MINGGU XXVII GAYA BAHASA AYAH DAN BUNDA PADA ANANDA SETELAH DILAHIRKAN


MINGGU XXVII

GAYA BAHASA AYAH DAN BUNDA

PADA ANANDA SETELAH DILAHIRKAN

Ditulis dengan anugrah Tuhan oleh Grace Sumilat S.MG

http://www.jeniuscaraalkitab.com

 

Minggu lalu kita sudah belajar bagaimana kita harus berkata-kata ‘kehidupan’ pada saat kita sedang dititipi janin dalam keluarga kita.

Minggu ini kita akan belajar bagaimana kita harus berkata-kata ‘kehidupan’ pada saat anak ini sudah dilahirkan, menjadi bayi, kanak-kanak, anak-anak , remaja, pemuda bahkan sampai dia kelak bisa menjadi ayah dan ibu seperti kita sekarang ini. Sehingga pola yang baik ini akan menjadi sebuah awal sebuah pola baru untuk kelak nun jauh di depan nanti, cucu-cucu kita akan mendapat penerusan pola yang baik ini dari anak-anak kita yang sedari dini sudah mendapat pola perkataan ‘kehidupan’ dalam pola asuh kita pada mereka.

Bagaimana kalau kita sudah punya anak pertama, anak ke dua, dan seterusnya. Mereka sudah besar-besar, dan mereka sudah terlanjur mendapat pola asuh yang salah dengan penggunaan kata-kata ‘kematian’ yang kita gunakan di hari lampau? Tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Pada anak yang ke sekian inilah kita akan membuat sebuah pola baru, yaitu memperkatakan ‘kehidupan’ dan bukan kata-kata ‘kematian’.

Bagaimana kalau ini adalah anak pertama kita? Bagus sekali !! Sejak dalam kandungan dia sudah kita biasakan mengalami pola baru, dan kini setelah dia dilahirkan kita akan lanjutkan dengan pola baru yang berintisari pada ‘kata-kata kehidupan’.

Tentu saja , tidak mudah bagi kita masuk dalam sebuah pola baru. Oleh karena itu kita harus saling mengingatkan antara suami dan isteri, sehingga ayat ini, terus menjadi patokan dalam hidup perkataan lidah kita.

Amsal 18:21

Hidup dan mati dikuasai lidah,

siapa suka menggemakannya,

akan memakan buahnya.

Baik, sekaranglah saatnya kita mempelajari pola-pola perkataan yang salah yang kita warisi dari pola asuh yang salah dari orang tua kita, dan bagaimana mengubahnya menjadi pola asuh perkataan yang baru dan yang ‘menghidupkan’ dan yang baik, yang akan kita berikan sebagai pola baru kepada anak-anak kita. Ayo kita pelajari sebelum anak ini dilahirkan, sehingga kelak kita dapat terus berlatih dari pola –pola apik ini !

 

GAYA BAHASA MENGUTUKI DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA MEMBERKATI

  1. “Dasar anak bodoh…gitu aja nggak bisa…!”

 

Inilah yang disebut GAYA BAHASA MENGUTUKI ANAK.

 

Anak yang sering dikutuk seperti contoh di atas, akan berpikir…’aku anak bodoh’, dan lama kelamaan dia akan berkata pada dirinya sendiri …’mama bilang aku bodoh, papa juga bilang hal yang sama…guruku di sekolah juga sering bilang begitu…guru sekolah mingguku juga sama…berarti aku memang anak bodoh. Kalau gitu buat apa aku belajar…? Percuma belajar….aku kan bodoh ?! Aku nggak mungkin jadi anak pandai. Mulai sekarang aku tak mau belajar lagi’

INGAT ! MATI HIDUP DIKUASAI LIDAH…SIAPA SUKA MENGGEMAKANNYA AKAN MEMAKAN BUAHNYA.

Mengapa anda tidak mengganti dengan kalimat seperti ini ?

    • “Mama yakin, kalau kamu mau berusaha, kamu pasti bisa.”
    • “Ibu guru yakin, kamu adalah anak yang diberi Tuhan kepandaian, ayo…coba lagi…dan kita akan buktikan bahwa kamu lebih pintar dari yang kamu duga”
    • “Dulu saat mama lahir jadi bayi juga tidak langsung bisa matematika. Mama bisa matematika juga karna berusaha dan belajar, akhrinya bisa juga. Dan mama yakin, kamu pasti bisa…ayo kita berdoa dulu sebelum belajar minta kepandaian dari Tuhan.”

 

MEMBUANG GAYA BAHASA MENGEJEK

  1. “Hai…ndut…sini!! Ya…kamu yang endut..”

 

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MENGEJEK

 

Orang dewasa merasa panggilan ‘ndut’ karna si anak bertubuh gendut/gemuk adalah panggilan yang lucu dan menggelikan. Terkadang ada yang dipanggil dengan ‘sek’ karna pesek hidungnya, ‘ting’ karna kriting rambutnya ‘gro’ karna kulitnya hitam seperti orang negro , dll

Lucu memang bagi orang dewasa, tetapi bagi sang anak- itu tidak lucu sama sekali. Ia punya nama yang bagus dari orang tuanya, misalnya namanya “Agung”, orang tua ingin dia jadi orang yang agung kelak ketika dewasa. Tetapi panggilan ‘ndut’ itu akan terbawa sampai ia besar dan dewasa nanti, karna sejak kecil dibiasakan seperti itu, kaum kerabat memanggil dengan panggilan yang sama, tetangga memanggil dengan panggilan yang sama, dan terus berlanjut sampai dia dewasa.

Anak yang mendapat julukan karna keterbatasannya secara fisik di masa kecil akan bertumbuh menjadi anak yang mengalami GAMBAR DIRI YANG RUSAK.

Gaya bahasa mengejek terkadang juga dijumpai di kalangan guru sekolah minggu misalnya seperti ini “Namamu siapa dik?””Namaku Amora, Kak!” “Ooooooh Amoral…!” semua anak ketawa mendengar lelucon sang kakak, tetapi si anak bernama Amora (yang artinya cinta) pipinya memerah karna malu. Sejak saat itu teman-teman memanggilnya Amoral (tidak bersusila). Mengapa seperti itu? Karna kakak sekolah minggu yang memberi contoh.

Anak yang mendapat ejekan karna namanya yang dijadikan lelucon

kan mengalami GAMBAR DIRI YANG RUSAK

Mengapa anda tidak mengganti dengan kalimat seperti ini ?

    • “Gung sini Gung….anak yang ganteng ya…?! Badannya bagus-jeh….karna makannya cukup.”
    • “Agung yang badannya tegap itu…ya kamu…!! Sini sayang…!”
    • “Amora ? Waaah nama yang cantik seperti orangnya.Jadilah seperti namamu…penuh cinta kasih pada semua orang ya?.”

