siapa yang jadi raja, aku atau dia, ini juga bukan masalah siapa yang lebih unggul dari kami berdua, aku atau dia, dia atau aku, tetapi ini cuma masalah pengertian kami berdua akan kemauan Tuhan Israel itu seperti apa..kami Cuma berpatokan pada Pribadi ketiga dalam segitiga kami ini. Kami berdua bukan sahabat yang model saingan…itu nggak ada dalam kamus persahabatan kami. Sahabatku mau sepakat dengan Tuhan atas rencana Tuhan atas hidupku, dan aku tetap menghormati kedudukan dia sebagai seorang pangeran. Kalau aku jahat, bisa saja dan mudah saja untuk membunuh dia, apalagi ayahnya.

Kembali….perjanjian ini adalah tiga pihak, aku, dia dan Tuhan.

Sahabatku pun pulang  ke rumahnya, dan aku pun melanjutkan keseharianku sebagai seorang buronan raja. Dikejar-kejar dan lari. Lari karena dikejar-kejar.

Padang gurun Maon. Kini rakyat Zif mulai ikut-ikutan lapor pada raja di mana titik persembunyianku. Rakyat memang tidak tahu apa yang terjadi, mungkin saja mereka mengira macam-macam terhadap diriku, atau mungkin mencari muka di hadapan raja, aku juga tidak berani menduga-duga.

Berbeda sekali pandangan mereka dengan pandangan imam Ahimelekh-yang sudah ditumpas raja itu-  tentang diriku.  Ahimelekh memandang aku sebagai seorang pegawai raja yang dapat dipercaya, menantu raja, kepala para pegawai raja, dan dihormati di istana raja.

Sungguh sangat berbeda lagi dengan pandangan raja tentang aku, di  mata raja aku ini adalah orang yang bangkit melawan dia, aku ini penghadangnya.

Pandangan-pandangan seperti ini yang terlontar dari mulut raja saat bercakap-cakap dengan Ahimelekh, imam itu, selagi beliau masih hidup dan belum ditumpas raja.

Darimana ya pikiran raja yang seperti itu? Nggak tampang banget deh aku ini ! Aku ini hanya anjing mati ! seekor kutu saja ! Apanya ya yang diburu dari dalam diri seorang aku ini ?

Bagaimana ya caraku meyakinkan raja bahwa pikirannya itu salah?

Di padang gurun Maon ini hampir saja aku terkepung dari dua jurusan, di sisi sebuah gunung, untunglah pada saat itu ada suruhan datang dan menyarankan raja untuk berhenti mengejar-ngejar aku, karena orang Filistin sedang menyerbu negeri. Serta-merta raja berhenti mengejar sang buronan dan pergi menghadapi orang Filistin itu. Benar-benar gunung batu keluputan!  Sampai sekarang orang-orang menamai gunung batu di Maon itu sebagai Gunung Batu Keluputan.  Jangan –jangan si pembawa berita pada raja itu malaikat yang Tuhan utus !! Waktunya bisa pas…!! Selisih menit saja…aku pasti sudah tewas !!

Nah itu dia…mestinya musuh yang sebenarnya adalah Filistin, karena dengan memburu buronan seperti aku ini kan hanya menghabiskan banyak waktu, tenaga, pemikiran, dana, …..

(*1  I Sam 16: 10-12)

(*2  I Sam 17:15)

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku. (II)

I Sam pasal 24,

 

II

Kubu-kubu gunung di En Gedi adalah tempat pijakanku yang berikutnya.

Tidak main-main, kali ini ada TI-GA RI-BU orang terpilih dari seluruh negri Israel yang menyertai raja.

Sampailah raja di Gunung Batu Kambing Hutan. Beliau dan rombongannya ada di mulut goa yang sana dan aku serta rombonganku ada di mulut goa yang sebelah sini. Tak ada satu suara pun terdengar, karena aku sudah melatih keenam ratus orang rombonganku itu untuk BERDIAM DIRI di saat-saat tertentu dalam peperangan, contohnya pada saat-saat seperti ini . Tidak mudah lho melatih mereka untuk diam, kan dulunya mereka ini berlatar belakang orang-orang yang dalam kesukaran, dikejar-kejar tukang piutang,jorang-orang yang sakit hati. Tahu sendirilah karakter mereka yang berangasan, ugal-ugalan.  Untungnya mereka taat padaku, sebagai kepala rombongan. Jadi kehadiran kami di balik goa sama sekali tidak dicurigai rombongan baginda raja.

Yang aneh nya rombongan raja itu, lha kog bisa-bisanya raja buang hajat di goa kog ya nggak diperiksa dulu kelayakan goa nya, apakah rawan longsor, apakah ada musuh, apakah ada ular, dlsb, lha kog ya nggak diperiksa dulu.

Coba kalau aku ada di barisan tentara raja, pastinya hal-hal kecerobohan prajurit yang seperti ini akan aku tegur kalau aku jadi kepala prajuritnya.  Model-model seperti gini bahaya kalau ketemu tentara Filistin, tentu raja sudah kalah kalau di balik goa bersembunyi tentara Filistin. Untungnya kami bukan tentara Filistin.

Saat lamunanku dan kegemasanku berkecamuk dalam pikiranku, orang-orang itu berbisik dengan suara yang nyaris tak terdengar..

”Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik,”

Tidak…tidak akan aku lakukan..Emmmmm……memang ini kesempatan sih…tapi yang kupandang baik belum tentu baik di mata Tuhan. Baik, aku ambil saja kesempatan ini untuk pembuktian saja ke raja, agar raja tahu siapa aku sebenarnya, dan apa isi hatiku yang terdalam terhadap dirinya.

Aku ini orang yang diurapi.

Aku ini orang yang dipilih Tuhan.

 

Aku ini bukan orang sembarangan, bukan orang ugal-ugalan, bukan orang yang berangasan.

Memang aku bawa pisau..aku akan potong saja punca jubah raja.

Aku bangun, mengendap-endap….dan awas…bauuu…(walau raja..ya tetap bau itunya ) tapi harus tahan napas…dan potong punca jubah pelan-pelan, jangan sampai raja curiga dan berteriak…ada ti-ga-ri-bu-o-rang-ter-pi-lih di luar gua itu…

Hatiku berdebar-debar….punca jubah raja…punca jubah raja…aku melihat apa yang sudah ada di tanganku…itu adalah jumbai yang selalu harus ada pada pakaian kami orang Israel…jumbai inilah yang mengajak kami untuk selalu mengingat hukum-hukum Tuhan…perintah-perintah Tuhan…dan salah satu perintah itu adalah JANGAN MEMBUNUH. Apalagi raja itu orang yang diurapi Tuhan menjadi raja. Nabi yang sama yang mengurapi kami berdua, dan saat ini dia masih jadi raja, dia adalah raja Israel, dan aku adalah rakyatnya, salah seorang rakyatnya.  Bahkan aku ini anak menantunya…dia adalah ayah daripada istriku Mikhal.

Aku telah memotongnya….sungguh berdebar hatiku. Jumbai itu menari-nari dalam getaran tanganku saat memengangnya sambil menjauhi gua itu.

Kembali ke gua untuk menancapkan pisau ini di punggungnya atau kembali ke orang-orangku dan menjelaskan ini semua pada mereka

Memang perlakuan raja padaku sungguh sudah keterlaluan dan melampaui batas kepantasan, akan tetapi tidak bisa…aku tidak bisa menjamah orang yang diurapi Tuhan, bagaimanapun kerapuhan jiwanya, bukan dengan cara itu…ya…keputusanku sudah bulat. Bukan dengan cara itu.

Aku kembali ke orang-orangku..aku bisa membaca pandangan mata mereka yang melotot dan membelalak ke arahku, bola mata mereka berpindah-pindah antara melihat wajahku, melihat pisau di tangan kananku, pisau itu tidak bersimbah darah, melihat potongan punca jubah raja di tangan kiriku…juga tidak ada warna darah, murni warna biru keungu-unguan seperti warna jumbai pada umumnya…mulut mereka melongo tak percaya melihat pemandangan aneh ini.

“Lho…tuan…!!” Melotot tapi tetap berbisik, keras tapi tertahan.

“Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.” Jawabku santai..emosiku sudah berhasil aku tahan, aku kendalikan, aku kontrol….berbisik tapi tetap cool.

“Apa kata tuan…??? Kalau begitu kalau tuan tidak mau ..kami saja yang menyerang raja…”

“Hssssssssttttttt…..stop ! Aku tidak ijinkan kalian…raja orang yang diurapi Tuhan..jangan mencelakai raja…percayalah bahwa keputusanku kali ini benar, seperti keputusanku yang sudah-sudah “

Huuuuiiih betapa leganya melihat orang-orangku yang dulunya berangasan dan ugal-ugalan, kini mereka tunduk padaku.Mereka sudah terlatih. Bagus ! Tapi untuk mereka mengerti bahwa perjalanan hidup ini tidak selalu harus diselesaikan dengan jalan kekerasan memang tidak mudah, untuk mereka diajak memandang ke atas dan di atas ada Tuhan, itu memang tidak mudah. Aku harus bawa mereka untuk mereka terus mengalami Tuhan dalam hidupnya, sampai mereka bisa cool, bisa tenang, bisa sabar, bisa lapang dada dalam menghadapi hidup ini. Mengubah mereka dari yang ugal-ugalan dan berangasan menjadi orang yang lemah lembut tetapi tetap perkasa, alias punya jiwa kesatria, itu memang tidak mudah, masih butuh banyak proses lagi di depan. Akan aku tunjukkan kini pada mereka jiwa kesatria yang sebenarnya itu yang seperti apa, mereka butuh contoh, mereka butuh bukti nyata.

“Ayo sekarang kalian ikut aku !” kataku pada mereka yang masih bengong campur marah. Aku bisa mengerti sih kegundahan hati mereka, tentu mereka membayangkan akan sampai berapa lamakah kiranya pelarian ini…mengapa tidak kita titik-kan saja hari ini dengan membunuh raja pesakitan itu. Ha ha…ha….mereka belum alami Tuhan, nanti juga lama-lama mereka akan mengerti juga, ha ha ha. Cara-cara Tuhan itu tidak terduga dan tidak perlu mengotori tangan kita dengan darah pembalasan dendam, karena pembalasan itu adalah hak Tuhan, kita tidak perlu merampas hak Tuhan. Ada kesempatan untuk membalas dendam bukan berarti itulah kesempatan emas yang dari Tuhan, bisa jadi itu sebenarnya hanya semacam ujian, dan aku lulus, aku harap suatu saat kalimat itu berubah menjadi KAMI LULUS. Maybe..sometimes..

Mereka pun mengikuti langkahku menerobos goa bersejarah itu. Bau sih memang, tapi kami harus menerobos bau tak sedap itu. Memang itu bagian dari latihan kemiliteran, harus tidak boleh jijik terhadap apa pun juga di medan seperti apa pun juga.

“Tuanku raja…!” teriakku saat keluar dari gua dan berseru pada raja dari belakang.

Aku pun berlutut menghormati raja.

Aku berkata pada raja saat itu dengan kalimat-kalimat ANTARA AKU DAN ENGKAU, tidak perduli dia seorang raja , di hadapan TUHAN kami sebenarnya adalah sama, sama-sama umat-Nya.

“Mengapa engkau mendengarkan perkataan orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya Daud mengikhtiarkan celakamu?

Ketahuilah, pada hari ini matamu sendiri melihat, bahwa TUHAN sekarang menyerahkan engkau ke dalam tanganku dalam gua itu; ada orang yang telah menyuruh aku membunuh engkau, tetapi aku merasa sayang kepadamu karena pikirku:……”

Kini aku sebagai sesama umat dengan dia, memposisikan diriku sebagai hamba dan dia sebagai raja.

“Aku tidak akan menjamah tuanku itu, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.”

Dan kini aku memposisikan diriku sebagai menantu, karena memang dia adalah ayah mertuaku sejak detik aku menikah dengan Mikhal, anak gadisnya itu.

“Lihatlah dahulu, ayahku, lihatlah kiranya punca jubahmu dalam tanganku ini!”

Kembali kini aku memposisikan diriku dan dirinya sebagai sesama umat Tuhan Israel

“ Sebab dari kenyataan bahwa aku memotong punca jubahmu  dengan tidak membunuh engkau, dapatlah kauketahui dan kaulihat, bahwa tanganku bersih daripada kejahatan dan penkhianatan, dan bahwa aku tidak berbuat dosa terhadap engkau, walaupun engkau ini mengejar-ngejar aku untuk mencabut nyawaku. Tuhan kiranya menjadi hakim di antara aku dan engkau, TUHAN kiranya membalaskan aku kepadamu, tetapi tanganku tidak akan memukul engkau. “

Kembali lagi kini aku posisikan diriku sebagai rakyat biasa, dan dia sebagai seorang raja.

“Terhadap siapakah raja Israel keluar berperang? Siapakah yang kau kejar? Anjing mati! Seekor kutu saja!”

Kini aku mengembalikan percakapan ini pada posisi segitiga kami di hadapan Tuhan, antara aku, dia dan Tuhan.

“Sebab itu TUHAN kiranya menjadi hakim yang memutuskan antara aku dan engkau; Dia kiranya memperhatikannya, memperjuangkan perkaraku dan memberi keadilan kepadaku dengan melepaskan aku dari tanganmu”

Sebuah usaha pembuktian adalah usahaku yang paling maksimal, jangan sampai masuk ke ranah usaha pembunuhan, apalagi pembunuhan berencana.  Walau ucapanku terlihat tidak teratur kadang menyebut dengan kata engkau, raja, tuanku , ayahku…ah sudahlah! Ini semua memang mesti dijelaskan satu persatu, karena raja harus mengerti bahwa aku ini hanya rakyat biasa, hanya seorang anak mantu dan seorang Israel di mata TUHAN, yang mestinya tidak tepat menjadi sasaran perburuan massal seperti yang terlihat sekarang ini.

Nah sekarang  yang jadi jawaban raja padaku. Aku ingin mendengar sejauh manakah kata-kata yang keluar dari isi hatiku ini menyentuh hatinya. Terkadang bahasa hati ini lebih dapat berbicara daripada bahasa pelarian, pedang ataupun bahasa lain-lainnya.

“Suaramukah itu  ya anakku Daud?” huuuuiiih leganya, ternyata Raja sadar sepenuhnya bahwa aku ini tak lain tak bukan adalah juga anak mantunya…aku ini suami Mikhal…..anak perempuannya.

Aku jadi teringat saat dulu aku masih bekerja sebagai pembawa senjatanya, betapa raja itu sayang sekali padaku. Semuanya berubah gara-gara peristiwa jumpa fans  tak terencana itu. Aku merindukan rasa sayang raja waktu itu, betapa kebapakannya dia padaku, betapa perhatiannya dia padaku, betapa mengistimewakannya dia padaku. Mengapa sekarang jadi begini…???

“Huuuuuuuuuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaa….huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu huuuuuuuuu” Raja menangis dengan nyaring.

Semua orang kaget melihat raja menangis, ekspresi orang-orang yang ikut rombonganku dan juga ekspresi rakyat yang menyertai raja tentu ekspresi wajah yang tertunduk malu saat melihat raja kami menangis dengan nyaring. Kami tak berani menatap wajah raja. Termasuk aku.

Raja memang emosinya naik turun, itu sudah jelas terlihat sejak awal aku main musik terapi untuk dia di istana dulu.