 

GAYA BAHASA PRASYARAT DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA PENERIMAAN YANG TULUS

 

  1. “Kalau kamu doanya keras suaranya…nah itu baru anak mama/ nah itu baru murid Ibu …”

“Kalau ulangan dapat 10….nah itu baru namanya anak yang pandai”

“Kalau kamu selalu nurut pada papa dan mama….nah itu baru namanya Anak kesayangan papa dan mama”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA PRASYARAT

Kasih yang agape itu adalah kasih yang tidak bersyarat. Kasih yang Agape itu adalah kasih dengan rumus ‘Walaupun’

“Walaupun kamu kali ini dapat  nilai 4 , kamu tetap anak kesayangan mama.

Mama janji, besok kalau ulangan lagi, kita akan pelajari bagian-bagian mana yang sulit untuk kamu, dan kita akan kejar ketinggalan itu…oke…? Toas dulu dengan mama…!!”

Saat sang anak mendapat gaya bahasa prasyarat, dia akan berpikir seperti ini ‘berarti kalau doaku suaranya kecil, aku tidak diterima mama jadi anaknya, baik

mulai sekarang supaya aku jadi anak mama, aku akan berdoa dengan suara keras’

Lihat disini, motifasi dia berdoa dengan suara keras, adalah agar dapat diterima oleh sang mama. Anak yang bertumbuh seperti ini akan menjadi anak yang TERTOLAK , dan semua prestasi yang dikejarnya, dilakukan dengan motifasi yang salah, berdoa keras bukan supaya kata-kata terdengar jelas, dan belajar bersuara lantang sebagai calon pemimpin, melainkan hanya supaya dapat disayang oleh mama. Motifasi yang datang hanya dari luar tanpa diawali dan diimbangi oleh motifasi dari dalam,  akan sangat membahayakan. Suatu saat ketika ia dewasa nanti, dia akan mengalami yang namanya lost motivation / hilangnya semangat bekerja/ hilangnya motifasi diri, karna ada penolakan dari orang-orang di sekelilingnya., dia akan berpikir seperti ini ‘buat apa kau kerja keras dengan baik…toh bossku ndak sayang aku kog…’

Mengapa anda tidak mengganti dengan kalimat seperti ini ?

    • “Ayo doanya dengan suara yang lebih keras lagi ya…kamu kan calon pemimpin…pemimpin itu suaranya lantang dan kata-katanya jelas. Oke ? Kita ulangi lagi ya doanya….pandai anak mama.”
    • “Mama tahu kamu pandai matematika. Mama tahu sebenarnya kamu mampu mendapat nilai 10, apalagi soalnya ini gampang-gampang. Mungkin di nomor 7 itu kamu harus belajar lebih teliti lagi. OKE ?! Mama sayang kamu nak…Mama harap kamu belajar teliti. OKE?”
    • “Mama mendisiplin kamu karna mama sayang. Kalau mama tidak sayang, tentu mama biarkan saja kamu tinggal dalam dosa, Mama sayang kamu . Bertobat ya….dan belajarlah TAAT pada papa dan mama.Ayo minta ampun pada Tuhan….dan besok mulai kebiasaan yang baik oke?”

 

GAYA BAHASA PRADUGA YANG NEGATIF DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA BERPIKIR POSITIF

  1. “Ini pasti karna kamu nggak belajar..ya kan?!”

“Kamu minggu lalu bolos ke sekolah minggu kan?”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA PRADUGA NEGATIF

Anak kita terkadang mendapat nilai jelek, bukan karna tidak belajar, tetapi bisa jadi karna ia belum mengerti topic yang sedang dibuat bahan ulangan, atau bisa juga karna ia terlalu lelah fisiknya sehingga tidak mampu menyerap pelajaran dengan baik, bisa juga karna ia sedang sakit. Anak saya sendiri pernah ulangan matematika dapat nilai 4, ternyata setelah bertanya baik-baik, barulah saya mengerti duduk persoalan yang sebenarnya, yaitu karna di bagian bab itu dia kurang mengerti materi intinya. Setelah saya terangkan dengan teliti, saya beri soal-soal latihan, akhirnya dia pun di ulangan berikutnya dengan bahan yang sama dapat nilai bagus.

Anak tidak ke sekolah minggu juga belum tentu karna bolos, mungkin saja dia  dipaksa ikut orang tua ke luar kota, padahal dalam hatinya yang terdalam ia sebenarnya rindu ke sekolah minggu. Jika kita tidak memberi kesempatan anak-anak menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi, kita akan mencetak mereka menjadi anak-anak yang tertutup. Pikir mereka ‘buat apa diterangkan duduk persoalan yang sebenarnya…paling-paling orang-orang tua itu juga nggak percaya sama penjelasanku’ Tindakan apriori (praduga negative) seperti ini akan menghambat anak-anak bertumbuh menjadi orang yang terbuka transparan dan komunikatif

Mengapa anda tidak mengganti dengan kalimat seperti ini ?

    • “Papa ingin tahu….kenapa ulanganmu kali ini kog bisa dapat nilai 4? Coba papa ingin tahu, kamu dapat nilai 4 itu karna kamu belum mengerti pelajaran ini, atau karna gurumu salah menilai, atau karna pada saat ulangan kamu sedang pusing?”
    •  “Minggu lalu kog nggak ke sekolah minggu, kenapa sayang ?”

 

 

 

GAYA BAHASA ANCAMAN DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA MEMOTIVASI

 

  1. “Ayo cepat habiskan makanan ini…kalau tidak….tidak jadi diajak papa ke Mall lho !!”

“Kalau nggak mau mandi, lebih baik kita tidak jadi pergi”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA ANCAMAN

Terkadang orang tua atau guru memberi ancaman agar si anak menurut. Sekali dua kali mungkin cara ini berhasil agar membuat si anak menurut karna takut dihukum. Tetapi ketika dia sudah besar, dia menyadari bahwa ancaman itu tidak benar-benar dilakukan, misalnya saat ia tidak menghabiskan makanan, toh ia tetap di ajak ke Mall. Akhirnya ancaman-ancaman seperti itu tidak dianggapnya serius. Akhirnya ketika seuatu ketika orang tua benar-benar menentapkan sangsi atau hukuman yang sesuai dengan perilakunya yang sudah memuncak, ia pun menganggap semua aturan itu sebagai ‘mainan’ yang tidak serius. Anak yang dibesarkan dengan cara seperti ini akan bertumbuh menjadi anak yang melakukan sesuatu bukan dari motifasi intern dari dalam dirinya sendiri , melainkan baru bekerja kalau ada ancaman dari pihak ekstern atau di bawah tekanan atau di bawah kejaran deadline/ baru bekerja pada tekanan berupa target, pengawasan atasan, teguran keras, audit, target waktu, dll. Lebih gawat lagi, kalau itu sampai mempengaruhi mengalirnya ide/ inspirasi harus dibawah tekanan dalam berbagai bentuk seperti yang saya jelaskan di atas, dimana tanpa tekanan idenya tidak bisa keluar. Hal itu akan sangat tidak menguntungkan dimana sebenarnya banyak hal bisa kita kerjakan dengan lebih baik jika tidak dalam keadaan terburu-buru pada detik terakhir.