Atau bisa jadi menangisnya raja ini adalah sebuah bentuk memuncaknya perjalanan batinnya, semua yang berkecamuk dalam dirinya, bahwa dianganggapnya aku ini orang yang bangkit melawan dia, aku ini penghadangnya, orang –orang berkata kepadanya bahwa aku ini sangat cerdik, bisa jadi raja juga mencatat rekor-rekor kemenanganku melawan raksasa itu pada catatan pertama, kemenanganku melawan musuh-musuh lainnya saat aku menjadi pegawainya, dan juga kemenanganku melawan Filistin saat mereka berusaha menghancurkan Kehila..pada saat aku dalam posisi sebagai buronan. Tak heran raja membawa ti-ga ri-bu o-rang o-rang pi-li-han untuk mengiringi perjalanannya memburu buronan seperti aku ini.

Semua yang berkecamuk dalam dirinya itu kini diperhadapkan dengan kenyataan di depan mata bahwasannya aku ini ada di depan batang hidungnya, berkesempatan membunuh dia dengan satu lawan satu, dalam goa kecerobohan yang tak pernah dipikirkannya, …

Apakah ini sebuah bentuk tangis seseorang yang baru saja lolos dari ketakutannya sendiri yang selama ini memburu dirinya sendiri??

Mengejar tapi takut,

memburu tapi ngeri,

takut jabatannya diambil tetapi juga tak tahu harus bagaimana untuk mempertahankannya selain dengan cara membunuh orang yang dianggapnya pesaing?

Memburu tetapi sebenarnya diburu oleh ketakutan-ketakutannya sendiri…???

Ataukah ini sebuah bentuk tangisan ‘jiwa anak kecil’ yang terjebak dalam tubuh dewasa??

Atau ini sejenis tangisan penyesalan….ach..semoga saja.

“Engkau lebih benar daripada aku, sebab engkau melakukan yang baik kepadaku, padahal aku melakukan yang jahat kepadamu.” Kata raja lagi.

Sebuah perbandingan…engkau lebih dari aku..sebab begini dan begitu. Kalimat-kalimat perbandingan ini tak pernah berseliweran di pikiranku, aku tak pernah memperbandingkan diriku dengan raja. Kalau saja raja tahu bahwa sebenarnya dia memiliki potensi yang sangat besar dalam dirinya, dan bahwa dia memiliki perawakan tubuh yang tinggi, dan bahwa dia orang yang luar biasa, dia adalah orang yang diurapi Tuhan… Tidak perlulah kita terlalu memperhatikan nyanyian para fans yang menyebut-nyebutkan perbandingan antara aku dengan raja, menyebut beribu atau berlaksa. Kalau kami berdua bergandeng tangan bersatu melawan musuh, tentu kemenganan yang kami dapat akan jauh lebih besar lagi.

“Telah kau tunjukkan pada hari ini, betapa engkau telah melakukan yang baik kepadaku: walaupun TUHAN telah menyerahkan aku ke dalam tanganmu, engkau tidak membunuh aku. “ Lanjut raja.

Tuhan telah menyerahkan raja ke dalam tanganku..?? Itu katanya? Kog kata-katanya sama dengan kata-kata pegawaiku ya..?

Untuk aku berhadapan dengan raja dan bisa berkesempatan membunuh dia memang aku tahu bukan kesempatan biasa, Tuhan yang membuat percaturan itu. Tetapi aku tahu bahwa kesempatan ini berbeda definisi, dalam definisi mereka (raja ataupun pegawaiku) itu adalah kesempatan untuk membunuh, eksekusi dengan cara yang gagah (walau nggak gagah –gagah amat sih, kalau menusuk dari belakang punggung raja saat posisi raja sedang buang hajat) , namun dalam difinisku beda, itu adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa aku tidak mau main hakim sendiri, karena ada Hakim Agungku yang melihat setiap tingkah langkahku.

Memang ini pemikiran difinitif yang langka, hanya aku satu-satunya yang berpikiran ‘gila’ seperti itu di tengah-tengah ribuan orang yang sedang menonton drama tragedi kehidupan nyata, hari ini.  Tapi aku tahu jelas, saat aku berjalan dengan Tuhan, memang terkadang dianggap ‘gila’ saat aku berani ‘gila-gilaan’ dengan-Nya.

“Apabila seseorang mendapat musuhnya, masakan dilepaskannya dia berjalan dengan selamat?” ungkas raja pula

Nah ….kalimat raja yang inilah sebenarnya yang menjadi pemicu daripada semunya ini. Dalam pandangan raja dan dalam pemikiran raja, aku ini orang yang menganggap dia itu musuhnya. Yaaaa ammmmpuuuuunnnn!! Sama sekali aku tidak pernah menganggap dia itu musuhku, justru aku itu menghormati dia sebagai orang yang diurapi Tuhan, menghormati dia sebagai tuan, raja, bahkan ayah mertuaku, dan juga dia itu adalah ayah dari sahabat karibku.

Pembuktian semuanya ini terasa sia-sia juga ya…selama dia itu masih berpikir bahwa aku ini menganggap dia itu musuhku.

Mengubah paradigma orang yang iri dengki memang tidak mudah. Pembuktian seperti apa pun rasanya tidak akan cukup.

“TUHAN kiranya membalaskan kepadamu kebaikan ganti apa yang kaulakukan kepadaku pada hari ini. Oleh karena itu, sesungguhnya aku tahu, bahwa engkau pasti menjadi raja dan jabatan raja Israel akan tetap kokoh dalam tanganmu.”

Ingin rasanya kalimat raja ini direkam tidak hanya diingatan kami  semua yang mendengar kalimat itu, melainkan pada alat yang dapat menyimpan suara manusia…tapi sepertinya alat seperti itu belum pernah terpikirkan untuk diciptakan oleh para ahli ilmuan kami pada zaman sekarang ini. Ini benar-benar kalimat langka yang keluar dari bibir raja. Aku tidak sedang bermimpi kan?

Nah loooohhhhh..ini inilah kalimat yang menjadi pembuktian pada orang-orangku yang enam ratus orang itu bahwa saat kita melepaskan berkat, melepaskan salam, dan kalau orang itu layak menerima  berkat yang kita lepaskan itu, maka berkat itu akan turun ke atasnya, akan tetapi kalau orang itu tidak layak dapat berkat , maka berkat itu akan kembali pada kita. Ini juga berlaku untuk kutuk, bila kita melemparkan kutuk, dendam, kata-kata negatif, pikiran jelek, rencana jahat, pembunuhan berencana, maka kita akan menuai apa yang kita tabur.

Terbukti kan sekarang prinsipku itu berhasil. Dengan berbuat baik pada raja, kini raja mengeluarkan kata-kata yang baik terhadap diriku, tepat di depan mataku sendiri dia berkata seperti itu. Dia sendiri yang mengucapkan bahwa peristiwa ini membuat dia tahu bahwa aku pasti menjadi raja yang berikutnya dan bahkan raja berkata bahwa jabatan raja Israel itu akan tetap kokoh dalam tanganku. Aku tangkap kata-kata dari seorang pemimpin yang mengatakan hal –hal positif tentang diriku di masa datang.

Sedang perkataan-perkataan raja  di belakangku, yang aku tidak pernah dengar sendiri, apalagi perkataan-perkataan negatifnya tentang diriku, aku tidak perlu pusingkan itu. Itu tidak penting.

Inilah kemengan yang sejati buatku. Orang-orangku, yah..enam ratus orang –orangku itu, harus tahu hal itu. Bukan dengan cara kekerasan menghadapi musuh kita, melainkan bagaimana cara kita untuk tetap berbuat baik pada pemimpin sebengis apa pun dia, untuk siapa tahu, berkatnya turun atas hidup kita.  Perkataan berkat pemimpin tetap dipakai oleh Tuhan untuk menjadi saluran berkat atas hidup kita, tidak perduli kehidupan pribadi pemimpin itu seperti apa, contohnya saat Imam Eli mengucapkan doa berkat untuk Hana, ibunda daripada nabi terkenal itu, tetap saja kan doa berkatnya dipakai Tuhan untuk Hana mendapatkan berkat keturunan.  Ketundukan pada pemimpin itu penting..pisahkan dari pandangan-pandangan kita tentang gaya hidupnya.  Ketundukan tidak sama dengan menjilat. Saat ada kesempatan mengegur raja saat dia membelok dari jalan Tuhan, tetap aku lakukan dalam kesempatan pembuktian hari ini, jadi aku jelas bukan penjilat, tetapi aku tetap tunduk….dan puji Tuhan, raja memberkati hidupku….Yes ! Yes!

Kebahagiaan ini tidak sebanding dengan jika raja mati bersimbah darah di pelukanku di goa bersejarah itu. Itu kemenangan jenis semu. Itu bukan kemenangan yang sejati.

Aku tersenyum pada orang-orangku yang berdiri di belakangku. Bukan sama sekali jenis senyum kesombongan, melainkan lewat senyum dan sorot mataku yang melirik raja sedetik serta melirik mereka lagi pada detik berikutnya disertai gerakan  daguku yang aku arahkan sedetik pada raja dan sedetik kemudian kembali mengarah pada mereka, aku ingin beritahu mereka semua, bahwa kemenangan itu tidak selalu identik dengan kematian raja, melainkan mengubah paradigma raja sampai raja itu bisa melihat dengan cara Tuhan atas hidup kita dan atas rencana Tuhan atas hidup kita sehingga akhirnya mencapai titik pandang yang sama…nah itu barulah kemenangan mengubah paradigma. Itu lebih sulit. Itu di medan pikiran. Itu di medan hati. Itu bukan dengan pedang. Itu hanya dapat dicapai dengan ketundukan pada Allah. Mutlak tunduk pada hukum-hukum Allah tanpa memperhitungkan ketampak-konyolannya dalam akal sehat.

Kini apa lagi yang akan disampaikan raja….

“Oleh sebab itu, bersumpahlah kepadaku demi TUHAN, bahwa engkau tidak akan melenyapkan keturunanku dan tidak akan menghapuskan namaku dari kaum keluargaku.”

Apa….???? R-A-J-A meminta aku tidak akan melenyapkan keturunannya……??? Tidak akan menghapuskan namanya dari kamu keluarganya….????

Tidak perlu pikir panjang!! Yups!!

Bukankah kokoh tidaknya kerajaan yang kupimpin kelak bukan didasarkan pada musnah tidaknya keturunan raja.  Toh aku sudah mengikat perjanjian tentang hal yang sama ini dengan sahabatku,…Memang masih ada sih anak raja yang lain, masih ada 3 lagi iparku yang lain selain sahabat karibku itu, pangeran Malkisua, Pangeran Abinadab, Pangeran Esybaal, dan anak perempuannya Merab….dan Mikhal..istriku !

Mereka semua iparku, aku ini keluarga raja ! Dan anak-anak mereka kelak juga semuanya kemenakanku !!

Kalau diantara mereka (kecuali sahabatku) ada yang berambisi sekali untuk jadi raja menggantikan ayahnya…ya sudahlah..kan aku sudah diurapi menjadi raja berikutnya, ya biarlah cara Tuhan yang jadi, bukan caraku, dan tidak perlu dengan cara menumpas keluargaku sendiri. Saat aku menikah dengan Mikhal kan bukan pernikahan politik, aku sungguh-sungguh menyadari bahwa aku kini masuk menjadi bagian dalam keluarga ini. Kalau raja berpandangan politik terhadap pernikahanku ini ya itu urusan dia di hadapan Tuhan, aku cuci tangan.  Yang jelas pernikahan ini sah. Aku mempertaruhkan nyawaku menghadapi 200 orang filistine sebagai mas kawin super mahalnya. Detik ketika aku menikah, detik itu juga raja sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri, serapuh apa pun dia. Itu artinya keluarga daripada ayah, adalah keluargaku juga, masakan aku mau menumpas mereka? Masa cara Tuhan menggenapi janji-Nya saat pengurapanku dulu semurahan itu ?? Tidak mungkin !

Tidak perlu pikir panjang!! Yups!!

Terjadilah, aku bersumpah pada raja.

Ini perjanjianku dengan A-y-a-h , bukan hanya sebatas dengan sahabatku alias iparku. Ini sudah bicara mengengai perjanjianku tentang kelangsungan hidup  KELUARGA RAJA, kerabat raja.

Betapa leganya saat aku mempercayai penggenapan janji Tuhan bukan dengan cara murahan, tetapi dengan cara kesatria seperti hari ini. Huuuuuiiiiiiih….!

Selesailah sudah drama kehidupan untuk hari ini. Ada kelegaan yang terdengar dari desahan nafas semua orang yang menyaksikan peristiwa ini. Setidaknya tiga ribu enam ratus orang saat itu yang jadi penontonnya.

Hari sudah sore..raja pulang ke rumahnya. Yah benar , rumahnya. Rumahnya belum tentu rumahku. Aku tidak diajak pulang sebagai anaknya. Aku tidak diajak pulang sebagai pegawainya lagi seperti dulu. Dan aku tidak diajak pulang serta memetik kecapi lagi di hadapannya seperti dulu.

Ja…ja…ja…diiii….? Tadi itu….??? Hanya drama penyelamatan masa depan???

Yah sudahlah….berarti itu bukan cara Tuhan untuk aku dan orang-orangku, kami masih kembali pada status kami menjadi buron. Setidaknya selamat untuk hari ini.

Setelah raja dan tiga ribu orang itu pulang, tampak sepi, karena sudah berkurang tiga ribu orang, kini kami pun sejumlah lebih kurang enam ratus orang, pergi ke kubu gunung.

Kami butuh kubu, dan hanya Tuhanlah kubu pertahanan kami yang paling kokoh. Kemengangan kami hanya pada tangan-Nya yang perkasa, dan luar biasa. Dia bukan Allah yang berangasan dan ugal-ugalan, demikian pula aku dan aku harap juga demikian dengan orang-orangku.

Kubu ini menandakan kami tidak lengah, kami tidak gagah-gagahan dan sombong-sombongan, melainkan kami tetap waspada, kami tetap berjaga, kami tetap berlatih, kami tetap berdoa, kami tetap menatap masa depan dengan kerja keras dan doa.

 

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku. (III)

I Sam 25: 1, I Sam 16, I Sam 19: 18-24

 

III

Nabi Samuel yang terkenal itu pun mati. Dia adalah ayah rohaniku. Dialah yang mengurapi aku diantara ke tujuh kakak-kakakku kala itu, bahkan di hadapan ayah dan ibuku yang dalam pandanganku bisa dikatakan ‘meninggalkan’ aku. (*1)

Mungkin karena aku anak terkecil, mungkin juga kehadiranku sebagai anak yang ke de-la-pan di hari tua mereka sungguh merupakan kehadiran jabang bayi yang sangat tidak diharapkan. Betapa repotnya kehadiran diriku buat mereka. (*2)

Harapan terbesar mereka ada pada ketiga kakakku yang pertama , Kak Eliab, kakakku yang kedua, Kak Abinadab, dan kakakku yang ketiga, Kak Syama. Paras mereka ganteng dan perawakan mereka tinggi, sangat berbeda sekali dengan aku yang imut dan pipiku kemerah-merahan, yah boleh dikata aku ini anak bau kencur, atau anak bawang. Aku tidak menuduh orang tuaku macam-macam, tapi memang terbukti kog dari ucapan mereka, memang kak Eliab, kak Abinadab dan kak Syama, nama-nama mereka bertiga ini terus yang disebut-sebut (*3) . Sedang nama kakak-kakakku yang nomor empat sampai nomor 7 , apalagi aku yang nomor 8, jarang disebut-sebut (*4) Padahal kan aku anak kandung….malah kakakku yang nomor 7 yang adalah saudara lain ibu denganku justru ikut diundang hadir saat Nabi besar itu datang ke rumahku, sedangkan aku yang anak kandung malah dilupakan. (lampiran1)

Ayahku tentu bangga dengan perawakan mereka yang tinggi dan paras mereka yang elok, sehingga ayah dengan sukacita melepas mereka pergi sebagai anggota wajib militer. Tapi tidak mengapa buatku. Selama Tuhan menyambut aku, apa pun perlakuan ayah ibu padaku tidak menjadi suatu tekanan buatku. Itulah mengapa aku mencoba melegakan diriku dengan membawa kecapiku kemana-mana. Saat hatiku gundah, aku mencoba datang pada Tuhan yang selalu menyambut aku dengan tangan kasih-Nya. Kasih Tuhan padaku lebih ajaib dari kasih ayah dan ibu sesempurna apa pun di dunia ini, walau aku yakin tak ada orang tua manapun yang sempurna. Termasuk ayah dan ibuku.

Walau perlakuan mereka padaku bisa dibilang agak aneh, namun aku sangat mengasihi mereka dan berusaha taat. Saat ayah menyuruhku menengok kakak-kakakku yang tiga itu di medan laga, sepagi mungkin sudah aku atur masalah kerjaanku, walau kambing domba yang aku gembalakan cuma dua tiga ekor, aku tahu itu adalah harta yang sangat berarti sekali bagi keluargaku yang sederhana ini, jadi aku titipkan pada orang yang sekiranya bisa aku lihat sebagai orang yang bertanggung jawab menjaga kambing domba itu, dan tidak meremehkan walau hanya dua tiga ekor saja. Itu penting buatku untuk memastikan semuanya beres sebelum aku berangkat menuruti kehendak ayahku.

Dan kini setelah mereka semakin tua, dan keadaanku kini sebagai buron raja, aku pun memperhatikan keamanan dan keselamatan mereka..itulah alasannya aku menitipkan mereka di tempat yang aman, sama, sama saja, aku harus memastikan mereka aman, semaman-amannya, aku sangat mengasihi mereka. (*5)

Nabi Samuel bagiku bagaikan ayahku sendiri, dia telah mengurapi aku, bahkan sebelum pengurapan itu dia berkata bahwa acara makan bersama tidak akan dilaksanakan sebelum aku datang. Aku masih ingat sekali peristiwa hari itu, ada yang tergopoh-gopoh menjemputku di padang, dan berkata ada nabi Tuhan datang dan menunggu kedatanganku pulang ke rumah. Terpaksa kambing domba yang aku gembalakan aku giring mereka sambil agak terburu-buru, bagaimanapun kami semua segan dan menghormati Nabi Samuel, kedatangannya di desa kami sungguh suatu kejutan yang membahagiakan seluruh desa.

Aku masih ingat baju apa yang dikenakannya saat itu, kata-katanya padaku, sentuhannya tangannya  pada bahuku, dan senyumnya yang lembut. Aku bisa merasakan pada saat itu betapa dia itu orang yang sangat dekat dengan Tuhan dan selalu mendengarkan suara Tuhan dengan sangat peka.  Sama seperti ketika aku mendapat kepekaan untuk menulis syair-syair laguku saat aku memetik kecapiku di hadapan domba-kambing yang menjadi pendengar setia konser padangku itu.  Ada hal yang sama di antara kami berdua, di antara Nabi Samuel dan diriku ini, kami sama-sama cinta akan Tuhan, sama-sama lapar akan suara Tuhan, sama-sama memuja Allah Israel dalam hidup kami. Saat dia mengurapi aku, aku bisa rasakan Roh Tuhan turun atas hidupku melalui pengurapannya sebagai seorang Nabi yang luar biasa.

Aku tahu…bahwasannya aku masih bisa bertahan sampai saat ini juga adalah karena Roh Tuhan ada dalam hidupku, karena sejak itu hidupku tak kan pernah sama lagi.

Kakak sulungku, kak Eliab, bisa saja menganggap sepi pengurapan itu.  Apalagi sehari setelah nabi Samuel pulang, tidak terjadi apa-apa dalam diriku, dalam arti aku tetap kembali menggembalakan kambing domba seperti yang sudah-sudah. Sepertinya tidak ada yang istimewa yang terjadi padaku. Memang sih,  setelah acara pengurapan itu, aku tak lama kemudian bekerja di istana sebagai pemusik terapi istana kerajaan serta menjadi pembawa senjata raja, tapi kan pada saat raja berangkat berperang aku tidak diajak.  Jadi aku kembali pulang ke rumah. Itulah yang kak Eliab selalu menekankan bahwa itu tugasku…menggembalakan kambing domba..

Dia pernah marah dan menuduh aku datang ke medan pertempuran dengan maksud melihat-lihat pertempuran..dia katakan bahwasannya aku pemberani dan hatiku jahat.

Uppppsssssss!!!  Hanya Tuhan yang membawaku ke medan tempur kala itu, bukan karena aku anggota wajib militer, juga bukan karena aku bekerja sebagai pembawa senjata di istana raja, juga bukan karena aku pemusik terapi istana kerajaan, juga bukan karena aku seorang tentara, latar belakangku yang aku ajukan sebagai referensi yang aku ajukan pada raja adalah pengalamanku bersama dengan Tuhan saat aku bekerja sebagai gembala, tidak lebih.

Itu pun bukan karena aku ingin datang ke medan tempur seperti yang dikatakan kak Eliab, melainkan karena aku disuruh ayah, tidak lebih. Bahkan aku pun tidak pernah menghadap raja..hanya bertanya sana sini saja…kalau raja mendengar itu semua lalu memanggilku ..masa aku tidak menghadap..?? Dan memang benar kata kakak, aku pemberani, kalau singa dan beruang saja aku sikat…apalagi cuma rakasasa itu, siapa sih yang bisa menang berhadapan dengan nama Allah Israel..?? Sedang aku ini kan hanya alat di tangan-Nya, tidak lebih.

Untung hatiku tidak terkoyak dengan semua kata-kata kak Eliab, aku maju terus…dan pada akhirnya mungkin kakak-kakakku mulai melihat betapa Roh Tuhan itu berkuasa atas hidupku, dan aku bukan gembala biasa, aku bukan adik mereka yang biasa mereka lihat, ada sesuatu yang berbeda dalam hidupku, yah benar…karena ada Roh Tuhan berkuasa atasku. Itu yang membuat perbedaan yang sangat signifikan. Kepala raksasa itu dalam genggaman tanganku, adik mereka yang imut-imut ini. Aku harap mereka mengerti bahwa ambisiku yang terbesar adalah hidup dekat dengan Tuhan dan Roh Tuhan…bukan ambisi jadi anak remaja sok jagoan.

Nabi Samuel sangat berjasa dalam hidupku. Bahkan ketika aku dikejar-kejar raja, aku lari kepadanya dan mengadukan semuanya seperti anak kecil yang mengadu pada ayahnya. Dia pun menenangkan diriku, dan menyarankan untuk tetap saja tinggal bersama dia, dan dia pun meyakinkan bahwa pengurapan Tuhan itu akan menjaga aku , sehingga raja tidak bisa mengapa-apakan aku.  Kecemasanku cukup tinggi saat itu, aku sendirian. Tapi toh semua perkataan Nabi Samuel itu terbukti, satu batalion tidak bisa tembus, batalion kedua tidak bisa tembus..terus dan terus sampai raja sendiri pun datang dan tidak bisa tembus hadirat Tuhan. Hadirat Tuhan sendiri memproteksi kami, menjadi semacam tembok perlindungan.

Sejak itu aku tak pernah gentar seperti kegentaranku saat itu…walau kadang aku pernah takut juga sih sampai-sampai sahabatku datang menguatkan imanku. (*6)

Nabi Samuel banyak menasehati aku agar aku tetap pegang janji Tuhan digenapi dalam hidupku. Seumur hidupnya hanya dua kali ini kami ketemu, yaitu saat dia mengurapi aku, dan saat aku lari dari raja dan mengadu padanya. Tapi walau hanya dua kali bertemu, kehadiran nabi Samuel adalah sangat istimewa dalam hidupku, dua kali perjumpaan yang sangat berarti sekali, aku sangat diberkati lewat hidup dan pelayanan beliau.

Kini beliau sudah pergi…tugasnya sudah selesai…dan salah satu tugasnya yang sudah pernah dilaksanakannya adalah mengurapi aku menjadi raja yang kedua di Israel…hatiku bergetar..aku berhadapan dengan jenasah dari orang yang bukan orang sembarangan.

Aku menatap jenasahnya dalam-dalam. Kini ayah rohaniku ini telah pulang ke surga. Aku sendiri di sini menghadapi semua fenomena ini. Kalau saja pengurapannya dahulu itu hanya berupa janji akan jadinya aku sebagai raja berikutnya dan tidak disertai adanya Roh Tuhan dalam hidupku…..entahlah…mungkin sekarang ini aku sudah menyerah. Tapi karena ada Roh Tuhan…ehhhhmmmm ada pegangan dalam hidupku yang masih terus bisa aku andalkan seperginya ayah rohaniku hari ini. Asal jangan sampai Roh Tuhan meninggalkan aku seperti yang dialami raja. Jangan sampai hal itu terjadi….aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Dia. Ayah rohaniku sudah pergi meninggalkan aku. Hiks hiks…..

Di upacara penguburan ini, di Rama, aku, seluruh rakyat, juga raja hadir dalam acara yang sama.

Selesai upacara penguburan di Rama ini, aku berkemas, aku harus bangkit, aku harus melanjutkan hidupku, aku harus terus bergelut dengan kenyataan yang kuhadapi, hidup ini adalah sebuah realita. Janji Tuhan tetap aku pegang, tetapi keseharian hidup yang aku jalani juga aku harus hadapi.

Entah kapankah harinya tiba dimana antara janji Tuhan dan penggenapannya itu selaras dengan realita yang aku jalani dalam keseharian hidupku. Aku tidak boleh kecewa, patah semangat dan putus asa. Aku harus seperti nabi Samuel, mencapai garis akhir seperti yang Tuhan inginkan dalam hidupku. Hidupnya sudah selesai, lembaran hidupnya sudah ditutup, tetapi sepertinya aku belum mencapai seperempat ketebalan buku kehidupan yang dirancang untukku, belum….

Aku berkemas, pergi ke padang gurun Paran. Tetap…ada enam ratus orang yang menyertai aku, karena mereka terus aku latih dan latih menjadi kesatria sejati.

(*1  Maz 27:10)

(*2 I Sam 17:12)

(*3 I Sam 17:13, I Sam 16: 6-10, I Taw 2: 13-17)

(*4 I Taw 2; 13-17, I Taw 27:18)

(*5 I Sam 22:3)

(*6 I Sam 23:16)

 

Lampiran 1

http://www.sarapanpagi.org/inkonsistensi-kontradiksi-alkitab-vt566-20.html

73. Berapa jumlah anak Isai?
1. 7 plus Daud, jadi semuanya ada 8 (I Samuel 16:10-11, 17:12)
2. Semuanya ada 7 (I Tawarikh 2:13-15)

JAWAB :

* 1 Samuel 16:10-11
16:10 Demikianlah Isai menyuruh ketujuh anaknya lewat di depan Samuel, tetapi Samuel berkata kepada Isai: “Semuanya ini tidak dipilih TUHAN.”
16:11 Lalu Samuel berkata kepada Isai: “Inikah anakmu semuanya?” Jawabnya: “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba.” Kata Samuel kepada Isai: “Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari.”

* 1 Samuel 17:12
Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari Betlehem-Yehuda, yang bernama Isai. Isai mempunyai delapan anak laki-laki. Pada zaman Saul orang itu telah tua dan lanjut usianya.

versus

* 1 Tawarikh 2:13-15
2:13 Isai memperanakkan Eliab, anak sulungnya, dan Abinadab, anak yang kedua, Simea, anak yang ketiga,
2:14 Netaneel, anak yang keempat, Radai, anak yang kelima,
2:15 Ozem, anak yang keenam, dan Daud, anak yang ketujuh;

Isai (Ibrani ישי – YISYAY), adalah cucu Boas dan ayah Daud. Ia tinggal di Betlehem dan biasa disebut “orang Betlehem itu” dan sekali “orang dari Efrata, dari Betlehem-Yehuda. Putranya delapan orang, tetapi yang ditulis hanya tujuh orang. Yang kedelapan (tetapi dalam urutan ke tujuh karena lebih tua dari Daud) tidak disebut karena menurut Midrasy, berasal dari lain ibu (bandingkan 1 Tawarikh 27:18 yang mencatat nama saudara Daud yang lain). Masih ada dua anak perempuan yang biasanya tidak dimasukkan dalam jumlah keturunan (bandingkan dengan Dinah, putri Yakub yang tidak disebut dalam 12 suku Israel).

* 1 Tawarikh 27:18
LAI TB, untuk suku Yehuda ialah Elihu, salah seorang saudara Daud; untuk suku Isakhar ialah Omri bin Mikhael;
KJV, Of Judah, Elihu, one of the brethren of David: of Issachar, Omri the son of Michael:
Hebrew,
לִיהוּדָה אֱלִיהוּ מֵאֲחֵי דָוִיד לְיִשָׂשכָר עָמְרִי בֶּן־מִיכָאֵל׃ ס
Translit, “LÏHÛDÂH ‘ELÏHÛ MÊ’AKHÊY DÂVÏD LEYISÂSKHÂR ‘ÂMRÏ BEN-MÏKHÂ’ÊL”

Urut-urutan nama ke-8 putra Isai adalah sebagai berikut:

1. אליאב – ‘ELÏ’ÂV, Eliab
2. אבינדב – ‘AVÏNÂDÂV, Abinadab
3. שמעא – SYIME’Â’, Simea
4. נתנאל – NETANE’ÊL, Netaneel
5. רדי – RADAY, Radai
6. אצם – ‘OTSEM, Ozem
7. אליהו – ‘ELÏHÛ, Elihu (1 Tawarikh 27:18, Midrasy)
8. דוד – DÂVÏD, Daud

 

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku.(IV)

I Sam 25: 2-44

IV

Babak baru dalam kehidupanku kini telah dimulai, karena ayah rohaniku telah berpulang. Kudengar Nabal si orang Karmel itu mengadakan pengguntingan bulu domba di padang gurun. Dia adalah seorang pengusaha peternakan yang sangat sukses dan kaya raya… Aku dan rombongan segera ke lokasi pengguntingan bulu domba dan kami semua (aku beserta 600 orang yang menyertaiku) bagaikan pagar tembok sekeliling bagi para pegawai Nabal, saat mereka menggunting bulu domba.

Sebentar lagi pasti akan ada hari raya pengguntingan bulu domba, jadi aku akan minta orang-orangku ini mendapat upah yang layak atas kerja keamaanan kami selama ini.

Bukannya mendapat upah, malahan aku dan kami semua mendapat penghinaan yang luar biasa dari Nabal si bebal ini.

Masa dia berkata bahwa aku ini pelarian dari raja dan meminta-minta padanya…???? Huuuuiiiiiiiiiiiiihhhhh!! Aku lari karena menyelamatkan nyawaku, bukan karena aku menghianati Raja…macam-macam saja orang kaya yang satu ini !!

Baik…!! Emangnya aku takut..?? Pasukanku bisa menjaga seluruh acara pengguntingan bulu domba itu, tetapi kalau kami dihina, kami juga bisa menyandang pedang.

“Ayo dua ratus orang tetap di pos menjaga barang-barang, sedang empat ratus orang ikut aku !! Sandang pedang kalian dan ini pendangku juga aku sandang !”

Memangnya kalau selama ini aku dan rombongan selalu lari terus saat raja dan rombongannya mengejar-ngejar kami itu identik dengan kami ini penakut…???