Mengapa anda tidak mengganti dengan kalimat seperti ini ?

    • “Sebelum kita berangkat ke Mall, kita makan dulu. Dihabiskan ya…biar kalau nanti kita jalan-jalan perut kita sudah kenyang. OKE?”
    • “Sebelum kita pergi enaknya mandi dulu, sehingga badan menjadi segar dan wangi….”

 

GAYA BAHASA MENIPU DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA KEJUJURAN YANG PENUH HIKMAT

 

  1. “Jangan makan berutu ini…nggak enak !”

“Kalau berendam kelamaan di air ini, nanti airnya nangis…”

“Ice Cream ini pahit kog….nggak usah ikut makan ya…?”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MENIPU

Orang tua memiliki tujuan tertentu, misalnya mau menyisihkan berutu untuk ayah yang belum datang, ingin si kecil segera keluar dari air, ingin si kecil terhindar dari pilek sehingga lebih baik jangan makan ice cream dulu, dlsb. Tetapi semua tujuan baik itu disampaikan dengan cara berbohong pada anak, dengan alasan toh si anak juga tidak mengerti kog kalau kita itu bohong.

Pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang salah. Bohong itu adalah dosa, dan jika kita sering membohongi anak, kita memberi teladan yang salah. Terkadang kita juga tidak mengerti batas yang jelas, sejak kapan si anak ini yang terus bertumbuh mulai menyadari bahwa Ice Cream itu tidak pahit seperti yang selama ini dikatakan kepadanya. Tanpa kita sadari, saat suatu ketika dia menyadari bahwa perkataan kita dulu bahwa Ice Cream itu pahit tidak terbukti, saat itulah dia kehilangan kepercayaan pada kita. Kepercayaan yang ingin kita bangun bersamanya bisa runtuh seketika dalam sedetik. Dan untuk mengembalikan lagi kepercayaan itu seperti sedia kala tidak mudah…apalagi jika gaya bahasa menipu ini sudah menjadi ‘modus operandi’ kita. Anak yang dibesarkan seperti ini akan bertumbuh menjadi anak yang tidak berintegritas, saat dia remaja nanti dia akan melakukan hal yang sama ‘menipu orang tuanya’ dengan alasan, toh orang tua tidak akan tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Mengapa kita tidak mengganti dengan kalimat seperti ini?

“Berutu ini ingin mama berikan pada papa, tetapi papa baru pulang nanti malam. Jadi biarkan berutu ini untuk papa ya…? Kita makan bagian yang lain.”

“Berendam terlalu lama itu kurang baik, lihat kamu sudah kedinginan dan jari-jarimu sudah berkerut, yok kita keluar dari air kolam ini….mama sudah siapkan minyak kayu putih untuk menghangatkan tubuhmu…Kapan-kapan kita berenang lagi di sini. Kamu mau?”

“Lain kali, saat kamu tidak pilek, kamu juga boleh ikut makan ice cream seperti yang lain. Nih sebagai gantinya mama berikan biscuit kesukaanmu”

 

GAYA BAHASA MEMBANDING-BANDINGKAN DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA MENERIMA KEUNIKAN

  1. “Lha mbok kamu itu seperti kakakmu itu lho…rangking satu terus…, kamu itu kog ulangan Cuma dapat 7”

“Kamu itu mbok seperti anaknya Tante Lia itu lho…rajin, nurut sama mamanya, manis, nggak rewel”

“Dari semua anak mama, Cuma kamu yang aneh”

“Dari semua cucu Eyang, Cuma kamu sendiri yang nggak bisa main musik”
”Kakakmu itu lho pinter…pinter masak, pinter ngatur rumah…pinter dandan…pinter bikin kue…lha kamu apa? Bisanya cuma ngetik -ngetik aja, besok kalau kamu nikah piye? nggak bisa masak seperti kakakmu itu !”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MEMBANDING-BANDINGKAN

Setiap anak memiliki keunikan tersendiri, mulai dari cirri-ciri fisiknya, sifatnya, talentanya, pergaulannya, prestasinya, cara berpikirnya, gaya berpakaiannya, dll Tetapi tidak jarang ada model orang tua yang selalu membanding-bandingkan sang adik dari kakaknya, sang kakak dari adiknya, sang anak dari anak tetangga, sang anak dengan sepupunya, sang anak dengan anak lainnya. Orang tua yang seperti ini ingin anaknya se’pandai’ anak lain, se’nurut’ anak lain, se’normal’ anak lain, bertalenta seperti anak lain, bahkan kalau bisa talentanya se’mirip’ mungkin dengan talenta sang mama atau papa.

Sadarilah bahwa setiap anak tidak sama dalam hal kemampuannya, mungkin sang kakak kuat di akademis, tetapi tidak pernah mengasah kemampuan berbisnis sejak kecil, tetapi sang adik yang kemampuan akademisnya lemah, tetapi punya kepandaian berbisnis kecil kecilan, jual pita rambut, jual buku tulis, dll sampai bisa membeli mainan dengan uang sendiri. Hal demikian tidak dijumpai dari sang kakak. Mari banggalah dengan sang kakak yang ‘juara kelas’ dan milikilah kebanggaan dengan sang adik yang ‘pedagang cilik’. Seharusnya yang benar adalah begini ; si anak memiliki kemampuan lebih dibandingkan anak lain, dan itu pasti ada, walaupun kemampuan itu tidak harus sama dengan orang lain bidangnya.

Saat seorang anak dituntut menurut pada orang tua , bersikap manis tidak rewel , tetapi dengan embel-embel ‘tuntutan’ agar melakukannya seperti sang kakak, atau seperti anaknya si tante anu, atau anaknya si tetangga sebelah, sang anak akan bertumbuh menjadi anak yang selalu merasa DITUNTUT, dan bertumbuh menjadi anak yang TIDAK DIHARGAI KEBERADAANNYA serta menjadi anak yang TERTOLAK.  Seharusnya yang benar adalah begini: si anak harus menjadi taat, karnya memang dia harus taat, bukan karna dia harus seperti anak lain yang taat.

Sadarilah bahwa terkadang ada anak-anak yang bakatnya sangat berbeda dengan generasinya.  Misalnya dalam sebuah keluarga kebanyakan menguasai musik, tetapi ada salah satu sepupu yang dia jalurnya bukan musik tetapi Fisika. Sepertinya nggak nyambung kan? Ternyata setelah diurut-urutkan , kakek dari generasi yang keempat di atas garis keturunan papa, adalah ahli Fisika.

Itulah yang dinamakan genetika lompat generasi. Jangan heran dengan anak-anak seperti ini, dan jangan vokus pada keberbedaan dia dari generasinya, ‘hanya dia yang bukan musisi’, hanya dia yang bukan dokter, hanya dia yang bukan guru, dll tetapi ganti dengan ‘ada satu yang jadi ahli fisika, dia melengkapi keragaman keluarga kami’

 

Sang kakak mungkin  pintar dalam urusan rumah tangga dan seolah-olah siap menjadi ibu rumah tangga sejati seperti sang mama. Sang adik mungkin tidak bisa memasak, bisanya hanya mengetik-ngetik saja, dan sepertinya tidak siap memasuki dunia keluarga ‘kelak’ ketika dia dewasa.

Pemikiran seperti itu tidak sepenuhnya benar, karna pada zaman yang semakin sulit, semua perempuan juga mau tidak mau harus dituntut untuk kelak bisa bekerja di kantor, memiliki usaha sendiri, dlsb. Pemikiran tersebut juga tidak sepenuhnya salah, karna seorang perempuan memang dituntut juga untuk pandai mengatur rumah tangga dan untuk itu harus dipersiapkan sejak dini. Lalu bagaimana caranya menjadi mama yang bijak?

Doronglah sang kakak untuk juga pandai berorganisasi, memiliki kompetensi lain selain mengurus rumah, berlatih mengembangkan bakat, dll Doronglah juga sang adik untuk mulai perduli terhadap urusan rumah tangga sebagai ajang latihan dan bekal untuk hidupnya kelak. TETAPI INGAT ! SAAT MENDORONG MEREKA TIDAK PERLU HARUS DENGAN CARA MEMBANDING-BANDINGKAN DAN BERKESAN MENUNTUT

Anak yang bertumbuh menjadi anak yang disbanding-bandingkan, akan mengalami LUKA BATIN, dan akan bertumbuh menjadi anak yang condong mudah IRI HATI terhadap orang lain, MINDER jika berhadapan dengan orang lain yang berkemampuan lebih, serta GAGAL MELIHAT POTENSI DIRI.

Mengapa tidak anda ganti dengan bahasa seperti ini:
”Mama tahu kamu itu pandai berbisnis. Tapi kamu juga harus pandai-pandai bagi waktu ya…waktunya belajar ya untuk belajar. Bisa tidak kamu usahakan supaya ulangan berikutnya nilainya ditingkatkan ?” (tidak perlu diberi embel-embel “seperti kakakmu itu lho…nilainya di atas 7 terus….”)

 

“Hari ini mama percaya kamu akan jadi anak manis, dan baik, nurut dan taat. Mama tahu, kamu mampu untuk itu” (tidak perlu diberi embel-embel ‘seperti anaknya Tante Lia itu lho…”

“Mama tahu….kamu pandai fisika bukan seperti Eyangmu, tetapi seperti Eyang buyutmu, walaupun saudaramu yang lain semua dunia musik, ya ndak papa, kamu itu unik, kamu kebanggaan mama juga sama seperti mama bangga pada semua kakak-kakak dan adikmu”

Bisa sebenarnya anda berkata seperti ini “Untuk urusan rumah tangga, kamu sudah oke kak…dan mama dorong kamu untuk mengembangkan talentamu dalam design kostum, suatu saat pasti akan berguna untuk hidupmu kelak “

tanpa harus diberi embel-embel “seperti adikmu itu lho…pinter ngetik, suatu saat kan dia bisa jadi sekretaris…?”

“Untuk urusan mengetik memang kamu adalah calon sekretaris yang handal, tetapi mama punya usul, bagaimana kalau sekretaris cilik ini juga belajar untuk jadi koki cilik ?’ tanpa harus diberi embel-embel ‘seperti kakakmu itu lho…pinter masak’

Berbeda halnya bila kita ingin mengajak sang adik meneladani apa yang sudah diperbuat oleh sang kakak. Yang bisa kita perlakukan seperti  ini hanyalah berkaitan dengan ‘karakter’-nya saja, bukan ‘bidang’ kemampuannya. Saya akan ajak anda membadingkan antara kalimat yang salah dan kalimat yang benar: (kalimat pertama yang salah, kemudian dilanjutkan dengan kalimat yang benar)

  • Lha mbok seperti kakakmu itu lho….pandai bermain piano, masa kamu tidak bisa bermain piano sehebat kakakmu…? Payah !!
    • Kita mencontoh yang baik dari kakak, kakakmu itu pandai bermain piano karna dia rajin berlatih. Papa tahu kamu tidak suka musik, tidak apa-apa. Kamu suka nya Fisika thoh…? Ayo teladani kakakmu yang rajin, kita contoh yang baik dari dia, kita juga harus rajin. Papa dorong kamu rajin berlatih Fisika menjelang olimpiade National mendatang. OKE?

Kalimat seperti ini tidak mengandung unsur TUNTUTAN atau MEMBANDINGKAN, tidak ada salahnya meneladani yang baik dari sang kakak, tetapi ingat…kalimat seperti ini jangan hanya ditujukan pada sang adik, tetapi sekali waktu kita seimbangkan dengan memberi nasihat yang sama pada sang kakak, misalnya seperti ini:

  • Kita mencontoh yang baik dari adik. Adik itu KREATIF dalam membuat percobaan-percobaan fisika. Bagaimana kalau selama liburan ini kita mencontoh kebaikan adik, papa akan kreatif dalam menata taman, dan kamu mencoba kreatif dalam mencipta lagu baru. Setuju?

Anak yang dibesarkan dengan cara ini : akan mengagumi kelebihan saudaranya. Tetapi anak yang selalu dikatakan “mbok kamu seperti kakakmu…seperti adikmu….dst” akan menjadi anak yang IRI HATI  dan bahkan MEMBENCI SAUDARANYA ITU.

Anda bisa melanjutkan memberi kata-kata positif untuk kasus-kasus lainnya, mengubah dari kalimat MEMBANDING-BANDINGKAN  dengan kalimat MENCONTOH YANG BAIK DARI ORANG LAIN.

 

GAYA BAHASA MENAKUT-NAKUTI ANAK DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA YANG BIJAKSANA

 

  1. “Awas lho ….nanti kalau nggak nurut kamu dimarahi kepala sekolah lho…lihat !! tuh…tuh! Ibu Kepala sekolah lewat…..”

‘Tuh, ada bapak Polisi, kalau kamu resel terus di mobil, nanti kamu ditangkap polisi itu lho…”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MENAKUT-NAKUTI anak

Anak yang sering dibesarkan dengan cara seperti ini akan menjadi anak yang bertumbuh dengan penuh rasa takut terhadap otoritas di atasnya (bedakan rasa takut dan rasa hormat – kalau hormat terhadap atasan itu bagus) , benci terhadap orang berseragam, dan menganggap semua polisi itu jahat, tukang marah, dll

Lebih parah lagi, ada orang tua yang menjadikan Yesus sebagai ‘momok’ bagi anak-anak.