Kalau aku lari dari kejaran raja, itu bukan karena aku penakut, tetapi karena aku tidak mau jadi raja dengan cara membunuh raja yang sebelumnya, aku tidak mau penunjukan Tuhan itu berbalik menjadi pemberontakan politik, aku juga tidak mau mengotori tanganku dengan darah ayahku sendiri, pemimpinku sendiri, rajaku sendiri, tuanku sendiri….aku sungguh-sungguh tak mau. Jangan sampai Roh Tuhan undur daripadaku…itu yang paling aku takutkan dari semuanya, lebih baik aku jadi buron nggak masalah, yang penting Roh Tuhan tetap ada dalam hidupku. Hanya Dia yang bisa mengisi kekosongan hatiku.

Kami bukan orang-orang penakut…!! Bisa saja dengan sekali gempur, raja dan rombongannya kami kalahkan, itu sangat mudah.

Tapi Nabal ini memang sudah keterlaluan, dia perlu tahu siapa kami sebenarnya, dia perlu tahu bahwa dia tidak boleh berani macam-macam sama kami…kami ini pasukan yang terlatih..!!

Sia-sia aku bekerja keras menolong orang ini, karena kebaikanku dibalas dengan kejahatan, air susu dibalas dengan air tuba, aku menjaga dengan baik tetapi mendapat balasan penghinaan yang jahat.

Saat kami berangkat dengan semangat empat lima untuk melayangkan pedang ke seluruh laki-laki di rumah Nabal itu, di perjalanan kami berjumpa istri Nabal. Dia bernama Abigail, cantik luar biasa, dan perkataannya bijak serta lembut hati.

Dia berkata bahwa dia yang menanggung kesalahan suaminya, dan wanita ini berani lho menasehati aku, dia katakan bahwa dicegah Tuhanlah kiranya aku melakukan hutang darah dengan bertindak sendiri dalam melakukan keadilan,

Dia mengemukakan pandangannya yang sangat apik, hukum tabur tuai..dimana saat aku tidak main hakim sendiri, tentunya Tuhan sendiri yang akan menjaga nyawaku daripada para musuh, dan biarlah Tuhan sendiri yang menghukum mereka.

Bahkan wanita ini mengemukakan pandangannya yang lain lagi, dia katakan bahwa kelak jika janji Tuhan digenapi dalam hidupku untuk aku jadi raja, jangan sampai aku menyesal karena ada noda darah yang mengotori masa laluku sebelum aku jadi raja.

Kadang -kadang ketika aku dihina dan emosi seperti ini sih..aku tidak terpikir sampai di situ, bahwa ada waktu di mana suatu saat, entah kapan janji Tuhan itu pasti digenapi dalam hidupku, aku akan jadi raja.

Oh iya benar juga ya…

Aku ini orang yang diurapi.

Aku ini orang yang dipilih Tuhan.

Aku ini bukan orang sembarangan, bukan orang ugal-ugalan, bukan orang yang berangasan.

Kenapa penghinaan Nabal ini begitu mudah menyulut emosiku !!

Wanita ini benar-benar bijak, dia juga memberi hadiah dan oleh-oleh yang tidak sedikit untuk rombongan kami. Dia sangat berbeda sekali dengan suaminya yang super pelit.

Baik, aku perlu mendengarkan perkatan seorang PE REM PU AN, dan kalau itu bisa mengasah aku menjadi peribadi yang lebih rendah hati..itu keren !

Untunglah aku dipertemukan dengan pencegahan kudus ini ! Aku menerima semua pandangan-pandangan keren dari wanita ini !

Kira-kira sebelas hari (*1)  kemudian aku dengar Nabal mati terkena serangan jantung dan strooke. Puji Tuhan ! Ternyata benar juga, saat kita tidak membalas dendam, tidak melampiaskan amarah kita pada orang jahat, saat itu lah justru Tuhan yang akan bertindak sendiri.

Di sinilah aku menyadari titik di mana aku membutuhkan penasehat yang bijak, aku butuh pendamping, jadi aku persunting saja si Abigail bekas istri Nabal ini. Memang dia janda…tak apalah, aku juga ambil Ahinoam dari Yizreel yang masih gadis menjadi pendamping hidupku. Mikhal istri pertamaku, putri raja sudah tidak dapat aku tunggu lagi kehadirannya, karna oleh raja dia diberikan pada pria lain.

Jadi …pertemuan bersejarah di goa itu….?? Justru membuat raja menjauhkan putrinya dariku?

Apakah aku sudah dicoret dari daftar kerabat raja?

Apakah raja sudah menolak aku menjadi menantunya?

Sebuah drama penyelamatan masa depan !!

Gleg ! Aku menelan ludah, pil pahit kegetiran terasa menusuk hatiku. Sampai kapan ya Tuhan semua ini akan berakhir…??

(*1 Sam 25: 36-38 , 1 hari ditambah 10 hari)

 

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku.(V)

I Sam 26

V

Aku kini bersembunyi di Padang Gurun Zif, tepatnya di bukit Hakhila di padang belantara.  Sudah kedua kalinya Padang Gurun Zif ini menjadi tempat pelarianku. Lagi-lagi  orang Zif ini bocor mulut kepada raja. Mereka selalu mengatakan kepada raja di mana tempat persembunyianku, dan raja akhirnya mengerahkan ti-ga ri-bu o-rang ter-pi-lih dari antara orang Israel untuk mencari aku dan rombongan kami di padang gurun ini.

Saul dan tiga ribu orang-orangnya berkemah di tepi jalan di padang belantara di bukit Hakhila, sedangkan kami sudah ada dalam posisi di padang gurun-nya. Sebagai seorang prajurit tentunya aku tahu bahwasannya rombongan Saul mengikuti perjalanan kami dari belakang, namun aku tidak yakin apakah raja ikut dalam pengejaran buron ini.

Bukankah pertemuan kami yang terakhir di goa bersejarah itu, sebelum Nabi Samuel itu meninggal dunia, raja sudah mengakui semuanya, raja sudah menangis dengan nyaring, raja sudah meminta aku bersumpah untuk tidak melenyapkan keturunannya dan tidak akan menghapuskan namanya dari kaum keluarganya?

Masa raja ikut mengejar aku dalam perburuan kali ini…??? Kalau dia mengirimkan utusan dan pasukan untuk menangkap aku sih masih masuk akal, akan tetapi setelah peristiwa di goa itu…raja masih saja tetap ikut datang sendiri memburu aku…?? Apa iya??

Aku benar-benar tidak yakin kalau pertemuan bersejarah di goa itu tidak berarti apa-apa buat raja. Aku benar-benar tidak yakin masakan usaha pembuktian siapa diriku tidak ada pengaruhnya apa-apa buat raja.

Begini saja. Aku mengutus pengintai untuk mengamat-amati diantara 3000 orang itu apakah ada raja di sana.

Tidak lama kemudian pengintai-pengintai yang aku untus itu pun datang memberi laporan bahwasannya raja benar-benar datang !! Ups !! Ra-ja da-tang….??? !! Huiiiiihhhh!! Ternyata pembuktianku tidak menghasilkan apa –apa !! Hemmmm apa boleh buat…??

Aku pun pergi ke area perkemahan raja. Di situ kulihat raja sedang tidur dengan panglimanya Abner bin Ner. Saul berbaring di tengah-tengah perkemahan, sementara rakyat berkemah di sekelilingnya.  Jadi raja tidur di tempat terbuka…wauuuuuu pengamanan yang sangat ceroboh, memang sih ada tombak yang disebelah kepalanya, dan ada pengawal di sampingnya, akan tetapi tanpa kemah, raja mudah dipanah dari arah mana saja oleh musuh tersembunyi.

Kegemasanku pada Abner bin Ner sebagai pengawal raja sudah sampai ke ubun-ubun rasanya ! Mana bisa seorang pengawal tidur bersama-sama dengan pada saat raja tidur! Apa gunanya dia sebagai pengawal kalau seperti ini.

Hati keprajuritanku terasa gemas…dan geregetan melihat pengamanan yang lemah seperti ini !! Mengapa orang-orang ini ceroboh dalam menjaga raja mereka ! Seandainya aku ini orang Filistin, bisa saja hanya dengan satu tarikan panah dari arah atas, raja mati seketika! Untung tidak ada orang Filistin di sini !

Baik, dari dua orang yang menyertai aku ini harus ada satu yang menemani aku ke perkemahan raja, aku tawarkan saja. Tidak perlu banyak-banyak orang, apalagi enam ratus orang yang belum terasah kelembutan hatinya itu…! Tidak perlu mengajak mereka, cukup mengajak satu orang saja …bahkan dua orang pun terlalu banyak ! Pengalaman di goa bersejarah tempohari dulu itu sudah cukup buat aku ! Mengendalikan orang banyak yang sedang berangasan tentunya lebih sulit daripada mengendalikan satu orang saja !

Harapanku sih dari dua orang ini, mereka sudah bisa menjadi pribadi kesatria yang sebenarnya, tegas tetapi lembut hati, lembut tetapi tetap tegas ! Semoga !

“Bagaimana Ahimelekh, ….kau atau Abisai yang ikut aku?”

Abisai bersemangat ikut aku, baiklah….kita lihat apa yang akan terjadi nanti ! Sedang Ahimelekh biar tidak perlu ikut !

Kami menunggu sampai malam tiba.

Malam itu lebih aneh lagi, bukan Cuma raja yang berbaring di luar kemah, berbaring di tengah-tengah perkemahan, melainkan pengawal –pengawalnya bahkan seluruh rakyat ikut tidur di luar tenda..Ini benar-benar kecerobohan yang luar biasa. Dengan berbaring di luar tenda, mereka dengan mudah dapat dikenali, dan mereka dapat dengan mudah diserang, bahkan bukan Cuma manusia, melainkan binatang buas pun dapat dengan mudah menyerang mereka !

Medan sudah kita baca. Abisai pun berkata padaku

“Pada hari ini Allah telah menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, oleh sebab itu izinkanlah kiranya aku menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini , dengan satu tikaman saja, tidak usah dia kutancapkan dua kali.”

Keberanian yang tangguh ! Satu orang yang berani menerobos ke medan ! Ketepatan untuk mengenali satu tikaman mematikan tepat di tempat anatomi jantung manusia ! Target satu kali tancapan tombak…! Wauuuu parjurit dengan nilai A ! Namun secara pengenalan akan rencana Tuhan…nilainya NOL !

Aku kira dengan mengajak satu orang, masalah akan lebih mudah diatasi, ternyata tidak juga, aku masih merasa belum berhasil mendidik orang-orang terdekat ku untuk mengerti kehendak Tuhan antara aku dengan raja !  Aku harus terus didik mereka dengan tanpa lelah sampai mereka semua mengerti sedalam-dalamnya maksud dan rencana Tuhan atas kami semua.

“Jangan musnahkan dia ! Sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman ?”

Hukum yang ada bukan Cuma hukum rimba, akan tetapi ada hukum surga. Bisa saja kita  menang dalam pembalasan dendam,akan tetapi ingat, bahwasannya  kita sendiri akan masuk dalam ranah hukum surgawi.

Hukum yang paling tinggi adalah hukum surgawi. Itu penting untuk kita catat !

“Demi TUHAN yang hidup, niscaya Tuhan akan membunuh dia:entah karena sampai ajalnya dan ia mati, entah karena ia pergi berperang dan hilang lenyap di sana. ….”

Aku mau jelaskan bahwasannya Tuhan itu punya banyak cara untuk menyatakan pembelaan dan perkenan-Nya dalam hidup kita.  Terbukti kan si bebal Nabal itu saja bisa mati di tangan Tuhan sendiri saat dia membatu sepuluh hari lamanya…dan akhirnya ajal menjemput ! Tidak perlu pedangku melayang bukan??  Untunglah saat itu aku terhindari dari main hakim sendiri !

Untuk orang se bebal Nabal saja Tuhan menghindarkan aku untuk main hakim sendiri, apalagi kini aku berhadapan dengan orang yang bukan sembarangan, raja adalah orang yang diurapi Tuhan….pengurapan yang sama seperti pengurapan yang aku terima dari Tuhan melalui hamba-Nya , Nabi-Nya.

“Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang yang diurapi Tuhan!….”

Lagi-lagi kata-kata seperti ini aku garis bawahi dan terus ulang ulang pada anak buahku sampai mereka menangkapnya dalam dasar hati mereka yang paling dalam….semoga mereka jangan bosan mendengarnya dan semoga mereka tidak menganggap aku ini Cuma lipsing dengan kalimat-kalimat itu, semoga mereka bisa menangkap segenap kesungguhan hatiku saat mengulang-ulang berkali-kali di telinga mereka itu.

“Ambillah sekarang tombak yang ada di sebelah kepalanya dan kendi itu, dan marilah kita pergi.”

Baiklah..kini keberaniannya sebagai seorang prajurit tetap aku hargai, tapi kelembutannya untuk bisa mengerti hati Tuhan dan mengenali cara kerja Tuhan cukup menghantarkannya untuk hanya menyentuh tombak dan kendi, bukan menyentuh tubuh tuanku raja,  apalagi menancapkannya ke tanah.

Kepatuhannya padaku kini aku pertaruhkan ! Aku percaya Abisai orang yang patuh padaku sebagai pemimpinnya !

Tombak itu memang pernah hampir menancapkan aku di dinding istana TI GA KA LI ..ya tiga kali…! yah tombak yang sama, itu adalah tombak raja.. Aku kenal betul warnanya, ukurannya, bentuknya serta keunikan daripada tombak raja itu.

Tombak dan kendi itu perlu diambil….ini adalah pembuktian yang kedua dariku untuk raja, semoga raja bisa berubah dengan pembuktian ini !

Tombak itu adalah saksi bisu yang seakan-akan mau mengajak aku memegangnya dan menancapkannya pada dada raja..sekali saja dan langsung mati. Score Tiga – Satu. Tiga kali aku diburu dan lolos, tetapi hanya dengan satu kali saja raja bisa kukalahkan. Tetapi tidak…biarlah scorenya tetap tiga enol….

“Ehhhh nggak jadi deh ! Aku saja yang mengambilnya…aku saja yang mengambil tombak dan kendi itu !”

Abisai kaget ketika aku memutuskan harus aku yang mengambil tombak dan kendi itu. Tapi ia segera taat.

Aku harus menang kali ini, kalau aku menyuruh Abisai..itu terlalu mudah buatku, tidak ada kemenangan yang nyata. Aku harus nyatakan bahwa tombak itu bisa saja ada dalam genggamanku kini. Dia adalah senjata yang sama yang pernah dipakai untuk menancapkan aku di tembok istana, akan tetapi…dia tidak akan pernah manjadi senjata yang sama di tangan yang berbeda. Tanganku. Aku tidak akan menancapkan tombak ini pada orang yang seharusnya menjadi sekutuku, kalau untuk menancapkan pada Filistin itu lain soal, memang Filistin adalah seteru.

Kami mengendap-endap, berjingkat-jingkat….menjaga jangan sampai langkah kami terdengar dari orang yang satu ke orang yang lain, melintasi tubuh yang satu ke tubuh yang lain, sampai kami tepat di tengah-tengah…yaitu dimana raja berbaring …

Butuh keseimbangan tubuh untuk saat berjingkat, saat menjinjit, saat melangkah pelan-pelan, saat menjaga jangan sampai langkah kami terdengar, tubuh kami jangan sampai tidak seimbang lalu kemudian menjatuhi salah satu rakyat pilihan yang menyertai raja, atau bahkan menjatuhi salah satu saja prajurit pengawal…hmmmm Pssssssssssssssttttttttttttttt!!!

Bahkan ditengah-tengah gaya tidur tiap orang yang berbeda, terkadang ada yang berdempetan, kami harus mencari celah yang dapat menjadi tempat kami berpijak, dan jangan sampai kami menginjak jari tangan, kaki, atau rambut orang yang sedang tidur agar tidak tertarik oleh injakan kaki kami dan bisa-bisa membangunkan dia…ow owwwww

Di sana-sini terdengar dengkuran…sepertinya orang-orang ini begitu nyenyak sekali tidurnya…tidak terkecuali, baik raja, baik pengawalnya, baik rakyat yang menyertai mereka….masakan tiga ribu orang bisa kompak nyenyak semua tidurnya…Masakan tidak ada satupun yang setengah nyenyak, setengah terjaga….ini benar benar aneh, aku tahu ini pasti Tuhan..ini pasti kerjaan Tuhan yang membuat mereka semua nyenyak sekali….

Aku melirik ke langit di atas dan tersenyum simpul…ups ! Tetap harus jaga keseimbangan tubuhku ! Tuhan memang memegang semua percaturan politik, dan Dia itu keren abiz ! Senyum-senyum sendiri aku dibuatnya..ketika pemikiran seperti itu terlintas..

Yups ! Sekarang sudah sampai menerobos sampai ke tengah-tengah dan ini raja…dia ada tepat di depan mataku..! Jantungku berdegup kencang, aku berdebar-debar…raja ada di hadapanku, tepat beberapa sentimeter di depanku.

Selama ini kami tidak pernah sedekat ini…sudah lama sekali aku tidak pernah berdekatan dengan raja, terakhir adalah saat aku terakhir sekali main musik terapi buat dia, dan paling terakhir adalah saat aku menyapa raja dari belakang di goa bersejarah itu. Selebihnya kami selalu mengejar dan dikejar…kami selalu terpisah oleh jarak pengejaran…dan Tuhan seolah-olah selalu menjaga jarak itu, sehingga aku seperti aman dalam perlindungan gunung batu kekuatanku yaitu Tuhan sendiri….gunung batu perlindunganku yang membuat aku tidak bisa ditembus oleh apapun juga.  Tapi kini saat aku harus sedekat ini dengan raja, Tuhan punya cara unik dan agak lucu juga sih menurut aku, raja dan ribuan orang ini dininabobokkan-Nya.

Cukup hati-hati aku ambil kendi dan tombak itu, satu di tangan kananku, dan satu di tangan kiriku, dan kami berdua akan menuju ke seberang, dan kami harus mengulangi proses menerobos orang-orang yang sedang tidur ini sampai ke puncak gunung di jauh sana. Perjalanan kembali ini tingkat kesulitannya lebih tinggi, karena kini aku tidak saja menjaga keseimbangan tubuhku sendiri, akan tetapi juga aku sambil membawa dua barang ini, tombak dan kendi raja.

Untunglah aku dahulu pernah bekerja sebagai pembawa senjata raja, salah satu tugaskau  juga adalah  merawat tombak ini, membersihkannya, membawakannya ke mana-mana kalau raja ingin pindah ruangan, atau sekedar berjalan-jalan di kebun istana. Jadi aku sudah terbiasa dengan seberapa berat tombak ini. Tapi kendi ini mudah pecah, jadi aku harus ekstra hati-hati, menggenggamnya dengan cukup kuat, karena kalau dia jatuh, tentunya suaranya bisa cukup membuat beberapa prajurit terbangun.

Nah..nah naaahhh kini aku sudah sampai di seberang , berdiri jauh-jauh di puncak gunung, sehingga ada jarak yang besar di antara kami..maklum saja..kami harus cukup menjaga jarak dengan rakyat yang ke tiga ribu yang berbaringnya di lingkaran yang terluar.

Baik, strategiku adalah begini, yang pertama akan aku bangunkan dahulu Abner bin Ner dan suaraku harus cukup lantang terdengar menggelegar.

“Tidakkah engkau menjawab, Abner?”  Aku penasaran ingin tahu apa yang jadi jawabannya.

“Siapakah engkau ini yang berseru-seru kepada raja?”

Eloh…!! Kog pada raja?? Semua yang terjadi pada raja harus dihadapi dulu oleh pengawalnya..!! Memang harus di training ini si Abner bin Ner..

Biar saja…aku tidak bilang siapa aku..biar dia bingung ! Orang seperti Abner ini memang perlu diberi teguran keras !

“Apakah engkau ini bukan laki-laki? Siapakah yang seperti engkau di antara orang Israel? Mengapa engkau tidak mengawal tuanmu raja? Sebab ada seorang dari rakyat yang datang untuk memusnahkan raja, tuanmu itu.  Tidak baik hal yang kauperbuat itu. Demi TUHAN yang hidup, kamu ini harus mati, karena kamu tidak mengawal tuanmu, orang yang diurapi TUHAN itu. Sekarang, lihatlah, di mana tombak raja dan kendi yang ada di sebelah kepalanya?”

Sedang aku aja yang diburu-buru untuk dibunuh raja menjaga nyawa raja sedemikian rupa dari tangan pembalasanku sendiri, lha kog dia ini sebagai pengawal raja kog ya nggak menyadari bahwa orang yang dia kawal itu bukan orang biasa, melainkan orang yang diurapi TUHAN.

Nah lho..! Kebingungan dia mencari-cari, tengok sana tengok sini untuk menemukan sebentuk tombak dan sebentuk kendi raja…Nggak bakal ketemu lah ya…lha wong tombak dan kendi raja ada di sini, di dekatku sini.

Aku melihat raja ikut terbangun..

“Suaramukah   itu, anakku Daud?”

Walau suara raja tidak terlalu jelas namun sayub terdengar juga..dia berkata A-NAK-KU…??? Bukankah aku sudah dicoret dari daftar kerabat raja, dicoret dari daftar nama menantu raja..? Bukankah Mikhal , istri sahku itu, sudah diberikan pada pria lain..? Mengapa raja masih memanggilku ‘anakku’? Apakah panggilan ayah dan anak ini hanya keluar dari bibirnya pada saat-saat seperti ini…? Pada saat aku selalu dapat membuktikan padanya bahwa aku masih menghormati dia sebagai ayahku?

“Suaraku, tuanku raja.”

Yah…itu yang spontan keluar dari bibirku…dia adalah rajaku, untuk mengembalikan persepsiku bahwa dia itu adalah ayah mertuaku memang cukup sulit dalam situasi sekarang ini, karena yang menolak hubungan kekerabatan ini bukan dari pihakku, tetapi dari pihaknya.  Serapuh apa pun dia, aku tetap menganggap dia itu ayahku, namun setulus apapun aku ini, dia ini tetap menganggap aku ini pesaingnya yang pantas untuk dimusnahkan tak berbekas. Jadi sebutan anak biar dari dia saja, sedang dari aku tetap saja aku memanggil dia tuanku raja. Ini semua sebuah bentuk ketau –diri-an ku. Aku kini bukan termasuk keluarga raja lagi, raja telah menjauhkan pengantin sahku dengan bayaran 200 kulit katan orang Filistin, dariku. Aku cukup tahu diri. Secara sebutan biarlah dia memanggil aku anak, akan tetapi secara kenyataannya aku sudah mengampuni segala kerapuhan jiwanya itu. Aku sudah melepaskan hakku sebagai menantu raja..sebagai suami Mikhal..sebagai kerabat raja.

Melepaskan hak memang sakit, apalagi pernikahan kami didasari karena cinta, Mikhal memang sudah jatuh cinta padaku sejak lama, dan semua orang sudah melihat gelagat sorot matanya, senyumnya dan perhatiannya yang berlebihan padaku, apalagi itu namanya kalau bukan jatuh cinta? Mikhal adalah cinta pertamaku, demi menikahi dia dengan sah..aku rela memberi mas kawin lebih dari yang diminta…dan mempertaruhkan nyawaku untuk memberi mas kawin yang super aneh itu.

Tapi saat kita mau melepaskan hak..seperti ada kelegaan, dan seperti ada sebuah pembentukan karakter kerendahan hati dalam diriku…seperti semacam ada pelepasan ego, yah…itu benar !

Lamunanku tiba-tiba terputus dan mengembalikanku pada percakapan ini.

“Mengapa pula tuanku mengejar hambanya ini? Apa yang telah kuperbuat? Apakah kejahatan   yang melekat pada tanganku?”

Aku mencoba mengajak raja berpikir logis…berpikir berdasarkan fakta, bukti-bukti yang ada di depan mata..!

“Oleh sebab itu, kiranya tuanku raja mendengarkan  perkataan hambanya ini.”

Sekali-sekali perlu memperhadapkan raja pada sebuah arahan cara berpikir positif, keluar dari zona emosinoal yang membabi buta seperti ini! Membawa ti-ga ri-bu o-rang terpilih seperti sekarang ini hanya untuk memburu diriku ini…

Kini aku harus memakai sebutan ‘aku’ dan ‘engkau’ , bukan lagi ‘hamba’ dan ‘tuanku’. Karena kini aku perlu memperhadapkan padanya sebuah konsep segi empat, antara TUHAN, aku, dia , serta orang-orang di sekitarnya.

“ Jika TUHAN yang membujuk engkau melawan aku, maka biarlah Ia mencium bau korban persembahan”

Pikiran logisnya seperti ini. Aku mengajak raja menganalisa masalah yang sebenarnya.

Siapa sebenarnya dalang dari perburuan ini ? Kalau memang TUHAN yang menjadi dalangnya, ya ndak masalah, jika Tuhan memang menghendaki raja memburuku, kalau itu memang bisa membuat Tuhan senang seperti sedang mencium bau harum korban persembahan…dan yang jadi korban di atas mezbahnya itu aku…..ya ndak papa, sepanjang hal itu memang menyenangkan hati Tuhan…it’s oke…aku dijadikan korban, benar benar nggak masalah buat aku. Walaupun pemikiran ini tidak logis sama sekali, atas dasar apa Tuhan membujuk raja melawan aku…??? Tapi analisa seperti ini perlu aku ungkapkan pada raja..raja perlu diajak berpikir logis-selogis-logisnya ! Dia harus diajak keluar dari zona kerapuhan jiwanya dan sekali waktu diperlakukan seperti orang dewasa normal lainnya !

“ tetapi jika itu anak-anak manusia, terkutuklah mereka di hadapan TUHAN, karena mereka sekarang mengusir aku, sehingga aku tidak mendapat bagian dari pada milik  TUHAN, dengan berkata: Pergilah, beribadahlah kepada allah  lain.  Sebab itu, janganlah kiranya darahku tertumpah ke tanah, jauh dari hadapan TUHAN”

Tapi kalau dalangnya ini bukan TUHAN, melainkan orang…melainkan rakyat..dan kalau sampai aku mati sebagai bukan orang Israel lagi, atau aku mati sebagai orang murtad yang tidak mau mengenal Allah Israel lagi karena diburu tanpa alasan yang jelas seperti sekarang ini…., atau aku mati sebagai seorang yang ditolak oleh seluruh rakyat Israel dan dianggap orang kafir…apa jadinya ?! Apakah mereka siap bertanggung jawab atas itu semua??? Coba dipikir deh ! Itu Cuma seandainya…!!

Aku ya tidak mungkinlah murtad…tapi kan itu bisa saja terjadi pada orang lain jika diperlakukan seperti aku sekarang ini? Aku bisa tetap tidak murtad kan karena setiap hari aku bangun hidupku terus bergaul dengan Allah Israel..aku tidak ingin jauh dari-Nya …pengurapan Roh –Nya yang kudus dalam hidupku tidak pernah aku anggap sepi, aku tetap selalu ingin dekat dengan-Nya, aku ingin selalu jaga hidupku dan hatiku tetap murni di hadapan-Nya.  Sesungguhnya Tuhan itu berkenan akan kebenaran dalam batin, dan dengan diam-diam Tuhan itu memberitahukan hikmat kepadaku. Perkenanan Tuhan atas hidupku ditentukan oleh kebenaran batinku, aku jaga benar benar batinku ini, jangan pahit pada raja, jangan kecewa dengan rakyat Israel yang ikut-ikutan memburuku, jangan dendam pada seluruh keluarga raja, jangan ingin membalas dendam…dan masih banyak jangan-jangan-jangan lainnya.

Aku tahu bahwasannya tidak ada orang mana pun yang membujuk raja untuk melawan aku. Kalau pun ada, sebenarnya asal muasalnya adalah dari hati raja sendiri, yang dirasuk rasa dengki, dan iri.

Seperti orang-orang Zif yang selalu lapor pada raja, Daud ada di sini…Daud ada di sana…dan seterusnya kan karena mereka tahu sejak dari awalnya bahwa aku ini buronan raja, dan bahwa raja sangat bernafsu sekali untuk menangkap aku, tapi kalau tidak ada niatan raja, tentunya orang-orang Zif itu tidak mungkin sampai seperti itu, repot-repot banget deh !

Tapi walaupun aku tahu itu semua…untuk memperhalus kata-kataku agar tidak langsung menuduh raja seperti itu, sebaiknya aku memakai kata-kata yang lebih halus…aku pakai kata ‘mereka’. Tapi kalau raja mau koreksi diri ya pastinya dia akan tahu sendiri bahwa itu semua dalangnya ya hatinya sendiri, bukan Tuhan, juga bukan orang-orang di sekitarnya, tapi ya dia sendiri.

“Sebab raja Israel keluar untuk mencabut nyawaku, seperti orang memburu seekor ayam hutan  di gunung-gunung.”

Nah kali ini adalah kesimpulannya, bahwa ada tiga kemungkinan yang menjadi dalang semua ini, apakah TUHAN, apakah ‘mereka’ ataukah raja sendiri, hatinya sendiri, niatnya sendiri, motivasinya sendiri.

Sudah ayam hutan, seekor lagi. Tapi karena di gunung-gunung..harus pergi jauh mencarinya, harus benar-benar ditempuh…walau hanya SE-E-KOR A-YAM HU-TAN saja ! huuuuiiiihhhh

Apa coba jawab raja sekarang ??

“Aku telah berbuat dosa,”

Yups ! Aku berhasil mengajak raja berpikir logis sekarang….karena kalau semua ide ini bukan datang dari Tuhan, kita harus hati-hati, agar jangan sampai kita berdosa….dan raja kini menangkap maksud perkataanku, walau dengan jarak yang jauh aku harus berteriak-teriak untuk menyampaikannya tetap dengan intonasi yang tepat dan mudah dimengerti.

“Pulanglah, anakku Daud, “

Raja menyebut aku dengan sebutan ‘A-NAK-KU’ lagi…entah apa maksudnya, akan tetapi aku tetap tahu dirilah.

“Sebab aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu,”

Bisa kita buktikan nanti kelanjutannya, apakah kejahatan raja ini stop sampai di sini, ataukah ini hanya sebuah drama…??? Terbukti mata-mataku yang aku kirim memberi informasi bahwa setelah persitiwa goa bersejarah itu, dalam pengejaran buron yang kali ini, raja tetap ikut sebagai pemimpin rombongan perburuan ini…hmmmmmmmmmm ….goa itu bersejarah buatku, tapi buat raja tetap tidak.

“Karena nyawaku pada hari ini berharga di matamu. Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku sesat sama sekali.”

Usahaku untuk mengajak raja berpikir logis , hari ini, sepertinya cukup berhasil. Aku tidak butuh pengakuan dosa raja, yang aku butuhkan adalah lha mbok ya raja itu berpikir logis…jangan dijajah oleh emosi membabi buta seperti yang sudah-sudah. Itu saja cukup. Dan itu bisa membawa perubahan besar dalam hidupnya sebagai raja.

“Inilah tombak itu, ya tuanku raja! Baiklah salah seorang dari orang-orangmu menyeberang untuk mengambilnya.”