“jangan nakal lho…nanti dimarahin Tuhan Yesus lho…”

Anak ini akan bertumbuh dengan memiliki bayangan bahwa Tuhan Yesus itu tukang marah, tukang marah-marah, dan Pribadi yang tidak mengenakkan

Menyuruh anak-anak taat, tanpa harus mengkait-kaitkan rasa taat itu dengan pribadi yang dijadikan alat untuk menakut-nakuti. Latih anak-anak taat bukan karna ‘takut’ tetapi latih anak-anak taat karna memang mereka harus belajar taat.

Mengapa anda tidak berkata seperti ini :

“ayo taat….taat….Tuhan Yesus senang kalau kita taat”

‘ayo ucapkan selamat pagi pada ibu kepala sekolah…’

‘tuh lihat dik…di jalan ada bapak polisi…ganteng ya dia…?” (saat kita mengajak dia melihat polisi, perhatiannya teralih dan dia sudah lupa dengan rewelnya tadi)

 

GAYA BAHASA BALAS JASA DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA HUBUNGAN YANG MURNI DAN TULUS

  1. “Kamu itu piye toooooh?! Semua yang kamu butuhkan papa sudah belikan, HP, Laptop, sepatu, baju dan semuanya….Tapi kog untuk urusan melipat selimut aja kamu nggak mau rajin”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA BALAS JASA

Anak diminta menurut sebagai balas jasa karna orang tua sudah merasa melakukan kewajibannya dengan baik terhadap sang anak.

Pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang sangat membahayakan, karna sang anak diajak ‘berhitung untung rugi’ dalam sebuah transaksi terselubung, seperti ini ‘Papa patut mendapatkan ketaatanmu , karna papa sudah ‘membayarnya’ dengan membelikanmu HP…Laptop…dll

Anak harus taat, walaupun tanpa embel-embel Fasilitas. Ketaatan yang mutlak adalah ketaatan tanpa syarat, ketaatan tanpa pamrih. Apakah itu berarti kalau kita jadi orang tua yang tidak sanggup mendanai itu berarti anak kita, kita biarkan bertumbuh menjadi anak pemberontak?

Tegur dia dengan tanpa menghubung-hubungkan unsure ketaatan yang kita minta dengan fasilitas yang kita berikan.

“Ayo selimutnya dilipat…, belajarlah disiplin dan rajin..”

kalimat seperti itulah yang seharusnya kita ucapkan.

Boleh tidak, kita menggunakan fasilitas sebagai salah satu alat pertanggung-jawaban  ? Boleh, apabila berhubungan kasus.

Misal – tidak melipat selimut – harus bertanggung jawab – dua hari tidur tanpa AC

  • memakai HP untuk berkata-kata sia-sia saat sms dengan teman-teman – satu minggu tanpa HP, HP disita mama., dst.

 

Tetapi tidak perlu berkata seperti ini “Sudah dipasang AC…ngelipat selimut aja nggak mau…dasar malas !”

ganti dengan kata-kata seperti ini

“Dua hari ini AC tidak boleh dinyalakan. Gunakan dua hari ini untuk melipat selimut dengan rapi. Kita lihat nanti, hari ketiga kalau sudah OKE, baru kita nyalakan lagi AC nya.”

 

GAYA BAHASA MENYINDIR GANTI DENGAN GAYA BAHASA KETERBUKAAN

  1. “Itu tuh…ada lho anak yang seperti siput….lelet banget…lamban sekali…”

 

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MENYINDIR.

Orang yang menyindir adalah orang yang berbicara dengan tidak langsung, melalui berbicara pada orang lain di hadapan orang yang disindir, atau dengan cara mengemukakan teguran pada orang itu tetapi dengan kalimat yang tidak  seolah-olah – jelas-jelas ditujukan pada orang itu.

anak yang dibesarkan dengan gaya bahasa menyindir, akan menjadi anak yang MINDER, dan penuh dengan KEMARAHAN TERPENDAM

Menyindir akan menutup pintu komunikasi yang sebenarnya. Anak yang disindir tidak diberi kesempatan untuk menyanggah, menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya dan tidak diberi kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati.

Mengapa tidak anda ganti dengan kata-kata seperti ini ;

‘Papa ingin kamu belajar lebih gesit lagi….belajar percepat tempomu berjalan…bertindak dan berpikir…OKE…?’

 

GAYA BAHASA OVER PROTEKTIF DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA YANG LEBIH BIJAKSANA

  1. “Jangan duduk disitu…nanti jatuh..!!”

“Jangan main itu…nanti rusak…mainannya…”

“Jangan pegang gelas ini…nanti tumpah airnya…”

“Jangan menangis dik..”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA OVER PROTEKTIF

Gaya bahasa over protektif adalah gaya bahasa yang keluar dari mulut orang yang cara mengasuhnya dengan cara SANGAT MELINDUNGI

Sedikit pengetahuan yang kita harus pelajari adalah bahwa anak-anak sangat kuat dalam hal bahasa gambar. Apapun yang mereka dengar, mereka akan gambarkan hal itu dalam imajinasinya, berupa gambar.

Saat kita berkata “Jangan lari…” yang tergambar di pikiran seorang anak adalah dia menggambarkan orang yang sedang berlari. oleh karna itu saat dilarang berlari, seorang anak justru akan berlari kencang.

Maka dari itu, kita harus belajar berkata “Stop…!” dan lihat hasilnya, dia pun akan

stop dari berlari.

Anak yang dibesarkan dengan Over Protektif akan menjadi anak yang TIDAK KREATIF , hal itu dipengaruhi karna apapun yang ingin kelakukannya semasa kecil dulu, selalu dilarang-dilarang, akhirnya dia pun TAKUT MENCOBA HAL BARU, TAKUT SALAH, TAKUT GAGAL, TAKUT DITERTAWAKAN, TAKUT RESIKO, TAKUT BAHAYA, DLL

Mengapa anda tidak menggantinya dengan kalimat seperti ini:

“Duduklah di sini, di sini lebih aman”

“duduk dengan hati-hati ya..itu sudah agak ujung lho…ada bahaya di situ”

“Jaga mainan ini baik-baik, supaya awet”

“Biarkan mama yang pegang gelas ini supaya airnya aman, nanti kalau kamu sudah besar boleh belajar memegang gelas kaca…..sekarang bolehnya gelas plastic dulu….agar aman …oke?”

“Ayo  senyum…senyum…”

Gaya bahasa seperti ini biasanya dikeluarkan oleh orang-orang yang hidupnya diliputi kekuatiran yang berlebihan, sehingga yang keluar dari perbendaharaan hatinya bukannya pengharapan akan sesuatu yang baik, melainkan kekuatiran akan terjadinya sebuah bencana, atau hal buruk lainnya.

Apakah boleh berkata pada anak anak “Berhati-hatilah….!” Boleh-boleh saja, karna itu alkitabiah, Tuhan pun memperingatkan Yosua dalam Yosua 1: 7…bertindaklah hati-hati….

 

GAYA BAHASA ANCAMAN DAN PENOLAKAN DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA PENERIMAAN

  1. “Kalau ndak dihabiskan makannya , emoh mama.” “Kalau ndak dirapikan mainannya, ndak mau mama.”

Itulah yang dinamakan gaya bahasa campuran antara GAYA BAHASA ANCAMAN  dan GAYA BAHASA PENOLAKAN

Di dalam kalimat itu tersirat hal-hal seperti ini, bahwa si orang tua ingin anak menghabiskan makanannya, ingin sang anak merapikan mainannya, tetapi cara penyampaiannya disertai ancaman, bahwa jika si anak tidak mau melakukannya, maka sang mama atau sang orang tua akan menolak anak itu. Lebih gawat lagi, tidak jarang orang tua yang bahkan lebih ‘tajam’ dalam berbicara dengan embel-embel seperti ini “Kalau ndak nurut, mama ndak sayang lagi lho….”

Pemikiran salah itu adalah pemikiran yang seperti ini, bahwa jika anak itu diancam akan tidak disayang lagi, dia akan takut kalau sampai tidak disayang, jadi akhirnya dia pun mau menurut. Ketaatan yang seperti ini adalah ketaatan yang didasari oleh motivasi yang salah. Seorang anak diharapkan untuk taat, bukan karna sebuah ketakutan kalau tidak disayang lagi atau tidak diterima lagi, tetapi haruslah karna kesadaran penuh bahwa dia harus taat karna memang begitulah yang seharusnya.

Anak yang dibesarkan dengan gaya bahasa seperti ini , akan bertumbuh menjadi anak yang sangat bergantung pada obyek lekatnya, misalkan obyek lekatnya adalah mama, dia tidak bisa terlepas dari mama, kalau obyek lekatnya yang sering berkata seperti itu adalah nenek, maka ia tidak bisa terlepas dari nenek. Suatu waktu saat sang anak harus mulai belajar terpisah dari orang tua, misalnya di kelas TK sudah tidak boleh ditungguin lagi di dalam kelas, mama harus menunggu di luar kelas, sang anak bisa-bisa menangis sejadi-jadinya karna ia punya ketakutan yang sangat besar, yaitu takut kalau tidak disayang lagi, takut kalau tidak diterima lagi.

Mengapa tidak anda ganti dengan kata-kata seperti ini :

“Ayo habiskan makanan ini, kita harus belajar menghargai makanan yang Tuhan berikan”

“Ayo belajar merapikan mainannya, kalau rumah rapi kan enak dilihat…?”

“Ayo nurut, ayo taat, hati Tuhan senang kalau kita taat.”

Mengapa ada orang-orang tertentu yang tanpa sadar mengasuh anak dengan gaya bahasa seperti ini ? Karna mungkin saja ia juga adalah pribadi yang tertolak sejak kecil atau bahkan sejak dalam kandungan, hal itu terbawa terus sampai ia menjadi orang tua. Ia mengeluarkan perilaku yang seperti itu dengan satu tujuan, adalah agar anak asuhnya, mungkin itu anak kandungnya, cucunya, murid-muridnya dll tidak menolak dia lagi seperti yang sudah dia terima perlakuan itu dari orang tuanya. Caranya agar tidak ditolak ? Dengan ancaman…..

awas lho kalau kamu tidak begini begitu…kamu kutolak…tunjukkan bahwa kalau kamu tidak menolak aku..kamu sayang aku…tunjukkan dengan cara nurut aku….semua yang kubilang harus kau lakukan, kalau tidak, berarti kau tidak sayang aku dan aku pun tidak sayang kamu.

Memang kata-kata itu tidak pernah keluar ke permukaan, tetapi itu sebenarnya yang terjadi.

Bagaimana kalau anda ingin menyatakan bahwa secara pribadi anda tidak setuju dengan apa yang dilakukan si kecil…? Boleh-boleh saja, misalnya

“Kalau makanan ini tidak dihabiskan, mama tidak setuju.”

Kalimat seperti itu sah-sah saja, karna yang tidak disetujui adalah tindakan si anak, bukan menolak pribadi si anak. Ketika kita menyatakan tidak setuju, si anak belajar memahami bahwa mama dan papa memiliki prinsip-prinsip kehidupan yang ingin diajarkan.

Berbeda kan kalau kalimatnya seperti ini

“Kalau makanan ini tidak dihabiskan, emoh mama, ndak mau mama”

kalimat yang seperti itu adalah kalimat penolakan pada pribadi si anak.

 

GAYA BAHASA CEDAL DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA DENGAN ARTIKULASI YANG JELAS

  1. “Mau ikut mama PELGI ke PACAR….?” “Ayo bilang MAACI…” “Jadi kamu mau makan naci GOLENG… dan minum ES JEYUK….?”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA TIRU POLA ANAK

Perhatikan yang saya tulis dengan huruf besar semua…itu adalah cara bicara anak-anak yang belum jelas/ masih cedal/celat dimana sang anak belum bisa mengatakan R dan huruf-huruf lainnya dengan jelas. Tetapi ada juga pengasuh atau orang tua atau guru sekolah minggu yang juga mengatakan pada anak dengan cara menirukan gaya anak berbicara yang belum jelas seperti itu.

Anak yang diasuh dengan asuhan seperti ini, akan mengalami kesulitan berbicara untuk jangka panjang. Mengapa? Karna yang betul adalah sang anak meniru orang dewasa, sehingga lama kelamaan bicaranya akan semakin sempurna, bisa mengucapkan r dengan jelas dlsb. Tetapi apa jadinya kalau yang terjadi adalah yang sebaliknya?

Yang terjadi adalah sang anak tetap tidak terdorong untuk memperjelas r nya, toh orang dewasa di sekelilingnya juga cara bicaranya sama dengan dia…bahkan dia bangga, karna gaya bicaranya itu ditirukan oleh orang dewasa di sekitarnya.

Apalagi kalau gaya bicara yang belum jelas ini diucapkan sebagai bahan lelucon atau bahan olek-olok di depan para tamu atau teman papa mama, sang anak mungkin akan memiliki GAMBAR DIRI YANG RUSAK sehingga lama kelamaan dia enggan berbicara pada siapa pun juga.

Kalau anda memiliki anak yang belum jelas bicaranya, tidak seperti teman-temannya yang sudah jelas bicaranya, yang perlu anda lakukan adalah,

stop menirukan gaya bicaranya yang masih celat itu, stop membicarakan hal itu dengan orang lain sehingga membuat dia malu, dan latih anak anda mendengar cara bicara yang baik.

 

GAYA BAHASA MENUTUP PINTU PERUBAHAN DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA HARAPAN KE DEPAN

  1. “Dari dulu kamu itu nggak berubah-berubah…..terus aja males lipat selimut….kapan kamu itu jadi anak rajin…hah..?!”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MENUTUP PINTU PERUBAHAN

Terkadang ada kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah terlanjur melekat dalam diri anak-anak kita. Misalnya malas menggosok gigi, malas melipat selimut, malas membaca Alkitab, lupa berpamitan, lupa membereskan kamar, dll

Orang tua terkadang ingin sang anak berubah, tetapi cara pengungkapannya adalah cara yang sangat tidak mengundang sang anak untuk berubah. Saat anda berkata “dari dulu kamu itu nggak berubah-berubah” , sama artinya kita mengatakan bahwa perubahan itu sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi. Sang anak pun akan merasa diomelin dan semua perkataan kita tidak akan didengarkan dengan sungguh-sungguh. Mungkin dia pun akan melipat selimut sambil menutup kedua telinganya, enggan mendengar betapa cerewetnya sang mama/papa.

Mengapa anda tidak ganti dengan kata-kata seperti ini

“Ayo belajar melipat selimut….ayo belajar merapikan kamar…ayo membiasakan diri berdoa, mama tahu dan yakin kamu pasti mau dan bisa berubah…”

Terkadang gaya bahasa orang tua juga muncul dalam bentuk lain, saat si anak yang biasanya tidak melipat selimut, dan suatu ketika si anak sudah mulai berlatih kebiasaan baik, jangan sekali-kali anda berkata begini:

“Tumben ngelipat selimut…….biasanya selimut modal madul berantakan….!”

Saat dia mulai belajar berubah ke arah yang lebih baik…hargai itu, dan jangan dicela dan jangan yang diingat hanya kesalahan kemarin-kemarin, tetapi ambil start yang baik sebagai pijakan baru dan katakan seperti ini.

“Nah itu bagus…mama dukung setiap pagi kebiasaan ini diteruskan…OKE?”

 

GAYA BAHASA MEMPERALAT ANAK DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA YANG LEBIH BIJAKSANA

  1. “Kamu ini bikin malu mama aja…bikin malu keluarga kita. Kapan kamu itu bisa jaga nama baik keluarga…?”

“Naaaah yang seperti itu baru membanggakan keluarga kita, seperti itulah yang papa harapkan, kamu bisa mengangkat nama keluarga kita”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MEMPERALAT ANAK”

Cara berbicara seperti ini adalah cara berbicara yang tidak alkitabiah, karna seorang anak diminta Tuhan menghormati orang tua, mentaati orang tua dengan tujuan untuk kebahagiaan si anak itu sendiri, yaitu supaya lanjut umurnya di tanah yang diberikan Tuhan kepadanya, jadi BUKAN UNTUK KEPENTINGAN SANG ORANG TUA.

Orang tua yang sering berkata seperti ini pada anak, adalah jenis orang tua yang selalu ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa keluarganya dan anggota keluarganya itu SEMPURNA tanpa cacat cela sedikitpun. Ini adalah salah satu bentuk KESOMBONGAN.

Kalau ada masukan atau laporan negatif dari teman, guru atau relasi yang menyaksikan sendiri bahwa sang anak melakukan hal-hal yang kurang baik, perhatian sang orang tua pertama-tama bukanlah pada sang anak, bagaimana agar anak berubah ke arah yang lebih baik, tetapi perhatian sang orang tua pertama-tama adalah pada NAMA BAIK KELUARGA yang bisa-bisa rusak karna tingkah anak ini. Alhasil sang anak DITUNTUT bertingkah polah yang baik HANYA UNTUK DIPERALAT sebagai PENJAGA NAMA BAIK KELUARGA, dalam hati kecilnya ia pun menangis, karna ia pun mendambakan ‘kapan ya…aku dipedulikan terlepas dari embel-embel nama baik keluarga? Apa peduliku dengan nama baik keluargaku…suka suka gue….”

Beda kalau anda berkata seperti ini :

“Mengapa kamu melakukan hal buruk seperti itu? Mama menjaga, jangan sampai saat kamu dewasa nanti hal yang seperti ini dapat menyusahkan dirimu sendiri. Mama harap kamu mau berubah, itu semua demi kebaikanmu sendiri kelak.”

Perkataan di atas, akan menyadarkan sang anak, bahwa ia memang harus berubah, demi kebaikannya sendiri. Dan ketika anak anda berubah….secara otomatis nama baik keluarga anda terkena efek positifnya.

Syarat-syarat Diaken yang ditulis oleh Rasul Paulus pada muridnyaTimotius pada I Tim 3: 1-13

memang menyebut-nyebut mengenai : haruslah ia memiliki nama baik di luar jemaat. Tetapi ingat ! Tidak ada satu pun dari perikop ini yang berkata seperti ini “haruslah anak-anaknya adalah anak-anak yang menjaga nama baik keluarga”. Justru yang ditulis adalah seperti ini:

penilik jemaat haruslah seorang kepala keuarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seroang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah? Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.

Titik vokus dalam syarat-syarat diaken di atas adalah di titik Laki-laki sebagai Kepala rumah tangga. Jika sebuah kepala berfungsi dengan baik, secara otomatis keluarga itu akan punya nama baik di lingkungan masyarakat, karna berhasil mendidik anak-anak dengan baik.

 

GAYA BAHASA MEMATIKAN IMAN DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA PENUH IMAN

  1. “Jangan beli itu, mama nggak punya uang” “Jangan bermimpi kamu ya….mana bisa kita membeli kebutuhanmu yang mahal itu…dari mana papa dapat uang sebanyak itu…dari mana papa mendapatkannya?” “Mama sedang tidak punya uang” “Dulu papa juga bisa hidup tanpa komputer….masa sekarang kamu tidak bisa…?”

Inilah yang dinamakan GAYA BAHASA MEMATIKAN IMAN

Kalau iman bisa diturunkan dari Luis, Eunike turun kepada Timotius, saya yakin bahwa hal sebaliknya pun bisa terjadi bahwa iman bisa dimatikan, dibunuh pertumbuhannya. Iman itu memiliki pertumbuhan dan memiliki kapasitas yang dapat ditambahkan. Tetapi perkataan-perkataan orang tua yang seperti itulah yang dapat mematikan iman seorang anak, bahkan berimbas ke iman anda sendiri selaku ‘penutur’ atau yang mengucapkan kata-kata pesimistis seperti itu.

Banyak kali orang tua tanpa sadar membawa anak-anak mundur ke masa lalu ‘ dulu papa bisa tanpa komputer’ ‘ dulu mama nggak punya HP juga nggak papa’ ‘ dulu nenek ke sekolah jalan kaki’ …..dulu dulu dulu dan dulu lagi

Sadarilah bahwa kini zaman sudah berubah, anak-anak membutuhkan komputer untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah, anak-anak membutuhkan HP untuk berkomunikasi dengan sebanyak mungkin relasi, dll

Kitalah yang harus mengejar mereka ke masa depan, bukan sebaliknya kita memaksa mereka kembali ke masa lalu, yaitu ke zaman kita dahulu yang tak kan mungkin sama keadaannya dengan zaman sekarang ini.

Kalau anak kita butuh Lap top bagaimana, sementara kita belum punya anggaran untuk itu?

Katakan seperti ini:

“Mama tahu kamu butuh lap top, untuk saat ini mama punya uang, tetapi alokasinya/pembagiannya untuk yang lain-lain yang lebih mendesak. Jadi mama berharap kamu bawa kebutuhanmu itu dalam doa. Mama yakin, kalau Tuhan sanggup menjawab doamu, Jangan lihat gaji papa, harapkan Tuhan, Bapa sorgawimu. Tidak mustahil Tuhan akan menjawab kebutuhanmu….OKE…?”

Begitulah cara mama dan papa saya melatih iman kami anak-anaknya, dan terbukti kami berempat bisa meraih gelar sarjana semua dan bisa mengadakan pesta pernikahan semua, karna anugrah Tuhan, Tuhan mengirim sponsor untuk kami kuliah. Karna siapa dapat mengira, bahwa keluarga kami yang sangat ‘minim’ karna papa saya(Pdt. Oscar Sumilat) hanyalah pendeta di Pegunungan Tengger yang sering dapat uang SPP dari murid-murid SMP berupa kentang, bukannya uang.

Cara yang sama saya terapkan buat anak-anak saya sekarang….mintalah pada Bapa Sorgawi nak…, dan jangan sekali-kali anda mengatakan “Papa tidak punya uang…”

Ingat…jangan mengutuki diri sendiri.

 

GAYA BAHASA MENANTANG DIGANTI DENGAN GAYA BAHASA YANG LEBIH BIJAKSANA

  1. “Ayo kalau berani, sana minggat lagi, ayo…nggak usah pulang sekalian !” “Iya ya…udah…nyuri lagi sana..kalau berani -nyuri lagi sana !!”

Ini yang dinamakan GAYA BAHASA MENANTANG

Terkadang para orang tua/guru berharap anak-anak dapat berhenti berulah dengan cara menunjukkan kemarahan yang menyala-nyala disertai dengan kata-kata yang menantang dengan intonasi yang panas/meninggi.

Cara seperti ini hanya akan menutup pintu perubahan dalam diri anak, dan akan menutup pintu komunikasi dari anak ke orang tua dan sebaliknya. Mengapa tidak anda ganti dengan perkataan seperti ini:

“Minggat itu tindakan yang tidak baik. Mulai sekarang kalau pergi ke mana pun harus berpamitan.”

“ Mencuri itu bukan tindakan yang memuliakan nama Tuhan, mulai sekarang mama /papa mau melihat anak papa/mama jadi anak yang jujur, selalu bilang baik-baik jika meminta sesuatu.”

 

GAYA BAHASA SCORE MENJADI GAYA BAHASA YANG LEBIH BIJAKSANA

  1. “Ya….sudah satu….” “Dua…!!” “Awas ya kalau sampai TIGA !”

Ini yang dinamakan GAYA BAHASA SCORE

Ada jenis-jenis orang tua dan pendidik yang mengajar anak-anaknya seperti ini, dimana mereka membatasi penghukuman setelah anak-anak mencapai tiga kali kesalahan.

Hal ini menyebabkan anak-anak yang bandel dan memberontak akan sengaja melakukan kesalahan terus asal jangan sampai terhitung dan jangan sampai mencapai angka tiga. Karena mereka merekam peristiwa bahwasannya kesalahan pertama dan kedua akan dibiarkan saja, melainkan hanya kesalahan ketiga yang mendapat hukuman/sangsi.

Hal kedua yang membahayakan adalah anak-anak yang biasa dididik seperti ini akan menjadi anak-anak yang benci dengan angka-angka, benci matematika, karena semua kesalahan dan pelanggarannya diperhitungkan oleh orang tuanya.

Mengapa anda tidak mengganti dengan yang seperti ini;

“Kesalahan lalai hari les seperti ini tidak boleh diulangi lagi, kamu mengerti?”

BERHATI-HATILAH TERHADAP

GAYA BAHASA PENGASUH

Mungkin anda tidak mengasuh anak anda sendiri, tetapi mulai sekarang mari perhatikan gaya bahasa dari para Nenek atau Kakek atau pembantu rumah tangga, ataupun baby siter, yang menjaga anak kita selama kita bekerja.

Perhatikan gaya bahasa yang salah dan ambil waktu untuk bicara baik-baik pada pengasuh, koreksi hal yang salah, terangkan di mana salahnya, dan latih dia berbicara dengan cara yang tepat, yang membangun anak,dan tidak dipenuhi dengan ancaman, kebohongan, dll.

Anak anda adalah tanggung jawab anda, sedangkan nenek kakek, pengasuh, pembantu , dll hanya ‘menolong’ anda. Jadi apa yang terjadi pada anak anda tetap menjadi tanggung jawab anda. Oleh karna itu adalah bijak jika anda memperbaiki baik gaya bahawa anda maupun gaya bahasa pengasuh anak anda, walaupun untuk itu terkadang anda harus berhadapan dengan mama/papa atau mertua anda.

Ingin anak bertumbuh sehat roh , jiwa dan tubuhnya…? Pakai gaya bahasa yang baik.

Ini adalah 18 gaya bahasa yang salah terhadap anak didik, mungkin di lain waktu akan saya tambahkan jika Tuhan membukakan yang baru buat saya.

Saya akan tambahkan tulisan dari Dorothy Law Nolte, yang berjudul What They Live With

 

 

 

DARI LINGKUNGAN HIDUPNYA…..ANAK-ANAK BELAJAR

Terjemahan dari What They Live With

By: Dorothy Law Nolte

 

Jika anak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan

Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang

Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa cemas

Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasibnya

Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu

Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah

Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar

Jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri

Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai

jika anak diterima oleh lingkungannya, ia akan terbiasa menyayangi

jika anak tidak banyak dipersalahkan, ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri

jika anak mendapat pengakuan dari kiri-kanan, Ia akan terbiasa menentapkan arah langkahnya

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan

Jika anak diperlakukan dengan jujur, ia akan terbiasa melihat kebenaran

Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan

Jika anak mengenyam rasa aman, Ia akan terbiasa mengandalkan diri dan mempercayai orang sekitarnya

Jika anak dikerumuni keramahan, Ia akan terbiasa berpendirian; “Sungguh indah dunia ini”

Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran

“…..BAGAIMANAKAH ANAK ANDA?”

 

Tinggalkan komentar