Kalau dulu punca jubah raja di goa bersejarah itu aku yang simpan, untuk usaha pembuktian pada raja, kini tombak raja ini akan kukembalikan, biar menjadi alat perenungan raja.

Tombak yang akan kembali padanya itu adalah tombaknya untuk menombak filistin sebenarnya

Bukan untuk menombak aku

Aku dulu sering membawakan tombak ini untuknya

Pada saat itu aku jadi kesayangan raja bagaikan anaknya sendiri

Tapi tombak itu pernah melesat menuju jantungku tiga kali tapi terluput juga karena ada perlindungan Tuhan atas hidupku

Tombak ini ternyata pernah ikut tertidur di samping raja saat raja dan pengawalnya dan tiga ribu orang Israel terpilih tertidur nyenyak di alam terbuka tanpa perlindungan apa pun

Tombak ini sekarang ada di tanganku dan kesempatan untuk menancapkannya pada dada raja seperti yang diusulkan Abisai padaku tidak aku gunakan…aku segan pada orang yang diurapi Tuhan itu..!

Tombak ini biar kembali pada tangannya, untuk selalu mengingatkan dia akan perkataan-perkataanku hari ini…..untuk selalu mengajaknya berpikir logis..!

“ TUHAN akan membalas  kebenaran  dan kesetiaan setiap orang, sebab TUHAN menyerahkan  engkau pada hari ini ke dalam tanganku, tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN. “

Ini adalah segitiga diantara kami, yaitu antara TUHAN, aku dan dia. Kami sama-sama umat-Nya. Dia adalah benar dan setia, Dia yang melihat setiap sikap hati dan perbuatan serta perkataan serta motivasi kita yang terdalam. Dua kali aku lulus dalam ujian-Nya atas hidupku, pertama di goa bersejarah , dan yang kedua di tempat ini. Puji Tuhan, aku lulus !!

“Dan sesungguhnya, seperti nyawamu pada hari ini berharga di mataku, demikianlah hendaknya nyawaku berharga di mata TUHAN, dan hendaknya Ia melepaskan  aku dari segala kesusahan.”

Walaupun kalimatku itu tampak aneh…kalau kalimat orang kebanyakan pasti bunyinya seperti ini : seperti nyawamu pada hari ini berharga di mataku, demikianlah hendaknya nyawaku berharga di matamu.

Tapi tidak…aku tidak menaruh hukum tabur tuai seperti konsep orang kebanyakan, kalau aku baik padamu, kamu juga harus baik padaku donk…kalau aku memberi ke kamu, kamu juga harus memberi ke aku donk….TIDAK ! Tidak seperti itu konsep hidupku.’

Aku tidak pernah kecewa pada raja seandainya raja membalas air susu dengan air tuba, karena aku tahu bahwa yang membalas setiap perbuatan kita itu adalah Tuhan, dan karena aku berprinsip seperti itulah aku juga memberlakukan kasusku dengan raja seperti itu, biar Tuhan yang membalaskan perbuatan raja padaku, jadi jangan aku sendiri yang membalas.

Jadi kalau aku menghargai nyawa raja pada hari ini, aku tahu juga bahwasannya nyawaku akan berharga di mata TUHAN, dan Tuhan sendiri yang akan melepaskan aku dari segala kesusahan.

Jadi kalau raja tidak menghargai nyawaku dan selalu membuat aku susah, padahal aku menghargai nyawa raja dan tidak pernah menyusahkan dia….itu tidak akan pernah meracuni hatiku dengan yang namanya kekecewaan, kepahitan, kebencian, dendam ….TIDAK AKAN PERNAH !

Jadi saat raja bertobat atau tidak..itu urusan dia dengan Tuhan, tetapi urusanku dengan Tuhan adalah urusan hatiku dengan Tuhan sendiri.

Inilah yang dinamakan konsep segitiga. Saat orang lain mengecewakanmu, bawalah perkaramu pada Tuhan dan ijinkan Tuhan menyembuhkanmu, tugasmu adalah mendoakan orang itu agar dia bertobat, kasihi dan tangisilah dia. Biar Tuhan sendiri yang berurusan dengan dia, jaga hatimu agar kamu tidak kecewa dan pahit. Apa kira-kira jawab raja?

“Diberkatilah  kiranya engkau, anakku Daud. “

Untuk ketiga kalinya raja menyebut kata A-NAK-KU. Tetapi dengan sikap ketahudirianku, aku tetap menghindari untuk menyebut dia dengan sebutan ‘ayah’. Tetapi berkat yang dia ucapkan dari diri seorang yang memanggil aku anaknya, itu artinya berkat dari seorang ayah, tetap aku terima, aku aminkan, serapuh apapun dia, tetap dia dipakai Tuhan untuk mengalirkan berkat-Nya dalam hidupku, aku memejamkan mata dan meresapi setiap kalimat berkat itu, aku aminkan dalam-dalam di dalam batinku yang paling dalam.

“Apa juapun yang kauperbuat, pastilah engkau sanggup melakukannya.”

Nah ini yang dinamakan berkat keberhasilan, berkat kesanggupan, berkat kemampuan, bekat capability atau kapasitas….Huuuuiiiiiih !!

Kalau di goa bersejarah dulu raja pernah menyampaikan prediksinya bahwa aku pasti jadi raja dan jabatan raja Israel akan tetap kokoh dalam tanganku….itu adalah kalimat berkat raja yang pertama ….bonus kelulusan dari ujian pertama

Dan kali ini ada bonus kelulusan dari ujian kedua….berkat keberhasilan !! Amin-amin amin !!!

Titik. Cukup sudah.

Tombak sudah diambil …tapi kendi ini biarlah untuk kenang-kenangan bersejarah buatku, toh kendi semacam ini banyak dijual di mana saja, raja bisa membeli lagi !

Aku harus pergi kali ini. Tidak seperti sebelumnya…aku cukup heran saat raja tidak mengajakku pulang setelah drama penyelamatan diri di goa itu ! Kini aku tidak ingin terheran-heran, sebaiknya aku pergi terlebih dahulu !!

Selama Tuhan tidak menyuruhku untuk kembali ke istana bersama raja, dan selama raja tidak menawarkan hal itu, aku tidak perlu harap-harap cemas dan menanti-nantikan hal itu.

Raja juga pulang ke tempatnya.

Entah sampai kapan drama demi drama…lari demi berlari..kejar demi mengejar ini akan berujung….

 

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku. (VI)

I Sam 27, I Taw 12: 1-22

VI

Rasanya lelah juga jadi buronan beberapa tahun ini..Memang raja sudah pulang ke tempatnya, ke istanyanya, ke kediamannya.

Tetapi menjadi catatan penting bahwasannya raja itu sudah mengingkari perkataannya berkali-kali. Catatan pertama, dia pernah berkata pada sahabatku bahwa dia tidak akan membunuhku, ternyata…apa…?? Dia berusaha menancapkanku ke dinding dengan tombak itu untuk ketiga kalinya. Catatan kedua ..setelah peristiwa di goa bersejarah itu, aku sudah berbaik hati bersumpah untuk tidak melenyapkan keturunan raja dan tidak akan menghapuskan nama raja dari kaum keluarganya, eeeeeh masih juga raja memimpin rombongan tiga ribu orang yang terpilih untuk mengejar aku di padang gurun Zif. Catatan ke tiga, raja berjanji untuk tidak berbuat jahat lagi kepadaku, karena nyawanya pada saat itu berharga di mataku. Itu adalah saat kedua kalinya aku lulus ujian, aku berhasil membuktikan bahwa aku tidak akan pernah membunuh raja, walaupun kesempatan naif itu ada di depan mata.

Terus terang kepercayaanku pada kata-kata raja sudah tidak dapat aku pertahankan lagi. Siapa yang bisa jamin kalau raja tidak mungkin akan mengejar-ngejar aku lagi? Tidak ada satu pun yang bisa jamin, bahkan Tuhan sendiri pun tidak pernah berkata padaku bahwa semua pengejaran buronan ini akan berakhir sekarang ini. Dua ujian memang sudah terlewati, tetapi kejar-mengejar ini akan sampai kapan Tuhan? Terkadang letih juga jiwaku ini. Lelah. Aku menghela nafas panjang untuk membuang semua kelelahanku ini…haaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh. Tetap tidak ada kelegaan.

Rasa-rasanya seluruh daerah Israel pernah jadi pijakanku untuk bersembunyi…mau ke mana lagi ya??

Bagaimanapun juga pada suatu hari aku akan binasa oleh tangan Saul,

Untuk sementara pemikiran bahwa suatu saat aku akan jadi raja yang berikutnya , terpaksa aku simpan dulu dalam kotak, lalu aku gembok rapat-rapat. Mungkin boleh di kata imanku  saat ini, sudah sampai pada titik terendah dalam hidupku. Nabi Samuel telah mati, aku sudah tidak dapat meminta nasehat dia lagi.

Apa boleh buat. Setiap hari aku harus berhadapan dengan kenyataan yang sebaliknya. Sepertinya aku sudah memerintah atas enam ratus orang rombongan ini, akan tetapi itu adalah status yang semu. Harus diakui kami ini berstatus buronan raja. Rakyat Israel jumlahnya sangat fantastis, jadi enam ratus orang yang bersama-sama dengan aku ini tidak ada apa –apanya dibandingkan dengan jumlah rakyat yang berada di pihak raja. Dulu memang aku pernah mengalahkan orang Filistin, pernah mengalahkan seorang raksasa, pernah mencetak  kemenangan demi kemenangan….tapi untuk sekarang ini aku ingin kenyamanan, hidup dengan tenang, jauh dari debaran jantung karena sebuah pengejaran, jauh dari ketakutan dan kecemasan, jauh dari pergi dengan terburu-buru dan lari sampai letih.  Lagi-lagi beradaptasi dengan tempat persembunyian yang baru, beradaptasi dengan jenis sayuran apa yang bisa kami masak di tempat persembunyian yang berikutnya, beradaptasi dengan masyarakat setempat yang terkadang bocor mulut dan bisa dibilang tidak tahu membalas budi, beradaptasi dengan keluhan dan kelelahan orang-orang yang bersamaku ini. Kami ingin hidup normal, punya keluarga, membangun usaha, tinggal di suatu tempat yang menetap, yaaaah..seperti orang-orang pada umumnya. Lupakan sajalah soal raja-rajaan…Untuk bisa hidup normal saja bagi kami sudah sebuah impian yang susah payah untuk diraih.

Bagaimana ya caranya…??

Jadi tidak ada yang lebih baik bagiku selain meluputkan diri dengan segera ke negeri orang Filistin; maka tidak ada harapan bagi Saul untuk mencari aku lagi di seluruh daerah Israel dan aku akan terluput dari tangannya.

Emmmmmmmmmmm kemana ya…???

Yups !! Aku ada ide…!! Aku akan pergi saja ke raja Akhis di Gat, dia adalah raja kota Gad. Saat itu aku pernah berpura-pura gila, daripada dibunuh oleh mereka. Tahu sendiri kan, pada saat itu aku belum mempunyai pasukan apa pun.  Pegawai-pegawai raja Akhis ini benar-benar mengenal aku, jadi satu-satunya cara adalah aku menghadap baik-baik , mengajak semua orang-orangku yang enam ratus ini, lalu berpura-pura menghambakan diri pada mereka.  Tentunya mereka akan senang kalau mendapat pasukan seperti kami yang memang sudah cukup punya ‘nama’ lewat nyanyian para fans yang mana lagu itu juga jadi hits di Gat ini.

Toh raja Akhis ini kurang peka membedakan antara acting dan sungguhan. Bisa dua kemungkinan sih, apa dulu itu actingku yang sangat hebat sekali, aku sempat menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan ludahku meleleh ke janggutku, pokoknya semirip mungkin dengan orang yang sakit ingatan gitu, sampai-sampai raja  Akhis itu benar-benar percaya kalau aku ini gila, atauuuuu bisa jadi dia itu yang tidak bisa membedakan antara acting dan sungguhan.

Jadi senjataku di sini gampang sekali, aku acting berpura-pura menghamba kepadanya, memihak pada Filistin, lari dari raja Israel, serta mencari perlindungan pada musuh, kompromi dengan lawan untuk ikut dalam jajaran musuh Israel…..dan senjataku yang kedua adalah memanfaatkan ketidak pekaan si raja Akhis ini untuk supaya aku bisa menetap di sini dan aman dari kejaran raja Israel itu. (*1)

Yups…!!!! Berhasil……!!!

Aku dan rombongan menghambakan diri ke raja Akhis bin  Maokh, raja kota Gat. Dia menerima aku dengan baik. Hmmmmmmm   ………..

Kami bisa menetap dengan keluarga kami masing-masing. Enam ratus orang –orangku itu mengabari keluarga mereka masing-masing….kini saat yang tepat untuk memanggil para istri dan anak-anak untuk mulai menata hidup kami. (*2)

Aku melihat keluarga-demi keluarga dari orang-orangku yang enam ratus itu begitu lega, terutama wajah daripada para kepala keluarga yang selama beberapa tahun ini terlihat ‘kering’ tanpa istri-istri tinggal bersama kami, apalagi para ayah yang tidak tahan rindu dengan anak-anak mereka yang sedang lucu-lucunya.

Selama ini mereka adalah orang-orang  yang dalam kesukaran, mereka ikut aku untuk supaya aku bisa bantu mereka lepas dari kesukaran mereka…..eeeeeh yang terjadi malah sebaliknya mereka aku latih menjadi prajurit yang handal di tengah-tengah proses lari dan lari sebagai buronan. Inilah saatnya mereka bisa bernafas lega. Selama ini mereka adalah orang-orang yang dikejar-kejar tukan piutang, mereka ikut aku untuk supaya aku bisa bantu mereka lepas dari hutang mereka…eeeeeh yang terjadi malah tidak berhubungan sama sekali, aku melatih mereka untuk menjadi tentara yang hebat dalam semua proses menjadi buronan ini. Mereka ada juga yang ikut aku karena sakit hati..mungkin dengan harapan agar aku membebat hati mereka…………eeeeh yang terjadi malah sebaliknya, aku terus melatih mereka untuk menjadi seorang tentara yang kuat, tidak cengeng, tidak gampang menyerah, tangguh.

Kini wajah-wajah itu begitu tampak lega.

Tidak ada lagi huru-hara, tidak ada lagi kebingungan mengangkat jemuran saat tiba-tiba ada kabar bahwa raja Israel mengejar kami…Tidak ada teriakan “lariiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii”…tidak ada lagi pemandangan keterburu-buruan kami mengepak barang-barang yang akan kami bawa ke tempat pelarian berikutnya, ada selimut, alat masak, alat mandi, kertas-kertas partiturku…dan seabrek barang-barang lainnya. Huuuiiiiihhhhh!!

Namun demikian…ada yang aneh. Aku tinggal di antara musuh. Aku senyum dengan mereka. Aku ada di wilayah mereka. Aku berpura-pura. Aku acting. Aku menjaga jangan sampai salah bicara, aku menjaga sikapku seolah-olah aku kompromi dengan mereka. Memang aku tidak kompromi dengan mereka, tetapi yang aneh buatku adalah Aku ada di WILAYAH mereka.

Waktu berjalan begitu lambat. Terasa begitu lama…

Aku benar-benar menghitung lamanya kami tinggal di sana, yaitu satu tahun empat bulan, tepatnya ENAM BELAS BULAN.

Darah keprajuritanku serasa terpenjara saat aku tinggal di wilayah musuh. Bagaimana ya caranya?? Agar naluri berperangku ini tetap membara dan memuaskan hasratku yang terdalam??

Dulu saat dikejar-kejar raja Israel sih bisa dibilang ada ashiknya juga. Tapi kalau disuruh diam terus di Ziklag seperti ini,…..gatal juga tangan dan kakiku ini, mereka seakan berteriak “Ayooooooooooo…kapan kami berperang lagi,…………..??”

Tapi bagaimana lagi…aku kan tinggal di Ziklag ini, kota yang diberikan oleh raja Akhis kepada kami. Tidak mungkin kami berperang melawan orang Israel, juga kami tidak mungkin berperang melawan orang Filistin. Kami saat ini sedang dua muka, sedang berada di zona kepura-puraan.

Satu-satunya cara adalah berperang melawan musuh-musuh Israel  di area yang sangat jauh…dan menumpas semua musuh, sehingga tidak ada saksi mata yang bisa melapor pada raja Akhis ini.  Toh raja Akhis ini orangnya tidak terlalu teliti, saat aku ‘bohong putih’ dan berkata bahwa aku berperang melawan orang Israel di tanah Negeb Yehuda, atau di tangah Negeb Yerahmeel atau di  tanah Negeb Keni, dia tidak pernah mengecheknya. Tingkat kepercayaannya kepadaku besar sekali. Padahal kami berperang melawan orang Gesur, orang Girzi dan orang Amalek. Itu adalah musuh-musuh Israel yang kami perangi. Dan tetaplah…kami dapat jarahan  domba, lembu, keledai, unta dan pakaian….kami mulai menata kehidupan kami seperti orang normal pada umumnya…. Huiiiih !

Setiap kali kami berperang melawan orang Gesur, orang Girzi dan Orang Amalek, selalu datang bala bantuan, para pasukan dan pahlawan-pahlawan yang luar biasa membantu rombongan kami yang enam ratus orang ini. Jumlah orang-orang yang datang membantu ini , semenjak kami menetap di Ziklag ini… seperti bala tentara Tuhan banyaknya ! (*3)

Dengan bala bantuan yang semakin bertambah banyak itulah , peperangan kami melawan orang Gesur, orang Girzi dan orang Amalek…. selalu menang mutlak ! Haleluya !!

Entah mengapa saudara-saudara sesuku dari Raja Israel, Raja Saul justru gabung padaku saat kami tinggal di Ziklag ini, kapanpun kami pergi berperang, mereka selalu siap, padahal tadinya mereka memihak kepada Saul, dan mereka adalah para pahlawan perang, mereka bersenjatakan panah dan sanggup melontarkan batu saat berperang, serta nggak main-main, otak kanan dan otak kiri mereka ini seimbang, buktinya mereka dapat menembakkan anak-anak panah dari busur baik dengan tangan kanan maupun dengan tangan kiri, hebat bukan…??

Kalau enam ratus orang yang ikut aku dari Gua Adulam yang semula jumlahnya hanya empat ratus orang dan terus bertambah itu kan orang-orang biasa yang aku latih jadi tentara, tetapi kalau orang-orang suku Benyamin  ini BUKAN !! Orang-orang Benyamin yang datang membantu rombongan kami ini, benar-benar pahlawan-pahlawan yang luar biasa !!

Ini daftar catatanku akan nama-nama mereka..

  1. Abiezer (Kepala)
  2. Yoas ( anak-anak Semaa orang Gibea)
  3. Yeziel dan Pelet (anak-anak Azmawet)
  4. Berakha
  5. Yehu (orang anatot)
  6. Yismaya ( orang Gibeon- pahlawan yang mengepalai 30 orang)
  7. Yeremia
  8. Yehaziel
  9. Uohanan
  10. Yozabad (orang Gedera)
  11. Eluzai
  12. Uerimot
  13. Bealya
  14. Semarya
  15. Sefaca (orang harufi);
  16. Elkana
  17. Yisia
  18. Azareel
  19. Yoezer
  20. Yasobam (Orang-orang korah);
  21. Yoela
  22. Zebaja (anak-anak Yeroham dari Gedor)

Belum lagi tambahan orang-orang GAD ! Mereka juga datang membantu kami, bukan orang-orang biasa, melainkan para pahlawan yang gagah perkasa, mereka sanggup berperang, pandai menggunakan perisai dan tombak, rupa mereka seperti singa, cepatnya seperti kijang di  atas pegunungan, bahkan mereka semuanya adalah kepala pasukan.

Satu orang saja yang paling kecil dari dari antara mereka sanggup melawan seratus orang dan hebatnya yang paling besar sanggup melawan seribu orang.

Sejarah mencatat orang-orang Gad ini adalah orang-orang yang menyeberangi sungai Yordan di bulan pertama, sekalipun sungai itu meluap sepanjang tepinya. Saat itu pasukan raja Saul terserak-serak, ada yang bersembunyi di gua, keluk batu, bukit batu, liang batu dan perigi, tetapi orang-orang Gad ini malah menyeberangi arungan sungai Yordan menuju tanah Gad dan Gilead, bahkan mereka menghalau penduduk lembah ke sebelah timur dan ke sebelah barat. Sayang sekali, Raja Israel cuma menganggap mereka sebagai Orang Israel biasa, tetapi dimataku mereka adalah para pahlawan yang gagah perkasa. (*4)

Ini daftar catatanku akan nama-nama mereka !

  1. Ezer (kepala)
  2. Obaja (orang kedua)
  3. Eliab (orang ketiga)
  4. Mismana (orang keempat)
  5. Yeremia ( orang kelima)
  6. Atai (orang keenam)
  7. Eliael (orang ketujuh)
  8. Yohanan (orang kedelapan)
  9. Elzabad (orang kesembilan)
  10. Yeremia (orang kesepuluh)
  11. Makbanai ( orang kesebelas)

Bahkan tidak itu saja, Sebagian dari bani Benyamin dan Yehuda ikut-ikutan datang membantu pasukan kami.

Sebentar…sebentar !! Apa-apaan ini…??? Mula-mula orang-orang yang sesuku dengan Raja Saul, sebut saja rombongan pertama..atau lebih tepatnya PASUKAN pertama datang, disusul kemudian rombongan kedua orang-orang Gad, atau lebih telatnya PASUKAN kedua datang, nah apa lagi sekarang ini….??? Orang-orang yang sebanyak ini, sebagian dari bani Benyamin dan Yehuda ikut-ikutan datang …kali ini mereka boleh disebut rombongan ketiga (karena mereka tidak bisa kita kategorikan sebagai tentara, prajurit ataupun pahlawan seperti rombongan satu dan rombongan dua yang jelas-jelas jawara semua)

Aku pun keluar untuk menyongsong mereka dan berkata

“Jika kamu datang kepadaku dengan maksud damai untuk membantu aku, maka aku rela bersekutu engan kamu, tetapi jika untuk menyerahkan aku dengan tipu muslihat kepada lawanku, sedang aku tidak melakukan kelaliman, maka biarlah Allah nenek moyang kita melihat itu dan menghukum kamu.”

Seorang kepala tiga puluh orang itu , bernama Amasai dikuasai Roh Allah dan berkata:

“Kami ini bagimu, hai Daud, dan pada pihakmu, hai anak Isai! Sejahtera, sejahtera bagimu, dan sejahtera bagi penolongmu, sebab yang menolong engkau ialah Allahmu!”

Baiklah, aku harus belajar mempercayai niat baik mereka, walaupun darah keprajuritanku mengisyaratkanku untuk selalu memegang prinsip kehati-hatian.

Aku menyambut mereka dengan baik, dan merekapun aku angkat menjadi kepala-kepala pasukan.

Jajaran pasukanku sekarang bukan lagi hanya empat ratus atau enam ratus, tetapi sudah dibantu dengan buanyaaaaaaaaaaaaaaaak sekali pasukan tentara !!! Seperti bala tentara Allah banyaknya…!!! Luar biasa !!

Inilah rasanya berada di zona AMAN dan NYAMAN. Bayangkan saja, tanpa susah payah melatih….para tentara datang sendiri untuk membantu..apa ini ya yang dinamakan hukum tabur tuai…??Bukankah selama ini aku sudah menabur melatih habis-habisan para mantan orang gagal yang berkumpul di Gua Adulam itu..sampai mereka harus jadi JAWARA, dan ternyata dari taburanku itu aku kini menuai mendapatkan banyak TENTARA….yang hebat-hebat…????

Ohhhhuuuiiiiiihhhhhh!! Aman dan Nyaman…aku kipas-kipas, menghela nafas panjang tanda kelegaan.

Bagaimana dengan raja Akhis selama aku di Ziklag ini?

Ho ho hoooooooooooo    Dia mengira aku memerangi orang Israel sehingga makin dibenci bangsa Israel, sehingga aku semakin menghamba kepadanya, juga orang-orangku yang sudah berjumlah buanyak itu….

Padahal dia tidak tahu bahwa aku ada dalam kepura-puraan semata. Aku hidup dalam dualisme, aku memiliki topeng. Terpaksa orang-orangku juga aku latih untuk punya dua muka, latihan beracting dan juga latihan menjaga rahasia. Senyumnya harus ditahan, tawanya jangan terlalu lepas, dan harus selalu tersenyum dengan orang-orang asing ini, jaga sikap dan jangan sama sekali memposisikan diri sebagai musuh.

Memang kami di zona nyaman bahkan aman, tetapi…tetap ada yang aneh terasa di dalam sanubariku yang terdalam. Saat ini memang kami bebas dari status buron, karena ternyata strategiku cukup jitu, terbukti raja Israel tidak pernah mengejar-ngejar kami lagi setelah tahu kami berdomisili di area musuh.

Tetapi….tetapi….ganti kepura-puraan ini yang menjadi pemburuku setiap hari. Mungkin orang-orangku itu tidak merasakan hal yang sama, apalagi kedua orang istriku itu, mereka tidak tahu dan tidak mungkin mereka bisa mengerti kegalauan hatiku ini.

Setiap kali aku mengambil kecapiku dan berusaha memuji Allah Israel, menyembah dan bermazmur…seperti ada sesuatu yang hilang dari diriku, seperti ada sesuatu yang hambar dan seperti ada sesuatu yang emmmmmmmm emmmmmmmm tidak mendapat senyuman dari Tuhan. Terus terang aku belum menemukan kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan suasana hatiku saat ini.

Memang aman, tetapi bukan keamanan yang dari Tuhan.

Memang mapan, tetapi bukan kemapanan yang dari Tuhan.

Memang semua lancar, tetapi bukan kelancaran yang dari Tuhan.

Terkadang aku merindukan hadirat-Nya, pelukan-Nya, perkenanan-Nya, suara-Nya, obrolan-Nya….yang justru kerap terasa saat kami dulu masih di wilayah Israel, walau dalam situasi sebagai buronan. Ada semacam perlindungan-Nya, keluputan dari-Nya, mujizat-Nya dan yang paling penting senyuman-Nya.

Itulah sebabnya satu tahun empat bulan itu begitu terasa lamaaaaaaaaaaaaa sekali buatku. Tak ada satu mazmur pun yang lahir dari arransementku selama ENAMBELAS BULAN ini….sungguh terasa kering !! Jiwaku merana… (*5)

Tetap. Tetap. Saat kami berperang melawan Gesur, Girzi dan Amalek, kami tetap menang, puji Tuhan, tapi entahlah…seperti ada kekurangan garam dalam semangkok sayur yang aku rasakan saat tinggal di Gat ini.

Sejumput garam yang membuat aku galau.

 

(*1    I Sam 27:12, I Sam 28:2)

(*2   I Sam 27:3)

(*3   I Taw 12: 1-22, 22)

(*4   I Sam 13: 7)

(*5 Keterangan; di seluruh pasal Mazmur dari pasal 1 sampai pasal 150, tidak ada satu pun pasal yang membahas isi lagu/Mazmur/Puisi/Doa Daud yang ditulis dengan keterangan tempat ZIKLAG ini,  berbeda sekali dengan pengalaman-pengalaman Daud lainnya yang ada di kitab I Samuel biasanya terhubung dengan doa-doanya/puisi-puisinya/ mazmur-mazmurnya, seperti contohnya :

  • Maz 59: 1 Saat Daud dimata-matai raja Saul
  • Maz 34: 1 Peristiwa saat Daud pura-pura gila di depan Abimelekh
  • Maz 142 :1 Saat Daud ada di gua Adulam
  • Maz 54: 1 Peristiwa saat orang Zifi bocor mulut pada Raja Saul dan memberitahukan tempatnya bersembunyi
  • Maz 51:1 Persitiwa saat Daud baru ditegur nabi Natan
  • Maz 3:1 Peristiwa saat Daud lari dari Absalom anaknya
  • Maz 18: 1 Nyanyian Daud saat dia telah dilepaskan dari semua cengkraman semua musuhnya
  • Maz 60:1-2 Catatan kemenangan-kemenangan Daud bersama Tuhan setelah dia menjadi raja

kesimpulan penafsiran saya: Daud mengalami fakum hubungan dengan Tuhan yang menjadi hubungan yang  dingin saat dia berada di wilayah musuh/ wilayah Filistin ini. Bandingkan dengan bagian Alkitab lain yang selalu mencatat LAMANYA hubungan fakum ini – dalam contoh kisah hidup Abraham Perhatikan Kejadian 16: 16, dengan Kejadian 17:1, ada jeda 13 tahun dalam dua ayat  yang dipisahkan hanya oleh nomor pasal ini. Dalam kurun waktu 13 tahun ini tidak ada sama sekali catatan percakapan Tuhan dengan Abraham, ketika Abraham memilih untuk dengan ‘caranya’ sendiri mendapatkan keturunan, akhirnya lahirlah Ismail)

 

Rajaku, Tuanku, Ayah Mertuaku, Pemburuku, Pahlawanku. (VII)

I Sam 28: 1-4, I Sam 29: 1-11

(*1 keterangan penafsiran- lihat bagian bawah dari bagian VII ini)

VII

Waaaah gawat ini!! Selama tidak terjadi perang filistin dengan Israel sih, peran dua muka ini aman-aman aza ! Tapi kini…..ouw ouw…

Orang Filistin mengerahkan tentaranya untuk berperang melawan Israel…Nah Lho…!! Aku ini termasuk mana..? Kalau termasuk Israel, lha kog aku menghambakan diri pada raja Akhis , raja kota Gad ini ! Tapi kalau aku termasuk barisan tentara Filistin…lha masa mungkin aku melayangkan pedangku untuk membunuh rakyat Israel yang notabene adalah saudara sebangsaku sendiri…?? Umat-Nya Tuhan..biji mata Tuhan….???

Ah semoga saja aku tidak diajak berperang…!

Peran ganda ini memang pada suatu titik akan mencapai bom-nya sendiri, titik ledak, detik ledak yang sudah pasti akan terjadi. Ternyata masa ‘nyaman’ kami hanya sa-tu ta-hun em-pat bu-lan….saja….dan detik-detik konflik ini benar-benar tiba. Aku harus memutuskan untuk tetap memakai topeng ini ataukah akan melepaskannya.

Topeng ini bukan hanya satu yang melekat di wajahku, tetapi di ke-enamratus orang-orangku itu..dan juga dengan semua keluarga mereka…kami punya ribuan topeng tak terlihat. Kami di luar memihak Filistin dan seolah membelot dari Israel, tetapi sebenarnya di bagian dalam kami ini Israel sejati dan hanya ingin istirahat sejenak dari perburuan buronan tanpa alasan.

Cukup sudah…..cukup sudah semuanya ini. Dua tahun empat bulan ini justru sangat melelahkan buatku. Aku letih juga hidup dalam kepura-puraan. Aku bukan seorang kesatria…..aku gagal mengikuti hati Tuhan yang sebenarnya… Ziklag ini adalah saksi bisu atas kegagalan ini.

“Ketahuilah baik-baik, bahwa engkau beserta orang-orangmu harus maju berperang bersama-sama dengan aku dalam tentara.”

Gleg. Aku menelan ludah. Tapi segera aku sembunyikan semua rasa itu dalam senyuman kepalsuan.

Dengan nada intonasi yang sudah aku atur sebelumnya, dengan penuh hati-hati agar raja Akhis tidak curiga aku pun menjawab seolah-olah antusias diajak berperang.

“Baik, engkau akan tahu, apa yang dapat diperbuat hambamu ini.”

Yeah…kalimat itu memang kalimat yang seolah-olah mengajak raja tertantang untuk membuktikan kehebatan ‘orang’nya ini. Seolah-olah aku hamba yang siap melakukan apa saja untuk tuannya, yaitu dia. Uuuuuhhhh sory sory aja ya, kalau harus memusnahkan bangsa sendiri !!

“Sebab itu aku mengangkat engkau menjadi pengawalku sendiri sampai selamanya.”

Aku mengangguk. Tidak menjawab apa-apa. Tapi sebenarnya dalam hatiku aku berteriak

“Apppaaaaaaaaaaaaaaa??? Pengawal raja Akhis…..???????”

Aku seperti diserbu dari ratusan jurusan. Dari jurusan atas, aku merasa asing, karena aku sedang tidak dalam kehendak-Nya yang sempurna. Dari jurusan lawan, aku merasa sebagai penghianat bangsaku sendiri. Dari jurusan sini, aku merasa sebagai pembohong. Dari jurusan orang-orangku aku seperti mempertaruhkan semua keputusan untuk tinggal di sini sejak awal sebagai keputusan yang tepat. Padahal….??? Bukankan bom ini akan meledak sewaktu-waktu entah cepat atau lambat….?

Bom yang akan membuka semua topeng muka dua kami.

Dalam persiapan pasukan pertempuran Filistin melawan Israel ini, datang lagi kepala-kepala pasukan seribu dari suku Manasye memihak kepadaku. Mereka adalah orang-orang yang ahli melawan gerombolan, para pahlawan yang gagah perkasa, dan mereka-mereka ini bukan orang biasa, melainkan para pemimpin tentara !

Ini daftar catatan nama mereka yang ada dalam catatanku : (*2)

  1. Adnah
  2. Yozabad
  3. Yediael
  4. Mikhael
  5. Yozobad
  6. Elihu
  7. Ziletai

Aduh…!!

Waduh-waduh….gimana nih ???!!

Baiklah ! Sudah kepalang tanggung..! Aku tidak bisa di wilayah abu-abu, bagiamanapun juga, pada titik centi meter pertemuan dua kubu yang sedang berperang, aku tidak bisa jadi bunglon, aku tetap memihak Filistin dan enam ratus orang yang tinggal bersamaku di Ziklag ini terpaksa aku ajak.

Sedang orang-orang yang biasa membantu kami berperang melawan  orang Gesur, orang Girzi dan orang Amalek, tidak perlu ikut. Tidak perlu melibatkan lebih banyak orang lagi dalam perang saudara ini ! Dan tidak perlu membuat raja Akhis curiga dengan pasukanku yang semakin  hari semakin banyak ini, cukup dia tahu hanya keenam ratus orang ini saja ! Hanya itu yang dia tahu tentang aku, biarkan saja ! Bergerilya di bawah tanah tidak perlu digembar-gemborkan, senyuman perlu ditahan dan tawa jangan sampai kelepasan ! itu penting !

Aku harus memilih salah satu ! Tidak bisa seperti di gua bersejarah itu atau seperti di Padang Gurun Zif bersejarah itu…!! Pada saat itu aku pemimpin, jadi aku yang putuskan…mereka semua harus nurut sama aku untuk melepaskan raja Saul yang diurapi oleh Tuhan itu. Tetapi hari ini beda, posisiku sebagai pemimpin memang, tetapi aku sudah terlanjur kompromi untuk tinggal di area musuh dan dinobatkan sebagai HAMBA daripada raja Akhis ini…aku diperhamba olehnya dengan embel embel kenyamanan, keamanan, kota Ziklag yang tercinta, istri-istri dan anak-anak disekeliling kami, …semua yang ada…datangnya orang-orang yang luar biasa dalam jajaran kami….semuanya sudah terlanjur kami terima sebagai porsekot/uang muka.

Dalam hati kecilku yang terdalam……….aku berharap Tuhan melindungi kami dan meluputkan kami dari perang saudara ini ! Tapi dalam lembar-lembar kosong partiturku yang tidak menghasilkan satu mazmur pun selama di Ziklag ini , aku tidak berani berdoa dengan nyaring, lantang apalagi memohon…aku tahu aku salah ! Yang aku harapkan hanya setitik saja…setitik harapan akan adanya campur tangan Tuhan dalam hal ini.

Aku tetap maju dalam pertempuran perang saudara ini, akan tetapi hatiku aku tautkan kepada Tuhan saja ! Aku bertobat…. ‘Ampuni aku Tuhan’ …bisikku dalam –dalam.

Kami bersiap. Hatiku berdebar. Orang-orangku tidak bertanya apa-apa, tetapi sorot mata mereka selalu melihat ke arahku. Dengan pandangan mataku,  aku selalu seperti meyakinkan mereka bahwa kita tetaplah prajurit sejati, apa pun keadaannya, dan siapa pun musuhnya.

Ini sudah resiko daripada sebuah dualisme.

Kami berangkat ke arah dekat Sunem sedang raja Saul berangkat dan mengumpulkan seluruh orang Israel dan berkemah di Gilboa.

Pergerakan kami terus melaju, segala tentara orang Filistin berjanji untuk berkumpul di Afek, sedangkan orang Israel berkemah dekat mata air yang di Yizreel. Hatiku berdebar-debar. Kami sedang merapatkan barisan, kami sedang upacara persiapan perang, semua barisan sedang diatur dan dipersiapkan sematang-matangnya. Pasukan dibagi dalam pasukan-pasukan  seratus dan seribu. Karena aku pengawal pribadi raja Akhis, tentu saja aku berjalan di belakang beliau, dan orang-orangku yang keenamratus itu juga berjalan di belakangku, jadi raja Akhis dibuntuti banyak sekali orang, dan yang paling depan sekali atau yang paling dekat sekali dengan raja Akhis ya aku tentunya.

‘Apa gunanya orang-orang Ibrani ini? ‘

Begitu komentar para panglima orang Filistin ketika melihat kami lewat di depan mereka menyertai raja Akhis.  Walaupun mereka berbicara dalam bahasa Filistin, tentu aku mengerti artinya, selama satu tahun empat bulan tinggal di area Filistin tentunya aku cukup belajar banyak bahasa mereka. (3*)

Raja Akhis ditanya seperti itu ya tidak diam saja, dia pun menjawab…

‘Bukankah dia itu Daud, hamba Saul, raja Israel, yang sudah satu dua tahun bersama-sama dengan aku, tanpa kudapati sesuatu pun kesalahan padanya sejak saat ia membelot sampai hari ini?’

Ow ow…lihat reaksi para panglima Filistin itu..!! Mereka marah, matanya melotot, nadanya tinggi, dan lihat saja …apa yang mereka katakan  kemudian !

‘Suruhlah orang itu pulang, supaya ia kembali ke tempat, yang kautunjukkan kepadanya, dan janganlah ia pergi berperang, bersama-sama dengan kita, supaya jangan ia menjadi lawan kita dalam peperangan. Sebab dengan apakah orang ini dapat menyukakan hati tuannya, kecuali dengan bemberi kepala-kepala orang-orang ini? Bukankah dia ini Daud yang dinyanyikan orang secara berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian:

Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa..?’

Nah lhoh….!!! Aku menahan senyum…ini memang yang Tuhan mau, dengan cara-Nya aku diluputkan dari berperang melawan raja Saul, raja Israel itu, diluputkan dari berperang melawan saudara sebangsa setanah air….hmmmmm diam-diam Tuhan tetap bekerja, sekalipun sudah enam belas bulan ini aku merasa jauh dari –Nya.

Aneh sekali, ….lagu para fans itu kini muncul lagi…. Lagu itu muncul untuk pertama kalinya saat aku menang berperang…ya biasa deh, itu kan kerjaan para fans yang rada aneh juga, menyambut aku sambil menari-nari…menyanyi-nyanyi…sampai lagu itu juga yang bikin raja Saul iri dengki padaku….gara-gara lagu itu juga aku menjadi buronan raja bertahun-tahun…dan gara-gara lagu itu juga aku pernah berpura-pura gila di depan raja Akhis, raja Gat, ketika pertama kali aku bertemu raja Akhis ini…..dan gara-gara lagu itu juga aku diluputkan dari perang saudara ini……hmmmmmm benar benar lagu yang luar biasa ! Lagu yang benar-benar terkenal dan fenomenal……Orang Filistin aja hafal syairnya, hafal nadanya, dan bisa menyanyikannya dengan sangat fasih sekali…rupanya lagu itu sudah dari mulut ke mulut…… Rupanya orang Filistine sangat takut sekali padaku gara-gara lagu itu…!!! ha ha ha ha…padahal aku ini siapa sih? Lha wong aku ini cuma sebuah alat di tangan Tuhan, hanya sebuah obeng atau scrup saja,….alat…alat saja ! tidak lebih !! Ha ha ha ha

Dan mereka menyarankan Raja Akhis menyuruh aku pulang ke tempat yang ditunjuk…hmmm kemana lagi kalau bukan ke Ziklag !! Mereka tidak akan berani menyuruh aku pulang ke Israel, bisa-bisa aku memperkuat barisan Israel melawan mereka !! Tapi raja Saul mengajak aku berperang bersama? Hmmm rasa-rasanya lebih tidak masuk akal lagi ! Mereka tidak tahu itu ! Ziklag memang sudah tempat yang tepat untuk dikatakan PULANG. Aku terhindar dari memerangi baik raja Saul dengan seluruh jajaran tentaranya, maupun memerangi raja Akhis yang sudah sedemikian percaya padaku dan menolong aku dalam satu tahun empat bulan belakangan ini.

Sebentar-sebentar…jangan senang dan lega dulu ! Kita lihat dulu bagaimana jawaban raja Akhis ! Bagaimanapun dia itu kan raja…sedang orang-orang yang protes itu kan Cuma para panglima….

Itu dia, raja Akhis memanggil aku….hatiku berharap banyak, agar Tuhan benar-benar menghindarkan aku dari perang saudara ini !! Jika tidak karena Tuhan ini semua pasti mustahil….betapa percayanya raja Akhis ini padaku !! Semua actingku selama ini beserta orang-orangku itu benar-benar sudah menyakinkan dia !!

‘Demi TUHAN yang hidup, ….’

Raja Akhis menyebut nama Allah Israel !! Dia berkata Demi Yehovah yang  hidup !! Hmmmmmm pergaulanku dengan dia selama ini ternyata bisa memberi pengaruh padanya, karena walau tinggal di area Filistin, amit-amit kalau aku ikut-ikutan menyembah dewa-dewa mereka !! No way ! Menyebut-nyebut nama dewa-dewa mereka saja tidak akan pernah ada dalam kamusku ! Tapi kalau raja Akhis menyebut nama Allah Israle…waaaauuuuu !!!!

‘Engkau ini orang jujur dan aku memandang baik, jika engkau keluar masuk bersama-sama dengan aku dalam tentara, sebab aku tidak mendapati sesuatu kejahatan padamu, sejak saat engkau datang kepadaku, sampai hari ini; tetapi engkau ini tidak disukai oleh raja-raja kota. Sebab itu pulanglah, pergilah dengan selamat dan jangan lakukan apa yang jahat di mata raja-raja kota orang Filistini itu. ‘

Yesssssssss!!! Sorakku dalam hati, tetapi uuuuppppssss! Senyum harus ditahan, tertawa jangan terlalu lepas ! Pasang wajah tegang….! Yups ! yups..begitu lebih baik..!

“Apa yang telah kuperbuat? Dan kesalahan apa yang kaudapati pada hambamu ini, sejak saat aku menjadi hamba kepadamu, sampai hari ini, sehingga aku tidak boleh ikut pergi berperang melawan musuh tuanku raja?”

Begitulah actingku…padahal hatiku bersorak sorai…Tuhan tetap yang paling aku kagumi seumur hidupku, tiada yang dahsyat seperti Dia  ! Dia tetap memegang percaturan politik dari dahulu hingga sekarang, hingga selama-lamanya. Walau terkadang aku tidak setia, Dia tetap setia dalam hidupku, walau aku terkadang melangkah keluar dari jalur-Nya, Dia tetap meluluskan prinsip dalam hidupku bahwa aku tidak akan pernah mau mengangkat pedang melawan raja Saul, biarlah orang yang diurapi Tuhan yang pernah menjadi majikanku, pasienku, rajaku, mertuaku dan kini menjadi ‘lawan’ politikku itu menjadi urusan Tuhan sepenuhnya, aku tidak ingin menjamah satu senti pun dari hidupnya. Cara-Nya memang unik dalam memundurkan aku dari peperangan ini. Aku sadar sepenuhnya, saat aku ada di area musuh, memakai topeng dan hidup dalam dualisme, bukannya Tuhan yang jauh dariku, tetapi aku yang menjauh dari-Nya. Toh terbukti sekarang ini, bahwa Dia tetap mengawasi aku lekat-lekat…sungguh lekat !

“Aku tahu, engkau ini memang kusukai seperti utusan Allah. Hanya, para panglima orang Filistin telah berkata: Ia tidak boleh pergi berperang bersama-sama dengan kita. Jadi bangunlah pagi-pagi beserta orang-orang tuanmu ini yang datang bersama-sama dengan engkau, bangunlah kamu pagi-pagi, segera sesudah hari cukup terang bagimu, dan pergilah.”

Waaauuuu raja Akhis menyukaiku seperti aku ini malaikat utusan Allah !!  Puji Tuhan !! Sebuah kalimat yang sangat mentakjubkan ! Dia menyuruh besok agak siang berangkat pulang !

Yuuuuppppssssss!!!! Keren ! Pulaaaaaaangggggggggggg !! Dengan cara Tuhan, Tuhan memang tahu hatiku, semua yang ada di balik topeng ini Tuhan tahu. Tuhan tahu kalau aku tidak bersorak atas peperangan ini, aku sama sekali tidak bernafsu mengangkat pedang memburu raja Saul, aku sama sekali tidak berniat mengerahkan semua pahlawan-pahlawan gagah perkasa yang selama ini sudah membantu aku berperang selama aku tinggal di Ziklag ! Pulang ! Itu justru yang melegakan aku…! Tuhan yang tahu itu semua !

Malam itu adalah malam yang melegakan !

Pagi segera datang, fajar telah datang, tidak perlu menunggu agak siang, sebaiknya pagi-pagi benar kami bergegas ! (*4)

Dari Afek kami pulang ke negri filistin dan mereka bergerak maju ke Yizreel. Afek yang bersejarah. Afek adalah saksi mata atas hidupku, bahwa Tuhan ternyata tidak pernah meninggalkan aku sedetik pun !

 

(*1

Keterangan lain tentang keadaan posisi sikap pilihan Daud di Ziklag ini dapat kita lihat pada I Tawarikh 12: 1-22 Dimana pada ayat 19, jelas – jelas Daud dikatakan bersama-sama dengan FILISTIN memerangi Saul ! )

(*2  I Taw 12: 19-22)

(*3 bandingkan saat pertama Daud di wilayah Gad ini , untuk mengerti perkataan orang Filistin, Daud harus lebih memperhatikan perkataan mereka I Sam 21; 12)

(*4 kata pagi yang dipakai oleh raja Akhis  di auat 10, berbeda dengan kata pagi yang dipakai dalam ayat 11)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar