PENYERTAAN-MU SEMPURNA


Sebuah kesaksian dari keluarga kami, bagaimana Dia menuntun kami pindah dari Kendari (Sultra) ke Batu ( Jatim), untuk memasuki musim baru di keluarga kami.

PENYERTAAN-NYA SEMPURNA

Lagu dan Syair; Jonathan Prawira

J-alanMu tak terselami

O-leh setiap hati kami

N-amun satu hal kupercaya

A-da rencana yang indah.

T-iada terduga kasihMu

H-eran dan besar bagiku

A-rti kehadiranMu s’lalu

N-yata di dalam hidupku

P-enyertaanMu sempurna

R-ancanganMu penuh damai

A-man dan sejahtera

W-alau di tengah badai

I-ngin ku s’lalu bersama

R-asakan keindahan

A-rti kehadiranMu Tuhan.

Syair lagu itu benar-benar kami alami dalam kehidupan keluarga kami. Kalau dibaca huruf kapital yang mengawali setiap frase syair lagu ini, merupakan nama dari pencipta lagu ini, yaitu

J-o-n-a-t-h-a-n   P-r-a-w-i-r-a.

Sungguh kreatif, Jonathan Prawira, bagaimana ia menceriakan perjalanan hidupnya bersama dengan Tuhan, dengan menciptakan lagu yang sangat memberkati banyak orang.

Saya terinspirasi , memakai syair lagu ini untuk menceritakan kesaksian bagaimana Tuhan menuntun kami berpindah dari Kendari, Sulawesi Tenggara, ke kota Batu, Jawa Timur, untuk memasuki musim baru dalam keluarga kami, yang sudah Tuhan sediakan untuk kepentingan kerajaanNya.

 

Penulis:

Boaz Ari Prasetyo Widiono

dan

Susan Grace Hadazah Sumilat Widiono.

 

 

 

 

 

 

J-alanMu tak terselami

O-leh setiap hati kami

N-amun satu hal kupercaya

A-da rencana yang indah.

 

 

SEBUAH PERJUMPAAN PRIBADI

DENGAN TUHAN.

Tanggal 3 Maret 1971 seorang Boaz Ari Prasetyo Widiono lahir di Magelang. Itulah saya. Saya putra kedua dari tiga bersaudara. Kakak saya laki-laki, adik saya perempuan.

Waktu di kandungan ibu saya, Tri Widiastuti, saya pernah terguncang dalam kandungan karena ibu saya terjatuh dari Dokar ( kereta kuda). Ketika tiba waktunya lahir, maka kelahiran berjalan dengan selamat, namun sewaktu masih bayi berumur 3 bulan pernah harus mengalami operasi karena di leher saya ada benjolan, hydromakoli, yang harus dikeluarkan. Operasi pun selamat dan saya pun dengan anugrah Tuhan bisa bertumbuh dalam anugrahNya.

Tidak disangka dan dinyana, ternyata ‘ Ada rencana yang indah’ dari Sang Pencipta, untuk kehidupan seorang Boaz Ari Prasetyo Widiono, ya..kehidupan saya.

Ayah saya dulunya seorang Muslim, namun dalam pertumbuhannya di masa pemuda dia mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ayah saya menikah dengan ibu saya dalam posisi pekerjaan sebagai guru, karena beliau berlatar belakang Bachelor of Art dalam study bahasa Indonesia. Dalam perkembangan waktu, ayah saya yang tadinya bertumbuh di gereja protestan, melayani sebagai majelis,  akhirnya mengenal gereja beraliran Pantekosta dan kemudian berpindah gereja dari gereja lama. Oleh pendetanya, Bpk Pdt L.A. Rombot,  ayah saya dikirim ke sekolah Alkitab, menempuh study S2/ M.Div.  Sembari  sekolah Alkitab di STIII Yogyakarta, ayah saya yang bertempat tinggal di Dusun Kalinegoro, Magelang, lebih kurang 11 Km dari pusat kota Magelang, mulai membuat persekutuan di daerah tersebut.

Persekutuan terus berkembang dan menjadi jemaat GPdI Kharisma Kalinegoro, Magelang, sampai sekarang ini.

Di dalam hidup saya , mengalir darah dan garis imam. Itu tidak dapat dihapus atau dibatalkan.

Sejak kecil saya bertumbuh sebagai anak pendeta yang dikondisikan harus bisa menopang pelayanan ayah saya. Alhasil dengan autodikdak saya mempelajari musik, mengajar sekolah minggu, membimbing kaum muda, dekorasi, sound system, drama, menyampaikan Firman Tuhan, dll.

Semua saya lakukan sebagai anak yang bertumbuh dalam lingkungan keluarga pendeta. Mau tidak mau sebagai anak pendeta harus membantu pelayanan orang tuanya, itu sesuatu yang wajar. Namun, terus terang belum pernah saya alami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan.

Sejak kecil sakit-sakitan, mulai dari sakit asma, sakit alergi, maka saya jarang  dan bisa dikatakan tidak pernah diajak ayah saya pergi mengikuti wisata sekolah, dan saya pun memiliki banyak pantangan berbagai jenis bahan makanan. Saya pun bertumbuh menjadi anak yang minder, suka cemberut, tidak pernah mengucap syukur, dan berjiwa pemberontak.

Karena saya senang menabung, saya bercita-cita ingin suatu saat kelak bekerja di Bank.

Pada tahun 1987, pada saat itu saya duduk di SMA kelas 1,  ayah saya mendorong saya ikut Yoth Camp di Sekolah Alkitab Salatiga. Pada saat itu terjadi lawatan Roh Kudus, sehingga saya melihat adanya banyak sekali peserta Youth Camp itu mengalami Babtisan Roh Kudus. Saya seperti diberi kerinduan yang sangat dalam untuk mengalami Tuhan lebih lagi. Itulah perjumpaan pribadi saya yang pertama dengan TUHAN. Suatu pengalaman yang tidak terlupakan. Ada sebuah benih kerinduan yang lebih dalam yang Dia tanamkan, untuk mengenal Tuhan dan melayani Dia dengan motivasi yang benar, yaitu karena mengasihi-Nya.

Sejak saat itu saya dengan sengaja masuk lebih dalam ke dalam pelayanan. Tidak saja membantu ayah saya pelayanan, namun lebih dalam melakukannya karena mengasihi Tuhan. Apa saja saya lakukan, semampu saya, dengan segenap hati saya. Sejak saat itu pula saya berkomitment untuk secara pribadi melakukan worship pribadi kepada Tuhan, secara intensif. Semakin rindu dan haus akan Tuhan memenuhi segenap hidup saya.

1995 saya dan calon isteri saya, pada saat itu wisuda bersama-sama. Saya seorang Sarjana Ekonomi, sedangkan calon isteri saya Sarjana Musik Gereja. Kami dipertemukan di kampus UKRIM.

Tahun 1996 saya mulai bekerja di sebuah perusahaan di Magelang. Cita-cita saya sejak kecil tercapai, yaitu bekerja di sebuah lembaga pembiayaan atau lembaga keuangan.

Tahun 1998 saya menikah dengan Susan Grace Hadazah Sumilat.

Setiap tahun di gereja kami, GPdI Khariska Kalinegoro, Magelang, selalu didoakan doa 10 hari pencurahan Roh Kudus. Dari tahun ke tahun selalu dilakukan. Kami menantikan lawatan Roh Kudus, kami haus, kami rindu, kami menanti, kami mengerang.

Tibalah tahun 1999, bulan Mei, doa pencurahan Roh Kudus selama 10 hari digelar. Ada lawatan Tuhan Roh Kudus secara dahsyat terjadi di gerja kami.  Semalam sebelumnya Roh Kudus telah memberi saya gambaran dalam sebuah mimpi kepada suasana Hadirat Tuhan yang sangat dahsyat, seperti itulah nantinya suasana atmosfir dalam  ibadah besok, suasana yang sungguh dahsyat, karena Roh Kudus melawat. Dan ternyata benar saja, keesokan harinya, suasana yang telah saya lihat kemarinnya sungguh-sungguh terjadi di depan mata saya, dan bahkan saya pun mendapatkan LAWATAN ROH KUDUS, Baptisan Roh Kudus. Sungguh indah saat itu saya mengucapkan dalam Bahasa Mandarin yang selama ini tidak saya mengerti dan tidak pernah bisa saya ucapkan sebelumnya. Yang saya dambakan selama 12 tahun terjadi, bukan hanya pada pribadi saya, tetapi pada sebagian besar jemaat.

Ada jarak 12 tahun saya mendapat perjumpaan pribadi dengan Tuhan, di Youth Camp di tahun 1987, sampai saya sendiri mendapat babtisan Roh Kudus, di tahun 1999. Dua belas tahun adalah angka murid, selama 12 tahun lamanya Tuhan mendidik dan memuridkan saya secara pribadi untuk melayani Dia, bukan sekedar karena saya anak pendeta semata, tetapi terlebih karena saya mengasihi Dia, merindukan dan mendambakan Dia lebih lagi, rindu mengenal Dia lebih lagi.

Itu adalah perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang ke dua dalam hidup saya. Sebuah perjumpaan yang membuat saya masuk lebih dalam dalam persekutuan dengan Roh Kudus, sesuatu yang telah saya dambakan 12 tahun lamanya.

Pada tahun 2016, yaitu 17 tahun setelah saya alami Babtisan Roh Kudus dan berjalan bersama dengan persekutuan yang mendalam dengan Pribadi Roh Kudus dalam doa dan penyembahan saya pribadi, ada gelombang lawatan Tuhan terjadi lagi dalam hidup saya. Perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi yang ke tiga dalam hidup saya. Perjumpaan yang ke tiga, kali ini berupa gelombang perjumpaan, karena secara bertubi-tubi Tuhan terus membawa saya kepada panggilanNya atas hidup saya.

Bulan September 2016, saat itu isteri saya sedang ada di Batu, Jawa Timur, untuk menjadi pembicara di acara Kampung Sekolah Minggu yang diadakan GBI Diaspora Sejahtera Batu, Jatim.

Minggu itu bukan minggu biasa, karena saya yang biasanya menjadi petugas musik bass, kini ditugaskan bapak gembala untuk menggantikan petugas perjamuan kudus yang saat itu berhalangan bertugas.

Firman Tuhan dibentangkan, oleh hambaNya Bpk Pdt Caleb Natalielliem, melalui Streaming. Kotbahnya pada saat itu sangat menyentuh hati saya. Beliau membahas mengenai  Lukas 5:1-11. Dalam pembahasan di awal khotbahnya, beliau mengungkapkan; di usianya yang ke 46 tahun pada saat itu ( Oktober 2016), beliau merenungkan apa yang akan dia kerjakan bagi Tuhan selama sepuluh tahun ke depan , sampai usianya 56 tahun kelak.

Di situlah saya mulai berpikir, demikian juga dengan saya, apa yang akan saya lakukan bagi Tuhan, di usia saya pada saat itu yang menginjak usia 45 tahun. Apa yang akan saya lakukan sampai sepuluh tahun yang akan datang sampai usia saya 55 tahun kelak.

Tuhan mengajak Simon untuk membawa perahu ke tempat yang lebih dalam. Di situlah Firman Tuhan sangat menyentuh hati saya, dan dalam keadaan pakai jas, di depan meja perjamuan, air mata saya tidak terbendung mengalir deras, saya merasakan Roh Kudus kuat menjamah hidup saya.

#mujizatpertama

Panggilan melalui khotbah

“Bawa masuk perahu ke tempat yang lebih dalam”

 

#mujizatkedua

Pada saat panggilan pertama tiba,

secara ajaib- sedang menjalankan tugas perjamuan kudus,

sehingga peristiwa itu sungguh tak terlupakan.

Tidak lama kemudian, pada akhir bulan September 2016, saya diutus gereja GMS Kendari mengikuti acara Connect Group Conference di Manado. Di acara tersebut saya juga kembali dipertemukan oleh pengkotbah yang sama, kali ini secara life, tidak melalui streaming. Di kotbah itu Pdt Caleb Natalielliem mengkotbahkan mengenai menyeberang perbatasan. Kembali Roh Kudus menjamah hidup saya secara dahsyat. Kembali Roh-Nya seperti menyergap hidup saya, sehingga saya kembali berlinangan air mata, tidak tahan berdiri dalam hadiratNya yang mengajak saya untuk melakukan tindakan menyeberang perbatasan dalam hidup saya.

 

#mujizatketiga

Panggilan melalui khotbah “Menyeberang perbatasan”

Dua kali, melalui khotbah hambaNya, Tuhan membuat hati saya tidak tahan untuk memenuhi panggilanNya dalam hidup saya. PanggilanNya untuk masuk lebih dalam lagi melayani Dia, dan juga untuk menyeberang perbatasan. Tidak heran, begitu pulang dari Manado, di hari pesawat mendarat di Kendari, di sore itu, ketika saya sedang share kepada isteri saya, apa yang saya alami bersama dengan Tuhan di  Manado, di menit yang sama datanglah telephon dari perusahaan bahwa bulan depannya, yaitu Nopember 2016 saya akan ditempatkan di Tanah Grogot, Kalimantan.

#mujizatkeempat

Pada saat share dengan isteri pengalaman panggilan kedua, secara ajaib-

di menit yang sama mendapat telephon dari perusahaan bahwasannya bulan depan akan ditempatkan

di Kalimantan, Tanah Grogot.

Dan setelah saya bergumul saya putuskan untuk keluar dari perusahaan ini. Ada banyak pertimbangan yang memenuhi hati saya, diantaranya bagaimana kualitas pendidikan yang nanti akan diterma anak saya, Melody yang masih kelas 2 SD. Juga bagaimana pelayanan isteri saya sebagai pembicara yang mana Tanah Grogot membutuhkan 5-8 jam perjalanan dari Bandara terdekat di Balikpapan. Disamping itu, secara masa kerja dan usia, saya telah boleh mengajukan Pensiun Dini pada perusahaan.

Dan setelah saya hitung-hitung, ternyata Tuhan membuat waktunya begitu tepat 20 tahun, mulai dari 1 November 1996, sampai kepada 1 November 2016. Sudah cukup bagi saya untuk bekerja di perusahaan ini. Tuhan mengajak saya untuk melangkah menyeberang perbatasan. Saya memutuskan untuk masuk dalam panggilanNya. Tidak saja panggilan untuk berjumpa secara pribadi dengan Dia, perjumpaan yang mengubahkan segenap hidup saya, tetapi juga masuk dalam panggilanNya yang kudus dan khusus dalam hidup saya. Tuhan memanggil saya menjadi hambaNya sepenuh waktu.

Ternyata sudah 20 tahun lamanya Tuhan memberi saya kesempatan untuk menggapai cita-cita masa kecil saya untuk bekerja di bank dan telah digenapi dengan saya bekerja di sebuah lembaga keuangan.

Selama ini saya selalu berkata, “ Inilah aku Tuhan, utuslah dia !”, kali ini saya bertekuk lutut di hadapan Tuhan dan berkata “Inilah aku Tuhan, utuslah aku !”.

#mujizatkelima

Tanggal keluar dari perusahaan adalah bisa tepat 20 tahun.

1 November 1996- 1 November 2016

Maka keesokan harinya setelah saya mendapat dua kali panggilanNya lewat dua kali ibadah, dan dua kali kotbah yang telah menyentuh hati saya, dan diteguhkan lagi lewat penempatan perusahaan di Tanah Grogot, Kalimantan, yang mana saya menolaknya, kami menghadap Bapak dan Ibu Gembala kami di GMS Kendari, menyatakan bahwa saya terpanggil untuk melayani Tuhan.

Maka sejak saat itu keluarga kami memasuki era pergumulan yang lebih mendalam untuk menguji panggilan itu. Setiap panggilan harus diuji, apakah itu dari Tuhan, ataukah itu hanya dipicu oleh emosi semata. Ataukah tercampur dengan keadaan keluarga dimana saya memutuskan untuk keluar dari perusahaan. Jangan sampai langkah memasuki pelayanan lebih mendalam lagi, sepenuh  waktu hanya sebagai pelarian karena memilih keluar dari perusahaan. Ini bukanlah langkah yang sedemikian mudah, karena saya adalah kepala rumah tangga yang akan membawa segenap keluarga saya berjalan ke sebuah arah. Saya ingin berjalan dalam ketepan seperti yang Tuhan mau, bukan disetir oleh emosi semata, atau fenomena yang bisa jadi tampak rohani di permukaan saja, saya pastikan kami harus mendapat banyak peneguhan dari TUHAN.

Itulah perjumpaan demi perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang telah saya lewati bersama dengan TUHAN.

Boaz Ari Prasetyo Widiono.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SEBUAH PERJUMPAAN PRIBADI

DENGAN TUHAN.

10 September 1973, saya hahir, seorang Susan Grace Hadazah Sumilat. Saya anak ketiga dari empat bersaudara, kakak saya yang sulung perempuan, kakak saya kedua adalah laki-laki dan adik saya laki-laki.

Saya bertumbuh di keluarga pendeta. Ayah saya Jusac Oscar Sumilat melayani sebagai penginjil dan kepala sekolah di Pegunungan Tengger, Jawa timur. Namun berbeda dengan suami saya, yang bertumbuh di lingkungan pelayanan ayahnya,  saya tidak bertumbuh di lingkungan pelayanan ayah saya, karena kami sekeluarga tinggal di Malang, sedangkan ayah saya setiap weekend/ akhir pekan pulang ke Malang, dan setelah itu dari hari Minggu siang hingga jumat pagi, tinggal di Tengger. Begitu terus setiap minggu. Hanya bila Natal tiba, kami sekeluarga ada di Tengger untuk merayakan natal.

Di dalam hidup saya , mengalir darah dan garis imam. Itu tidak dapat dihapus atau dibatalkan.

Sejak kecil saya aktif di sekolah minggu di GKT III Malang. Dan aktif melayani Tuhan sebagai anggota paduan suara anak, remaja sampai pemuda. Saya menerima Kristus sebagai juruselamat saya, sejak kelas V SD pada sebuah Ret-reat Sekolah Minggu. Itulah perjumpaan saya secara pribadi yang pertama kali dengan TUHAN. Perjumpaan ini mengubah segenap arah hidup saya.

Pada saat kelas II SMP, ada KKR yang dilayani oleh hambaNya, Pdt Caleb Tong di gereja saya. Di acara tersebut saya melangkah menuju altarNya memenuhi panggilanNya dalam hidup saya, yang begitu kuat menyergap hati saya, maka air mata saya berlinang saat didoakan hambaNya pada saat itu. Yang saya tahu hanyalah, bagaimana kelak dewasa saya ingin menjadi pelatih paduan suara, itu saja. Walaupun saya pada saat itu belum mengerti bahwasannya ada yang namanya hamba Tuhan musik, bahwasannya ada sekolah musik gereja, dan lain sebagainya. Sebagai anak kelas II SMP begitu polos, maju ke altarNya untuk menjawab panggilanNya dalam hidup saya. Itu saja.  Sebuah perjumpaan pribadi yang kedua bersama dengan TUHAN.

#mujizatkeenam

Suami saya terpanggil melalui khotbah

dari seorang hambaNya bernama Pdt. Caleb Natalielliem.

( 2016)

Demikian juga saya, dengan nama hambaNya yang sama,

Pdt. Caleb Tong,

tetapi berbeda orang. ( 1987)

Berselang 29 tahun.

Sebagai anak pendeta yang melayani de desa terpencil, dan dengan keuangan yang minim, sejak masih muda saya telah menetapkan nazar kepada diri saya sendiri, saya tidak mau bersuamikan seorang hamba Tuhan, seorang pelayan Tuhan, seorang fulltimer, seorang pendeta. TIDAK sama sekali. Itu yang menjadi ketetapan dalam hidup saya.

Saat menikah dengan suami saya, dia telah dua tahun lamanya bekerja di di sebuah perusahaan di Magelang. Jadi saya bersantai ria, semuanya berjalan aman.

Namun pada tahun 1999, setahun setelah kami menikah, terjadi lawatan Roh Kudus secara dahsyat di gereja kami. Pada saat itulah saya mengalami Babtisan Roh Kudus, bahkan bukan pada saat ibadah, melainkan saat ngobrol di kamar dengan kakak ipar saya, Ibu Pdt Febe Limpele, pada saat itu kami sedang membicarakan mengenai dahsyatnya Roh Kudus melawat umatNya pada saat itu, maka tiba-tiba Roh Kudus memenuhi saya secara dahsyat.

Itulah perjumpaan pribadi yang ke tiga yang secara dahsyat yang saya alami bersama dengan Roh Kudus. Membuat saya menyesal, mengapa tidak dari dulu saya alami ini. Namun waktu dan musim Tuhan berbeda dengan pikiran kita manusia. Sejak saat itu saya jadi ingat, inilah yang selama ini dilakukan mamie saya setiap pagi jam 4 beliau bangun pagi dan menyembah Dia dalam bahasa Roh, mendoakan banyak hal, termasuk kami anak-anaknya. Saya tidak asing dengan hal ini, ternyata Tuhan mengingatkan bahwasannya Mamie saya tiap pagi telah menyembah Dia dalam bahasa Roh. Wauuu. Dahsyat sekali perbuatanNya dalam hidup saya.

Di masa itu, masa lawatan Roh Kudus di gereja kami itulah, Roh Kudus menuntun saya untuk mencabut nazar saya sejak masih muda, untuk tidak akan menikah dengan seorang pelayan Tuhan. Tuhan tidak ingin saya menjadi penghalang bilamana suatu saat nanti Tuhan memanggil suami saya secara khusus sebagai hambaNya. Maka dengan taat saya bertelut di hadapanNya, dan mencabut nazar tersebut. “Tuhan saya siap, sewaktu-waktu Tuhan panggil suamiku menjadi hambaMu, aku siap dan bersedia, tidak ingin menjadi penghalang, saya siap.” Begitu intisari doa saya pada saat itu.

 

 

Di Madiun pencapaian suami saya dalam dunia pekerjaan sangat memuaskan. Terpujilah nama Tuhan !! Namun ada masalah yang terjadi di sana. Anak buah suami saya yang mengurusi administrasi, menyelewengkan dana intern sampai hampir 100 juta rupiah. Suami saya melaporkan hal tersebut kepada atasan dengan harapan agar kasus ini dapat dituntaskan. Dikirim audit dari pusat dan semua masalah terbongkar, dan suami saya lolos, karena memang kami bersih.

Anak buah suami saya tersebut lebih lama bekerja di perusahaan tersebut daripada suami saya, dan telah menjadi administrator di beberapa cabang lain sebelum di Madiun. Karena kasus ini terbongkar, dia menjalin konspirasi dengan semua kepala cabang-kepala cabang-nya yang sebelumnya untuk bagaimana menjatuhkan karier suami saya.

Alhasil karena bukti-bukti sangat banyak, sekretaris suami saya itu pun dikeluarkan dari perusahaan. Dan selepas itu, kepala-kepala cabang yang pernah bekerja sama dengan dia sebelumnya, berkonspirasi semua bahwa mereka akan mengancam serentak keluar, apabila suami saya tidak diturunkan jabatannya.

Akhirnya seperti kisah Yusuf dalam Alkitab, sekalipun suami  saya tidak bersalah apa pun, maka surat penurunan jabatan dan kepindahan suami saya kembali ke Magelang terbit, pada tahun 2011, dengan tidak mencantumkan alasan apa pun, mengapa suami saya harus mendapat perlakuan tersebut.

Pada saat gembala kami di GUPdI Madiun mengetahui bahwa kami akan pindah ke Magelang, beliau memberi opsi lain kepada kami, untuk terjun saja melayani dengan merintis gereja cabang  GUPdI di Surabaya. Namun pada saat itu suami saya sama sekali tidak ada peneguhan dan tanda-tanda apa pun dari Tuhan secara pribadi, akhirnya suami saya memutuskan untuk kembali ke Magelang saja dengan tetap bekerja di perusahaan tersebut

Singkat cerita, kami sekeluarga kembali ke Magelang, dengan jabatan Credit Marketing Head. Gaji suami saya diturunkan.Karena pekerjaan tersebut agak kurang jelas, atas permintaannya sendiri suami saya minta pergantian tugas lagi,  menjadi Kepala Perwakilan di Parakan.

Di masa-masa itu suami saya ingin keluar dari perusahaan, namun gembala kami pada saat itu, yaitu kakak ipar saya sendiri, menyarankan untuk jangan keluar, ikuti saja proses itu, walaupun sangat tidak enak.

Di saat itulah suami saya pernah bernazar pada Tuhan, bila memang Tuhan ingin memanggilnya menjadi hamba Tuhan, dia ingin Tuhan memanggil dia  dalam posisi puncak, bukan dalam posisi terpuruk, sehingga jika memang Tuhan berkehendak, suami saya ingin meminta tanda, jabatannya di perusahaan harus bisa dikembalikan kepada posisi semula, sebagai kepala cabang. Walaupun kasus seperti itu tidak pernah bisa terjadi di perusahaan, karena dalam sejarah perusahaan ini, bahkan sampai sekarang ini pun, semua kepala cabang yang dicopot jabatannya, belum pernah ada yang diangkat kembali.

Dua tahun kemudian, promosi untuk menjadi kepala cabang datang, dengan menempati posisi Kepala Cabang di cabang perusahaan tersebut di Kendari

Setelah berkonsultasi dengan gembala kami pada saat itu, yaitu kakak ipar saya sendiri, beliau menyarankan untuk diambil saja posisi tersebut, mengingat ini adalah kesempatan dan juga mengingat usia yang semakin bertambah.

Alhasil pada tahun 2013, suami saya memenuhi panggilan perusahaan untuk kembali naik jabatan menjadi kepala cabang di kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

 

#mujizatketujuh

Nazar suami saya digenapi Tuhan,

secara mujizat jabatannya sebagai kepala cabang

dikembalikan lagi oleh Tuhan ke posisi semula,

walaupun ini peristiwa pertama di perusahaan tersebut

dan langka

dan tidak pernah terjadi lagi sampai saat ini.

Nazar suami saya mulai memasuki tanda-tanda digenapi oleh TUHAN, karena untuk naik kembali menjadi kepala cabang, adalah peristiwa langka dan pertama, dan satu-satunya yang pernah terjadi di perusahaan tersebut

Kepindahan ke Kendari, secara sudut pandang manusia dan dalam dunia usaha, waktu kepindahan dan perintisan perusahaan di Kendari ini, adalah masuk dalam musim yang salah, karena tidak lama setelah merintis cabang perusahaan tersebut di Kendari, start dari bulan Maret 2013, pada bulan April 2014, tambang di Sulawesi Tenggara tutup operasi, dari 200 perusahaan, menjadi tinggal 2 saja. Namun rupanya Tuhan punya agenda sendiri terhadap keluarga kami.

Ekonomi Kendari bisa dibilang lumpuh, dengan lumpuhnya tambang. Otomatis pencapaian kerja di Finance pun terkena imbasnya.

TUHAN BERBICARA PADA SAYA BAHWA INILAH SAATNYA DIA MEMANGGIL SUAMI SAYA MENJADI HAMBA-NYA.

 

Pada sekitar bulan Agustus 2016, saya mendapatkan dua kali Tuhan berbicara.

Kali pertama pada saat dia melihat saya main bass di gereja, di sebuah akhir ibadah. Tuhan berbicara bahwa

“Aku akan panggil suamimu, masuk dalam panggilan tertinggi dalam hidupnya.”

Mata saya pun berkaca-kaca. Saya mulai sadar, waktuNya memanggil suami saya sudah semakin dekat.

Nazar itu sudah saya cabut bertahun-tahun yang lalu, sejak 1999, itu artinya sudah 17 tahun yang lalu, saya telah menentapkan hati siap bersuamikan seorang pelayan Tuhan sepenuh waktu. Hati saya berdebar-debar, apakah ini saatnya telah tiba, bahwasannya setelah nazar suami saya digenapi Tuhan bahwa dia akan mau masuk dalam panggilanNya bilamana dia naik jabatan lagi sebagai kepala cabang secara mujizat, dan sekaranglah Tuhan memanggil dia menjadi hambaNya?

Bisa dua kemungkinan, apakah panggilan tertinggi dalam hidup suami saya adalah karena dia akan segera meninggal, bukankah meninggal adalah juga panggilan tertinggi dimana kita berjumpa dengan DIA muka dengan muka ? Ataukah kemungkinan keduanya adalah;  Tuhan akan panggil dia menjadi hambaNya?

Mengapa saya berpikir demikian? Karena adik ipar saya sering sekali bermimpi tentang bagaimana almarhum ibu mertua saya sering sekali muncul dalam mimpinya, dan di mimpi itu selalu terjadi perumpaan dengan suami saya. Waktu mendengar kisah ini berkali-kali dari adik ipar saya, saya cukup gentar, karena filosofi orang Jawa, biasanya perjumpaan dalam mimpi dengan orang yang sudah meninggal sering diartikan bahwa akan ada orang lain yang akan meninggal segera dalam waktu dekat.

Belakangan setelah semua proses ini selesai berjalan, saya baru mengerti arti semua mimpi itu adalah, salah satu VISI dari almarhum ibu mertua saya adalah semua anak dan menantunya melayani Tuhan sepenuh waktu. Tinggal suami saya yang beliau tunggu sampai hari meninggalnya belum digenapi.

Setiap kali ditanya oleh orang-orang, dia selalu memperkenalkan anak pertamanya adalah seorang pendeta, anak ketiganya juga adalah seorang ibu gembala, semua menantunya ( termasuk saya) melayani Tuhan, hanya tinggal anak nomor dua ( suami saya) itu saya yang belum melayani Tuhan sepenuh waktu.

Rupanya saat ini, setelah suami saya melangkah berkata “Ini aku, utuslah aku Tuhan.” Rupanya VISI ibu mertua saya digenapi dan dia tersenyum di surga sana, menyaksiakan ini semua. Haleluya !!

 

Setelah pada hari minggunya, saya mendapatkan suara Tuhan itu, pada minggu yang sama, pada saat saya merenungkan Firman Tuhan harian, saya pada kali yang kedua mendapatkan sesuatu dari Tuhan melalui firmanNya, saya mendapatkan ayat ini:

Lukas 22: 35-36

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa? Jawab mereka: “Sesuatupun tidak.”

Saya menangis sampai terguncang. Saya tahu bahwasannya inilah saatNya Tuhan memanggil suami saya masuk dalam panggilanNya secara khusus untuk melayani Dia sepenuh waktu.

Maksud dari ayat itu untuk saya secara pribadi adalah, Tuhan ingin saya tidak perlu kawatir dengan penghidupan kami, apabila Dia memanggil suami saya secara khusus menjadi hambaNya, utusanNya.

Namun karena tidak ingin mendahului Tuhan, saya tidak mau menceritakan kedua peristiwa itu  kepada suami saya secara mendetail, hanya berkata bahwa saya  mendapatkan sesuatu dari Tuhan tentang dia, tetapi biarlah kita menunggu;  biarkan Tuhan sendiri yang akan berbicara kepada suami saya secara pribadi bila itu memang dari TUHAN.

Ini adalah perjumpaan pribadi saya yang ke empat bersama dengan Tuhan, di mana hal ini bukan hanya berurusan tentang saya secara pribadi, tetapi lebih jauh tentang keluarga saya, suami saya, kami sekeluarga.

Haleluya !!

Perjumpaan pribadi dengan Tuhan selalu membawa perubahan arah yang sangat mencolok, dari arah kita sendiri, kepada arah yang Tuhan mau. Selalu melahirkan VISI ilahi yang jauh melampaui visi pribadi.

#mujizatkedelapan

Tuhan berbicara pada saya

“Aku akan panggil suamimu masuk

dalam panggilan tertinggi dalam hidupnya.”

 

#mujizatkesembilan

Tuhan memberi peneguhan ayat pada saya

Lukas 22:35-36

J-alanMu tak terselami

O-leh setiap hati kami

N-amun satu hal kupercaya

A-da rencana yang indah.

 

Bagaimana mungkin kita menyangka, setelah bekerja di perusahaan selama 20 tahun, Dia memanggil suami saya untuk menjadi hambaNya? Di usianya yang ke 46 tahun?

Bagaimana mungkin kita menyangka, setelah saya mencabut nazar 17 tahun yang lalu ( 1999) , baru pada kali ini ( 2016), Tuhan memanggil suami saya untuk menjadi hambaNya?

 

 

Rencana Tuhan memang tidak bisa terselami oleh setiap hidup kita, namun selalu yang terbaik,

itu dipastikanNya.

Percayalah.

Karena kita adalah anak-anakNya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

T-iada terduga kasihMu

H-eran dan besar bagiku

A-rti kehadiranMu s’lalu

N-yata di dalam hidupku

 

DI TEPI SUNGAI KERIT

 

Perjumpaan dengan Tuhan punya kedahsyatannya sendiri. Seakan-akan kita dibuai di dalam indahNya suaraNya, hadiratNya, dan kehendakNya. Namun kehidupan tetap berjalan secara normal. Yang namanya kehidupan tetap kehidupan yang natural.

Panggilan sudah jelas, namun bagaimana? Kapan? Bagaimana caranya? Di mana? Semua itu masih butuh peneguhan. Apa yang Tuhan mau untuk kami lakukan berikutnya.

Ini adalah musim dimana kami bagaikan ada di sungai kerit.

Suami saya mendapat khobah berikutnya dari Pastor Philip Mantofa, mengenai sungai kerit. Temukan di mana sungai Keritmu itu. Karena burung gagak diperintahkanNya di sana, di sungai Kerit. Kalau Elia tidak berada di sungai yang sama, maka burung gagak yang Tuhan kirim tidak akan menemui Elia di tempat lain. Elia harus ke sungai Kerit, karena di sanalah Tuhan akan memelihara hidupnya.

Kami bergumul. Bulan November 2016 yang akan datang kami harus memutuskan, apakah akan pulang ke Jawa ataukah akan tetap bertahan di Kendari, selepas keluar dari perusahaan.

Putra sulung kami, Ardito Kenanya Hudson Widiono, sedang study di SMA Negri 1 Kendari, dan baru akan selesai study pada bulan Mei 2017 nanti.

Pada tahun 2013 saat kami berpindah dari Magelang ke Kendari, Ardito baru duduk di kelas III SMP, jadi pada saat itu kami titipkan dia pada kakak kami di Magelang, sampai dia lulus SMP.

Masakan sekarang harus kami titipkan lagi di pastori? Kasihan juga. Kami bersikeras dia harus SMA di Kendari, agar punya waktu bersama-sama dengan kami, sebelum nantinya saat kuliah, bekerja, menikah, dll sudah pasti jauh dari kami, masakan sekarang harus kami tinggalkan dia sendiri di Kendari? Sedangkan perpindahan sekolah di saat duduk di kelas III benar-benar tidak dimungkinkan.

Kami memutuskan tetap stay di Kendari, sembari mencari pekerjaan apa saja yang bisa dilakukan, sembari menunggu tuntunan Tuhan berikutnya. Dan ini juga sesuai dengan apa yang disarankan oleh pemimpin kami di gereja saat itu, Bpk Pdt Bobby Turambi, dan juga senada dengan yang disarankan oleh pemimpin kami di tingkat regional, Bpk Pdt Thomas Budianto.

Sejam sebelum kami telephone Bpk Pdt Thomas, di Manado, Roh Kudus sudah memberi tahu saya bahwa saya harus cuti dari Yayasan Jenius Cara Alkitab yang saya pimpin, dan saya harus cuti menulis. Untuk diketahui, terkadang saya bisa menghabiskan 8-10 jam untuk membuat satu materi kreatif sekolah minggu yang selama ini rutin saya lakukan setiap minggu, di mana satu minggu saya melahirkan setidaknya satu materi.

Betapa terkejutnya saya, pada saat telephon, beliau Bpk Thomas memberitahu saya bahwa saya harus kurangi kegiatan saya, agar saya bisa lebih banyak waktu mendampingi suami saya. Saya langsung tanggap dan berkata “Ya, Pak !” Karena sebelumnya Tuhan sudah berbicara khusus pada saya. Ini peneguhan buat saya.

Maka saya pun cuti dari menulis, sepanjang 1 tahun lamanya, dari 1 November 2017 sampai Akhir Oktober 2017.
#mujizatkesepuluh

Peneguhan Bpk Pdt Thomas

bahwa saya harus kurangi kegiatan saya

untuk lebih banyak perhatian saya dipakai

untuk mendampingi suami saya,

sama persis dengan apa yang Tuhan sampaikan pada saya.

Kekeluargaan yang sangat tinggi di gereja kami, membuat kami sangat terharu.

Selepas dari pekerjaan di perusahaan, otomatis kami keluar dari rumah dinas dan semua fasilitas yang ada. Puji Tuhan, teman-teman gereja ada yang menabur kontrakan rumah buat kami. Ada yang menabur beberapa perabotan; kipas angin, karpet, AC, piring, mangkok, sendok dan garpu, alat-lat kebersihan seperti pel, sapu, dll, tempat tidur, tabung gas dan kabulatornya, dana tunai Rp 3.000.000,00, bahkan bapak gembala kami sendiri beserta ibu yang mencarikan rumah buat kami. Siapa nama –nama penabur itu, kami tidak tahu sampai hari ini, mereka adalah nama-nama rahasia yang ada dalam catatan Tuhan. Tuhan sudah membuat mereka menuai berlipat kali ganda. Itu semua belum terhitung bagaimana Tuhan menggerakkan rekan seiman sediakan waktunya, tenaganya bahkan trucknya untuk kami pindahan dari rumah dinas perusahaan menuju ke rumah kontrakan. Dalam minggu kami pindah ada 2 sembako Tuhan kirimkan, berupa minyak goreng, gula, sirup, dll, dari dua sumber yang berbeda.

Di sinilah suami saya diteguhkan lagi. Kami sedang ada di sungai Kerit, karena selalu ada burung gagak yang Tuhan perintahkan untuk memelihara hidup kami.

Ada juga jemaat yang memberikan suami saya pekerjaan, yaitu mengurusi keuangan sebuah proyek pembangunan jalan dan kantor bupati di sebuah pulau terpencil, di pulau Wawonii. Kami sangat bersyukur untuk kesempatan bisa bekerja di perusahaan ini. Kami tahu ini adalah bentuk proses yang Tuhan sediakan bagi keluarga kami, sebuah proses yang sangat berharga.

Di sinilah Tuhan mengijinkan suami saya mengalami proses yang luar biasa di tempat yang tidak ada air, listrik dan sinyal.

Terpisah dari isteri dan anak-anak, terbatas dalam jam pelayanan.

Akhirnya setelah sebulan suami saya bekerja di pulau Wawonii ini, suami saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan ini.

Dengan mujizat Tuhan, dana pensiun dini dari perusahaan keluar. Peristiwa seperti ini termasuk langka, tidak semua orang dapat kemurahan Tuhan, di mana perusahaan ini tidak semudah itu dapat memberi pensiun dini pada karyawannya.

 

 

Tetapi tidak semua hak suami saya diberikan sepenuhnya, untuk itu kami mengurusnya sampai ke Dinas Tenaga Kerja, namun ketika perusahaan tetap tidak memberikan hak-hak yang masih tertahan, saya sarankan suami saya untuk ampuni saja mereka. Tuhan sanggup menggantikan semua yang mereka tahan.

Dana ini harus kami bijaki, karena masih banyak kebutuhan untuk anak kami kuliah nantinya.

#mujizatkesebelas

Dana pensiun dini bisa cair.

Selepas dari pekerjaan di pulau Wawonii, kami bergumul, apa lagi yang harus kami kerjakan. Akhirnya karena suami saya hobbynya masak, kami coba menerima pesanan masakan melalui media WhatsApp dan Facebook.

Mulai dari membuat tester makanan, belanja, menghitung anggaran, memasak, promosi melalui media sosial, memasak, mengirim makanan kepada pelanggan, dan menghitung uang, input data keuangan ke komputer, semua kami kerjakan berdua, bahkan anak sulung kami Dito ikut terlibat mengantarkan makanan kepada pelanggan. Saya sangat bersyukur untuk hal ini, anak kami adalah penghiburan yang Tuhan berikan pada kami. Sebagai anak muda, mau tanggalkan gengsinya, mau bantu promosi, mau bantu mengantar makanan, dll. Terpujilah Tuhan, telah mengikutkan anak kami dalam proses ini.

Hasil keuntungannya lumayan. Walaupun kami capek sekali, fisik kami belum terbiasa bekerja seperti ini. Pernah dalam satu sore, saya telephone kakak perempuan saya dan saya menangis, memberitahu dia bahwa saya capek. Sempat saya pun menangis di telephone.

Ketika semua pelanggan kami, yang kebanyakan teman gereja, semua pada pergi Wisata Rohani ke Israel, maka pesanan WhatsApp sepi pemesan, maka suami saya memutuskan untuk mencari tempat untuk kami berjualan, agar pelanggan bisa juga berasal dari orang-orang  luar yang tidak/belum kami kenal.

Akhirnya dengan perjalanan yang panjang, kami ditawari teman gereja sebuah tempat yang berada di tempat strategis untuk berjualan makanan. Dana sebesar dua puluh lima juta rupiah kami luncurkan untuk menyewa tempat ini selama tiga tahun. Sebuah langkah yang tidak mudah bagi kami, karena kami belum pernah berbisnis. Maka suami saya pun berdoa “Bila Tuhan kehendaki kami berbisnis biarlah Tuhan buat sukses, namun bila Tuhan tidak kehendaki kami berbisnis biarlah Tuhan buat gagal sekalian!”

Tujuan kami adalah siapa tahu bila bisnis ini bisa berjalan, maka kami bisa bebas melayani Tuhan di Kendari. Toh melayani Tuhan tidak harus dengan menjadi fulltimer. Kalau bisnis ini berjalan, kami sangat berharap bisa memiliki waktu yang lebih banyak lagi untuk terjun di pelayanan, walaupun sebelumnya pun kami sudah terjun di pelayanan dengan memaksimalkan waktu yang ada, di sela-sela pekerjaan kantor dan pelayanan saya sebagai penulis dan pembicara di Yayasan Jenius Cara Alkitab. Suami saya selama ini melayani sebagai Connect Group Leader, Bassis, dan saya melayani di Eaglekidz dan juga sebagai Worship Leader ( WL).

Maka kami pun membeli semua peralatan, mulai dari memesan meja, membeli freezer, membeli semua alat-alat memasak yang baru serta alat-alat berjualan seperti mangkok, piring, gelas, sendok, dll. Mendekor ruangan menggunakan banner, dan memilih nama Chef Jomblo untuk warung ini.

Nama ini punya sejarah, saat mana di masa lalu, ketika saya pergi ke luar kota untuk melayani Tuhan sebagai pembicara, dalam beberapa hari saya tinggalkan, suami saya memasak sendiri di rumah, membuat photonya dan memberi nama Chef Jomblo dalam setiap postingan di facebook, berharap Melody putri saya kangen masakan papa dan segera ingin pulang. Ceritanya untuk iming-iming.

Karena nama ini sudah cukup dikenal oleh rekan-rekan facebook, maka suami saya menggunakan nama ini.

Dengan harapan tinggi, kami sudah mempersiapkan rekan yang sedianya akan membantu nanti di warung, bila warung sudah berjalan.

Di saat yang bersamaan, datang tawaran untuk suami saya menjadi manager di sebuah toko plastik, yang lokasinya sangat berdekatan dengan warung yang akan dibuka. Melihat berbagai peluang bagus, maka keduanya pun kami ambil. Gaji dari toko dapat diraih, bersamaan dengan itu warung bisa dijajal peruntungannya.

Maka setelah semua siap, saya menjaga warung dari pagi sampai malam, sementara itu suami saya menjadi manager toko sampai malam. Sepulang dari toko, kami berbelanja ke pasar dan suami saya pun memasak untuk warung keesokan harinya, sampai jam 02.00 dini hari. Sebagai pendamping, saya pun menemani mempersiapkan bumbu dll, dan ikut-ikutan tidur larut malam, pada jam 02.00 pagi.

Maka saya diteguhkan Tuhan dengan ayat emas yang saya dapat untuk menutup tahun 2016. Ayat tersebut berbicara tentang; “Setia perkara kecil”.

Rupanya ayat tersebut pas sekali dengan situasi saat itu, dimana orang yang kami harapkan membantu warung ini, entah karena alasan apa, tidak jadi bergabung, sehingga akhirnya saya bekerja sendiri, mulai dari ;  mengelap meja, menyapu, mengepel, mempersiapkan makanan, nasi, membuat bumbu nasi goreng, berbelanja, input keuangan, promosi lewat dunia maya, membuat rekaman video, membuat promosi lewat photo, meminta komentar tertulis dari pengunjung,  membuat buku menu, menyajikan makanan, mencatat stok makanan, sampai mendoakan pelanggan yang datang ‘konseling’ di warung.

Ada pengalaman unik di warung ini. Melihat nasi yang terkadang masih banyak, saya terpikir untuk menjual menu nasi goreng. Maka saya mencoba membuat nasi goreng yang unik, yaitu nasi goreng teri bumbu trasi. Maka secara unik, Roh Kudus seperti memberi saya komposisi, untuk perdana memasak nasi goreng untuk dua porsi, berapa jumlah bawang merahnya, berapa jumlah bawang putihnya, berapa jumlah cabai hijaunya, tomat hijaunya serta kemangi dll yang dipakai sebagai bumbunya. Sekali coba bikin, langsung enak. Waaauuuu…. Semua pengunjung yang mencoba nasi goreng teri ini bilang masakannya sungguh lezat. Saya pun cukup terkejut, karena saya pun baru kali ini membuat nasi goreng teri bumbu trasi ini. Masa bisa langsung enak dan diminati? Sungguh suatu mujizat.

Dari sini, saya melihat bahwa Tuhan memang mengijinkan kami membuka warung ini, untuk di kemudian hari memetik kesimpulan bahwa kami tidak dipanggil untuk menjadikan bisnis sebagai pekerjaan utama kami.

Semua pengunjung bilang masakan kami enak. Kami bisa tersenyum dan bersyukur pada Tuhan,  karena kami sendiri kesulitan menemukan makanan enak di Kendari untuk harga makanan menengah ke bawah. Tidak seperti di Jawa di mana banyak makanan yang murah pun rasanya enak-enak. Mungkin juga kami mencoba menilai makanan yang asing dengan kebiasaan lidah kami, bisa jadi itu menjadi faktor penyebabnya.

Sepanjang membuka warung ini, terpaksa warung sering ditutup bilamana saya harus keluar kota untuk melayani Tuhan sebagai pembicara, semisal ke Sumba, ke Semarang, ke Papua, dll.

Hal ini tidak terhindarkan, karena mencari orang untuk membantu, yang bisa dipercaya, dan yang bisa diandalkan di Kendari amat sangat sulit. Pernah mendapat orang untuk membantu saja, hanya bisa bertahan 2 minggu kerja. Sedangkan apabila saya ke luar kota, automatis suami saya juga tidak bisa meninggakan pekerjaannya sebagai manager toko.

Sedangkan pelayanan sebagai pembicara tidak dapat dibatalkan, karena mereka kebanyakan telah menandai tanggalan dan oke dengan saya dari setengah tahun sebelumnya, bahkan ada yang dua tahun sebelumnya.

Dari sini suami saya  diperhadapkan pada dua pilihan; apakah akan memilih keluar dari pekerjaan sebagai manager toko dan menjaga sendiri warung, sehingga bila saya ke luar kota, warung tidak perlu ditutup, ataukah pada pilihan ke dua; akan menutup saja warung dan berhenti dari manager toko.

Setelah timbang sana sini, kami memilih untuk keluar saja dari manager toko, dan dengan menunggui warung sendiri, diharapkan saya dapat memulai kembali memberi les musik yang selama buka warung ini, terhenti.

Akhirnya suami saya keluar dari pekerjaan sebagai manager toko, dan menunggui sendiri warung yang sudah berjalan. Namun tetap saja ada kendala dimana apabila saya ke luar kota untuk pelayanan, suami saya menjemput Melody sekolah, tetap di jam makan siang pelanggan, warung harus ditutup. Ini dilema.

Kami kurang mempertimbangkan dari awal faktor SDM yang amat sangat sulit dicari di Kendari. Kondisi warung yang sulit air juga menjadi faktor kendala yang sangat serius untuk jenis bisnis makanan yang sangat membutuhkan air dalam kebersihan dan dalam proses memasak.

Akhirnya, setelah suami saya keluar dari pekerjaannya sebagai manager toko,  selama lebih kurang dua minggu menunggui warung secara fultime, dengan makanan seenak itu, dengan tempat sestrategis itu, sungguh aneh; keadaan warung BENAR BENAR SEPI.

Suatu malam, ketika saya mencuci piring, tiba-tiba suami saya yang lama merenung berujar “Mestinya bukan ini yang kita lakukan, Ma!”

Bergumul cukup dalam, akhirnya warung pun kami tutup.  Kami sadar bahwa masa pembuktian bahwa bukan ini yang jadi jalan Tuhan, walaupun Tuhan mengijinkan ini terjadi, ternyata sudah cukup sampai di sini.

Maka kami berusaha menyelamatkan tempat yang sudah disewa selama 3 tahun, dengan mengalihfungsikan menjadi JCA Center/ Pusat Pelayanan Anak/ Sanggar Rohani Anak. Namun Tuhan tidak membuka jalan ke arah sana.

Dalam pada itu, saya pun sebagai isteri sering menjerit kepada Tuhan, mengapa kami mengalami semuanya ini dalam hampir sepanjang tahun ini. Namun dalam segala air mata doa saya, saya tidak merasakan jawaban Tuhan sedikitpun. Sering berdoa untuk orang lain dan mendapatkan marifat untuk disampaikan, tetapi giliran berdoa untuk pergumulan sendiri seakan tidak mendapat jawaban.

Ada seseorang yang berdoa untuk kami, dan menyebut kalimat “Langit tembaga ada atas keluarga ini, mohon Tuhan lalukan.” Sekali dua kali saya mendengar kalimat ini pun, membuat saya penasaran, maka saya pun mencari di Alkitab, apa arti langit tembaga itu.

Dengan sangat terkejut, saya menemukannya sebagai daftar kutuk, karena tidak taat dan tidak mendengarkan suara Tuhan. Langit tembaga artinya langit berkat tertutup untuk keluarga kami. Maka saya pun menangis sejadi-jadinya dalam doa, dan memohon ampun, bilamana kami berdosa, tolong Tuhan nyatakan dan kami bersedia bertobat.

Saat itu pun Roh Kudus menjawab bahwa kami bukan berada di bawah langit tembaga, melainkan berada pada ‘musim kering di sungai Kerit’

Ini sama dengan firman yang suami saya dapatkan lewat khotbah hambaNya, Pdt Philip Mantofa. Sungai Kerit.

Mengapa Tuhan nyatakan demikian, karena Roh Kudus pun mengingatkan saya, betapa banyaknya burung gagak yang Dia kirimkan, membawa banyak sekali berkat yang bisa saya daftarkan di sini, dan itu berlaku sepanjang tahun, sejak November 2016 sampai November 2017, bahkan sampai kami tiba di Batu, Jatimpun, masih terus berlangsung, secara ajaib, bisa didata sbb:

  1. Pada saat Melody putri kami berulang tahun, Desember 2016, ada yang memberi berkat berupa baju baru, kue tart buatan sendiri oleh pembelinya, ice cream tart, dll
  2. Suami saya diberkati dengan lebih kurang 6 potong baju baru dalam sepanjang tahun tersebut.
  3. Anak saya sulung, Ardito, juga mendapat berkat lebih kurang 5 potong baju baru dalam sepanjang tahun tersebut, jaket baru, dll
  4. Saya sendiri pun mendapat berkat 9 potong baju baru, 1 potong blezer, 3 potong baju baru lagi, 1 potong baju baru lagi, 1 tas baru, 3 pasang sendal dan sepatu, 1 pasang sepatu baru, laptop baru, LCD baru ( untuk yayasan), Speaker baru ( untuk yayasan), printer baru ( untuk yayasan), dll. Semuanya dari orang yang berbeda-beda.
  5. Donat mocco 1 doos besar
  6. 5 Kg daging sapi
  7. 1 ikat bayam organik dan lebih kurang 20 papan tempe
  8. Berkat Ayam hidup yang bertelur 3 kali, ayam goreng yang siap dimakan, dan ayam mentah di freezer, silahkan pilih dalam satu minggu yang sama.
  9. Berkat Ice cream tart seharga Rp 400.000,00 tanpa ada yang ulang tahun.
  10. Baju baru baru untuk Melody di November dan Desember 2017 sekitar 8 potong, dari sekitar 5 orang yang berbeda. Tas baru 3 buah. Bantal hias.
  11. Makanan berlimpah –limpah, yang seringkali hanya keluarga kami yang diberi secara khusus oleh pemberinya.
  12. Dana Rp 5.000.000,00 di minggu pernikahan kami.
  13. Dana Rp 1.000.000,00 untuk saya membeli buku.
  14. 1 meja belajar untuk anak saya Dito di Surabaya
  15. 5 buah banner untuk berdoa
  16. Baju baru kembar batik untuk kami berdua suami isteri
  17. Kaos untuk Melody dan Dito
  18. Gelang
  19. Permainan anak rohani
  20. Sleyer pelangi
  21. Beberapa potong baju dan kemeja baru dari pemilik butik di Semarang
  22. Oleh –oleh kue dari peserta seminar buatan mereka sendiri
  23. Oleh oleh keripik tempe dari panitia seminar bikinan mereka sendiri
  24. Oleh-oleh khas Sumba dari seorang sahabat
  25. Sebuah mangga dari pohon yang ada di rumah pemberinya
  26. Sepotong baju baru di ulang tahun saya
  27. Dua doos donat di hari ulang tahun saya dan Tante Sheny, kami HUTnya sama-sama
  28. Tiket pesawat PP yang momentnya pas dengan pencarian kost buat anak saya Dito, di Surabaya
  29. Tiket pesawat PP yang momentnya pas dengan menengok anak saya Dito, di Surabaya
  30. Tiket pewasat PP yang momentnya pas dengan menengok anak saya Dito, di Surabaya
  31. Oleh oleh bumbu pecel dari Madiun
  32. Keripik khas Papua
  33. Syal dari Kupang
  34. Rengginang dari peserta seminar
  35. Ikan asap dari Papua
  36. Traktiran kopi rempah
  37. Traktiran chinese food dari seorang sahabat
  38. Traktiran bubur manado dari seorang sahabat
  39. Traktiran istimewa di hari ulang tahun saya
  40. 3 buah bolero

 

Ini bukan ‘langit tembaga’.  Jika kita bertemu dengan langit tembaga, pastinya tidak akan ada setetes pun berkat Tuhan turun.  Ini benar benar burung-burung gagak dan ‘hotdog-hotdog’nya, di jam-jam catering sepanjang tahun.

Namun saya tidak menaruh kepahitan kepada yang mendoakan tersebut, karena mungkin saja perkatan ‘langit tembaga’ sudah menjadi latah untuk menjadi kosa kata dalam mendoakan keluarga-keluarga seperti kami, yang sedang dilanda kekeringan. Musim kering. Kami mengerti.

Disalah mengerti itu sudah biasa, sedangkan kami sendiri saja, bila tidak dijelaskan Roh Kudus apa yang sedang kami alami itu, kami sendiri tidak pernah tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Jangan pernah memaksakan orang lain mengerti keadaan kita, karena bilamana itu hanya bisa dimengerti oleh kita sendiri dengan Tuhan, maka kita tidak perlu menaruh sakit hati pada ketidakmengertian dari orang-orang di sekitar kita.

Lalu bagaimana setelah suami saya keluar dari pekerjaan sebagai manager toko, lantas juga warung telah ditutup?

Saya mendapat hikmat untuk supaya suami saya mengerjakan persiapan buku saya yang kedua, Kamus Ribuan Metode Kreatif. Karena dia adalah penerbit buku saya yang perdana, sekaligus cover disignernya. Kali ini untuk buku kedua dia menggarap selain cover design, juga editing, serta menggarap juga design layoutnya. Buku ini sampai sekarang masih sedang menunggu pengerjaan sekitar 10 % lagi, yang terhenti karena proses kepindahan ke Batu. Jika Tuhan berkehendak, akan segera diselesaikan selepas semua proses menata rumah baru sudah selesai. Jadi pekerjaan ini belum membuahkan rupiah sepeser pun karena masih dalam proses.

Sampai di sini Tuhan menolong kita. Sampai di sini. Di sini itu maksudnya itu dimana? Ya di sini, di mana pun kita berada, Tuhan menolong kita. Lantas kalau kita sudah tidak di sini lagi, lalu kita berada di sana, bagaimana? Di sana itu, setelah kita sampai, kemudian akan menjadi di sini. Lalu muncul lagi kalimat yang sama “Sampai di sini Tuhan menolong kita.” Akhirnya kalimat ini bisa berbentuk kalimat lain yang artinya sama “ Di mana pun Tuhan menolong kita.”

Bekerja jadi manager toko sudah berhenti. Warung sudah ditutup. Sementara itu kebutuhan hidup terus berlanjut. Setiap minggu harus mengirimi anak sulung yang sudah kuliah di Surabaya. Bagaimana kami bisa bertahan? Biaya hidup di Kendari sangat tinggi.

Secara ajaib Tuhan membawa saya sejak masih jual makanan on line melalui pemesanan lewat WhatsApp, menekuni herbal. Oleh karena itu tidak heran dalam satu masa, di website JeniusCaraAlkitab.com isi artikelnya adalah ‘Manfaat Daun Pecut Kuda’ sampai berpuluh-puluh artikel.

Murid les musik masih berjalan selama jual makanan online, tetapi pada saat buka warung Chef Jomblo, otomatis murid les terhenti untuk belajar. Karena saya harus terpancang di warung.

Setelah warung tutup, maka les musik kembali berjalan.

Yang ajaib adalah, kami mengenal yang namanya uang lewat. Setiap kami butuh, ada saja yang pesan herbal. Jika uang herbal telah habis, ada saja yang bayar uang les, setelah uang les habis, ada saja yang pesan makanan. Setelah uang keuntungan pemesanan makanan habis, ada saja undangan pelayanan baik untuk saya, maupun untuk kami berdua, bahkan suami saya pernah juga diundang secara pribadi menjadi juri. Kalau berkat dari pelayanan habis, ada saja barang-barang warung yang terjual.  Namun demikian, dalam rangkaian pelayanan yang datang, kami tidak menjadikan ajang pelayanan sebagai sumber mata mencaharian kami, karena jika Tuhan mendorong untuk kami menabur kembali kepada penyelenggara, kami tetap taat. Walaupun seperti apa pun kondisi keuangan kami, kami tetap belajar untuk menjadi ‘pengelola’, dan bukan ‘pemilik’.

Dan di akhir-akhir menunggu saat pindah ke Batu, dan warung sudah tutup, murid-murid les digerakkan Tuhan untuk menabur bagi kepindahan kami. Ini yang membuat saya heran, mengapa jusru murid-murid les yang sering saya liburkan dalam masa-masa tertntu karena badai yang kami alami, justru Tuhan gerakkan untuk memberkati keluarga kami.

Di sinilah saya merasakan pertolongan Tuhan yang selalu nyata dalam hidup kami. Bahkan dalam lebih kurang dua bulan kami menunggu proses pindah, karena mau tidak mau kami harus menunggu proses study Melody, putri kami, selesai Ujian semester di bulan Desember 2017, di situ kami semakin merasakan pertolongan Tuhan dari hari ke hari kehidupan kami.

Perpuluhan kami pun malah lebih banyak jika dibandingkan saat suami saya masih bekerja di perusahaan. Sungguh aneh bin ajaib.

Pernah dalam satu waktu pun kami harus mengambil uang cadangan untuk membayar perpuluhan karena semua berkat-berkat berupa barang ataupun makanan pun kami perhitungkan perpuluhannya.

#mujizatkeduabelas

Selalu ada burung gagak

yang Dia perintahkan untuk memeliharakan hidup kami

selama kami seperti berada di sungai Kerit.

Baik suami saya maupun saya,

sama-sama mendapat impresi tentang Sungai Kerit.

 

 

 

 

 

 

 

 

T-iada terduga kasihMu

H-eran dan besar bagiku

A-rti kehadiranMu s’lalu

N-yata di dalam hidupku

Kedalaman kita mengenal Tuhan, tidak tentu harus kita alami saat mana semua berjalan lancar, saat mana gaji selalu setiap bulan di tangan, saat mana bonus dan THR telah menunggu kita untuk membelanjakan segala keperluan sekunder, status yang jelas di mata masyarakat ada pada genggaman, semua fasilitas kantor begitu mempesona. Tidak tentu.

Kedalaman kita mengenal pribadiNya yang begitu menyayangi kita, begitu perduli, begitu memelihara, begitu perhatian, begitu ajaib, begitu mempesona, justru terkadang datang di saat kita ada di lembah, di saat iman kita dilatih untuk bergantung penuh kepadaNya, di saat kita berada dalam tekanan, disalah mengerti orang –orang disekitar kita, direndahkan, dipersalahkan, dll.

Hanya saat kita ada di lembah bayang bayang maut, di saat itulah kita bertemu dengan Gada dan TongkatNya. Di bukit yang menjulang tinggi kita tidak akan berjumpa dengan kedua hal itu, Gada dan TongkatNya. Siapa bilang Gada dan Tongkatnya melulu hanya untuk memukul domba yang nakal, terkadang bisa juga dipakai menjadi alat untuk menjangkau dombaNya mendekat kepadaNya, lalu Dia akan meraih domba itu masuk dalam hangatNya dekapanNya.

 

Jangan pernah takut berada di lembah.

Karena di situlah kita akan berjumpa dengan Gada dan TongkatNya

yang sedemikian menghibur kita.

Lembah adalah tempat yang terbaik untuk benar-benar mengalami

penghiburan yang sejati daripadaNya.

Sang Gembala Agung hidup kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

P-enyertaanMu sempurna

R-ancanganMu penuh damai

A-man dan sejahtera

W-alau di tengah badai

I-ngin ku s’lalu bersama

R-asakan keindahan

A-rti kehadiranMu Tuhan.

 

DI RUMAH JANDA SARFAT

Kontrakan rumah kami di Kendari akan berakhir bulan Nopember 2017. Kami harus segera memutuskan akan stay di Kendari lagi pada tahun berikutnya dengan memperpanjang kontrakan, ataukah akan berpulang ke Magelang karena kami punya rumah di sana, ataukah akan ke mana?

Seperti biasanya, sepanjang tahun ini dari Nopember 2016 saya terus berdoa dan berdoa, apa yang Tuhan mau bagi keluarga saya, tetapi saya belum mendapat kepekaan sedikit pun, jawaban setetes pun tidak ada. Saya mengerang, dan Cuma diberi tahu bahwa ini bukan langit tembaga, dan ini musim kering di sungai Kerit, tetapi untuk apa tujuan dari semua ini, saya benar-benar berada dalam kebingungan.

Jiwa saya mengerti bahwasannya kami sedang masuk dalam proses di ENOL kan kembali oleh TUHAN. Orang yang tidak pernah dienolkan tidak akan pernah mendapat apa-apa dari Tuhan. Seorang janda yang kebingungan karena anaknya akan diambil sebagai rampasan ganti hutang-hutang mendiang suaminya, harus membawa banyak bejana yang KOSONG. Jika bejana-bejana itu sudah penuh, tidak mungkin bisa diisi lagi dengan minyak yang nantinya akan dijual untuk menulasi hutang-hutang.

Enam tempayan yang diisi air sampai penuh, untuk kemudian Tuhan Yesus mengubah air-air itu menjadi anggur, harus dibawa dalam keadaan KOSONG dahulu, baru kemudian diisi sampai penuh dengan air.

Tuhan terkadang membawa kita dalam situasi yang KOSONG, tetapi BUKAN MENGOSONGKAN PIKIRAN seperti ritual yang sering dilakukan oleh cenayang yang hendak menghipnotis seseorang, melainkan mengosongkan diri dari ego, dari kesombongan, dari kebergantungan pada status, uang, tabungan, relasi, keluarga, kerabat, kenalan, sahabat, dari talenta, dari apapun juga yang kita anggap sebagai ‘harta andalan’.

Di sini, di masa ini, saya tahu bahwasannya keluarga kami sedang diproses untuk belajar rendah hati, belajar bersyukur, belajar setia perkara kecil, diajar menghargai VISI yang Tuhan berikan pada saya secara pribadi di pelayanan JCA, diajar lebih intim mendekat kepadaNya, diajar tetap melayani Tuhan dalam keadaan seperti apa pun juga, diajar bersabar, diajar bagaimana tetap setia perpuluhan, diajar untuk menyerahkan kekawatiran kepadaNya, diajar berharap pada Tuhan, diajar untuk bergantung penuh pada Tuhan. Masuk dalam sekolahnya Tuhan sepanjang dua semester.

Kalau memang Tuhan panggil suami saya masuk dalam panggilan tertinggi dalam hidupnya, mengapa bisnis kami yang kami harap bisa menjadi pintu masuk untuk kami bisa lebih dalam melayani Tuhan, tidak bisa berjalan? Tuhan sepertinya sedang punya rahasia yang belum disingkapkanNya.

Singkat cerita, saya menjadi pembicara Kampung Sekolah Minggu, di GBI Diaspora Batu, untuk yang kedua kalinya di September 2017.  Dan ini adalah kunjungan saya yang ketiga di gereja ini, setelah yang pertama Kamung Sekolah Minggu 2016, dan Ret-reat Guru Sekolah Minggu intern gereja ini April 2017.

Pada saat itu, posisi warung sudah tutup, namun kami belum tahu apa yang jadi kemauan Tuhan dalam keluarga kami. Suami saya sedang mengerjakan proses penerbitan buku saya yang kedua untuk mengisi waktu agar tidak menganggur dan sekaligus juga untuk menghindari kemalasan.

Saat itulah saya sharing dengan Tante Stanny, ibu gembala di GBI Diaspora Batu di sini, tentang keadaan keluarga saya.

Saat itulah beliau berkata

“Nah benar kan apa yang Tante bilang dulu. Tante kan pernah bilang April 2017 lalu, jangan buka warung, karena kalian berdua ini punya garis Imam dari orang tua kalian yang adalah pendeta, daripada nanti rugi nggak karu-karuan.”

Saya tersenyum. Saya teringat, saat kedua kali ke gereja ini di bulan April  2017 memang Tante Stanny pernah menasihati saya untuk sepulang dari Batu nanti, urungkan niatan untuk membuka warung. Namun pada saat itu, dalam hati saya mengelak, karena warung sudah terlanjur dibayar untuk 3 tahun sewa, dan juga alat-alat sudah dibeli, namun untuk membuka warung tersebut menunggu saya pulang dari Batu dari pelayanan ini, akan segera dibuka. Persiapan akhir tinggal memesan dekorasi saja. Jadi pada saat itu saya hanya tertawa saja, karena usulan Tante mengurungkan niatan ini saya rasa sungguh konyol, kami sudah tidak bisa mundur lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Namun saya tidak banyak membantah beliau, hanya tersenyum saja dan mensharingkan nasihat beliau pada suami saya sepulang dari Batu ke Kendari.

Saya teringat pada saat April 2016 tersebut, tante mengajak saya ke Rumah Mujizat, yaitu rumah beliau, untuk berdoa bagi keluarga saya. Pada saat itu saya ingat, saya menangis sambil berbahasa Roh, namun dalam akal budi saya, sungguh saya tidak mengerti apa yang saya tangiskan.

Saya ingat betul, saat itu hadirat Tuhan sungguh amat dahsyat melingkupi kami bertiga yang berdoa di situ, yaitu Tante Stanny, Sdri Ria ( pengerja di sana) dan saya sendiri.

Akhirnya di akhir percakapan itu ( September 2016) , setelah mengingatkan bahwa dulu dia pernah memperingatkan jangan buka warung, Tante berpesan serius pada saya.

“Ibu Grace dan suami harus mengambil waktu doa puasa bersama, karena Tuhan itu tidak mungkin tidak menyatakan kehendakNya, Dia pasti nyatakan apa yang Dia mau.”

“Baik Tante”, jawab saya dengan kesungguhan.

Maka sepulang dari kunjungan ke tiga saya di gereja ini, September 2017, saya share dengan suami saya, bahwa Tante Stanny menyarankan untuk kami berdua doa puasa.

Suami saya setuju, dan kami pun akhirnya menyepakati untuk berdoa puasa pada Senin , Selasa dan Rabu minggu berikutnya. Bahkan ternyata dalam kenyataannya suami saya sudah curi start terlebih dahulu, karena dia sudah mengambil doa dan puasa dari sejak hari Sabtu.

Pada doa puasa itu pun Tuhan tidak berbicara apa-apa pada kami.

Sekitar hari Jumat atau Sabtu pada minggu itu, setelah puasa kami berakhir di hari Rabunya, Tante Stanny telephone saya di Kendari, dari Batu.

Beliau menanyakan kabar saya, dan hasil doa puasa kami.

Dan di akhir percakapan beliau hanya berkata seperti ini “Apa Bu Grace dan suami ke Batu saja, membantu pelayanan Tante? Tetapi jangan sembarangan, berdoa dulu ya apakah ini maunya Tuhan.”

Percakapan yang tidak sampai lima menit (sudah termasuk basa-basi di awal percakapan) itu pun selesai. Telepon ditutup.

Seperti air kran yang dibuka, start dari percakapan itulah saya mulai dibukakan rahasia Tuhan, atas keluarga kami, bahwa Tuhan memang menghendaki kami ke Batu, ke gereja ini, melayani di GBI Diaspora Sejahtera, Batu, Jatim ini.

Apakah Tuhan juga bermain rahasia dengan kita? Di situlah saya dibukakan Tuhan, rhema daripadaNya, bahwa Nabi Elisa pernah berkata seperti ini.

”Biarkanlah dia, hatinya pedih! TUHAN menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak membritahukannya kepadaku.” II Raja-raja 4: 27

Terkadang Tuhan main rahasia-rahasiaan bahkan kepada nabiNya, nabi Elisa. Sekalipun dia seorang nabi, Tuhan sah-sah saja menyembunyikan suatu rahasia kepadanya.

Demikian juga Tuhan main rahasia-rahasiaan dengan saya, sehingga tangan pertolonganNya, sudah sejak setahun yang lalu Dia berikan, namun belum Dia nyatakan. Mengapa bisa terjadi seperti ini? Karena Tuhan menunggu saat yang tepat untuk menyatakan kehendakNya. Semua ada musimnya, dan dalam Pengkotbah 3:11 dikatakan:

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.

Perhatikan di sini, kata waktunya, ditulis dengan ‘nya’ kecil, bukan dengan ‘Nya; huruf besar. Dalam bahasa aslinya berarti; ‘pada musimnya’.

Jadi kapan Tuhan membukakan rahasiaNya, ketika musim yang tepat tiba. Seandainya dari tahun lalu, 2016 Tuhan sudah bicara banyak ,sejak awal saya mengenal gereja ini, sudah Tuhan bukakan kehendakNya bahwa saya sekeluarga akan Tuhan tempatkan di gereja ini, bisa jadi kami suami isteri bertengkar terus sepanjang tahun.

Namun Tuhan tahu bahwasannya keluarga kami harus diproses terlebih dahulu sebelum mendapat berita penempatanNya di ladangNya.

Ketika Tuhan nyatakan kehendakNya dengan dimulainya telephone dari Tante Stanny itu, seperti kran yang dibukakanNya, dari situlah Tuhan mulai mengajak suami saya juga bergumul lebih dalam lagi. Hanya dalam kurun waktu setidaknya dua minggu itulah Tuhan beracara dengan suami saya secara pribadi.

Tuhan tahu musim yang paling tepat kapan rahasiaNya disingkapkan kepada keluarga kami.

Ketika kami telah sampai di titik enol, maka Tuhan bisa mengajak kami memulai dari sesuatu yang baru, era baru, musim baru, tugas baru, penempatan baru, passion dan hasrat yang baru untuk masuk dalam kehendakNya yang sempurna.

Satu persatu Tuhan tunjukkan mujizat-mujizat rahasia yang sebenarnya telah saya alami sejak September 2016 lalu, namun karena belum tahu bahwa Tuhan menggiring kami ke gereja itu, maka saya pun tidak mengerti sebelum Tuhan membukakan rahasia itu melalui percakapan telephon dengan Tante Stanny itu.

Hal-hal inilah yang mulai Tuhan singkapkan, setelah percakapan telephone itu, bahwa: ( dari mujizat ke tigabelas sampai ke dua puluh satu, semuanya ada 9 mujizat ke depan) …

Bulan September 2016, saya diundang pembicara di GBI Diaspora Batu Jatim, untuk pertama kalinya. Tadinya saya sama sekali tidak mengenal gereja ini, dan mereka pun tahu saya dari internet.

Yang membuat saya terkejut di sana itu adalah pertama kali turun dari Travel, saya langsung disambut Ibu Pdt. Stanny Irawati, gembala GBI Diaspora Batu, Jatim.

Dari semua sharing sampai malam pada hari itu, saya sempat terkaget-kaget, karena VISI dari ibu Stanny kog bisa sama persis dengan VISI yang Tuhan beri dalam hidup saya. Juga ada pengelihatan Peta Indonesia serta Peta Pulau Papua, di mana Tuhan juga memanggil saya memiliki beban selain untuk Indonesia bagi Kristus, Generasi Indonesia bagi Kristus, juga adalah khsususnya :Indonesia Timur.

Waauuu…di situ saya mulai heran, karena saya belum pernah bertemu orang yang VISI nya bisa sama persis.

Nah, pada saat diingatkan Tuhan akan hal ini, saya mulai mengerti mengapa Tuhan inginkan kami melangkah ke gereja ini untuk memenuhi panggilannya atas keluarga kami, di musim berikutnya

 

 

 

 

 

#mujizatketigabelas

Dipertemukan dengan hamba Tuhan

yang memiliki VISI yang kembar,

yang sama persis dengan VISI yang Tuhan tanamkan

dalam hidup pelayanan saya.

Hal kedua yang membuat saya kaget juga adalah, ini adalah momentum pertama kali dalam seumur hidup saya, di mana saya berulang tahun di tempat pelayanan, biasanya saya pasti berulang tahun di tengah-tengah keluarga. Untuk itu saya telah meminta ijin dari suami saya, apakah pelayanan ini akan saya ambil atau tidak, karena bertepatan dengan ulang tahun saya. Suami saya memberi ijin untuk mengambil pelayanan ini, jadi saya pun berangkat.

Saya minta kado doa dari suami saya berupa doa di hari ulang tahun saya, dan pagi-pagi suami saya sudah menelephon saya dan mendoakan lewat telephon.

Dan saya juga meminta kado ulang tahun pada Tuhan , “Tuhan saya ingin didoakan Tante Stanny sebagai kado buat saya”

Digenapi, malam itu didoakan beliau.

 

 

 

 

 

#mujizatkeempatbelas

Didoakan hamba Tuhan di hari ulang tahun saya,

oleh seorang Hamba Tuhan yang memiliki VISI yang sama,

di saat saya melayani di luar kota,

sesuai dengan kerinduan saya yang saya pintakan

dalam doa pribadi saya.

Sebuah peristiwa langka

yang belum pernah saya alami sebelumnya.

Besoknya, tepatnya pada hari terakhir ada acara pembasuhan kaki, saya berdoa lagi “Tuhan saya ingin didoakan sekali lagi oleh Tante Stanny..” Eh digenapi, saya didoakan lagi, padahal beliau kan tidak tahu isi doa saya pada Tuhan?? Dan hari ulang tahun saya sudah lewat kemarin. Dan di situ tidak ada pembicara lain yang didoakan oleh Tante Stanny,  selain saya.

Mengapa saya berdoa seperti itu, karena bagi saya ; di tempat pelayanan dan sedang ulang tahun, dan didoakan tuan rumah, tampaknya terlalu klise, saya ingin peneguhan sekali lagi dari Tuhan untuk didoakan sekali lagi oleh hambaNya.  Ternyata digenapi.

 

 

 

 

 

#mujizatkelimabelas

Didoakan hamba Tuhan

yang memiliki VISI yang sama,

SEKALI LAGI

sesuai dengan kerinduan saya

yang saya pintakan dalam doa pribadi saya,

TANPA ada janjian.

Itu September 2016.

Ternyata pada waktu yang sama itulah, di Sulawesi suami saya pun sedang dilawat Tuhan, melalui sebuah kotbah streaming yang berthema “Membawa perahu masuk ke tempat yang lebih dalam”

Ketika Tuhan mengingatkan saya bahwa pada saat suami saya mendapat khotbah Membawa Perahu Masuk ke tempat yang Lebih Dalam itu, pada saat yang sama saya sedang ada di acara Kampung Sekolah Minggu, GBI Diaspora Sejahtera, September 2016, di situlah saya sadar bahwasannya Tuhan sudah bermain rahasia dari sejak itu. Sejak sebelum terputus pekerjaan di perusahaan, ternyata Tuhan sudah sediakan langkah selanjutnya.

Namun mengapa tidak bisa langsung prosesnya, tidak bisa begitu lepas pekerjaan, langsung dibawa ke ladangNya di GBI Diaspora Sejahtera,  Batu, karena Dia sedang punya acara mengajak suami saya ‘ngerem’ setelah 20 tahun bekerja di perusahaan, dan karena Dia sedang punya agenda satu tahun memasukkan kami dalam sekolahNya, sekolah kehidupan, dengan satu mata kuliah “Di enolkan untuk lebih mengenal Tuhan.”

Dan karena bila semua proses satu tahun ini tidak terjadi, maka kami sekeluarga tidak mungkin bisa siap masuk ke ladangNya di musim yang baru dalam keluarga kami.

#mujizatkeenambelas

Ternyata di saat yang sama, di dua pulau yang berbeda,

Tuhan sedang berbicara kepada suami saya,

dalam rangka panggilanNya yang secara khusus,

di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Di saat yang sama,

Tuhan juga berbicara kepada saya,

meneguhkan VISI yang Dia berikan kepada saya,

melalui penumpangan tangan hambaNya, di Batu, Jawa Timur.

Tanpa saya sadari bahwa ini sebenarnya

adalah momentum persiapan untuk Tuhan

menggiring keluarga kami nantinya

akan pelayanan di gereja ini.

Belum cukup sampai di situ, Tuhan mengingatkan kembali bahwa kedatangan saya ke dua kali ke gereja ini adalah pada momentum April 2017, adalah pas sekali dengan momentum saya mencari kost buat anak sulung kami di Surabaya.

Pada saat itu, menjelang acara di Batu, saya sudah berencana untuk nanti selepas acara ret-reat Guru SM di GBI Diaspora batu, nantinya saya akan ke Surabaya.

Di Surabaya, rencana awalnya saya akan bermalam di rumah adik kandung saya yang tinggal di Surabaya. Namun karena telephone susah nyambungnya, akhirnya sudah lewat waktunya, dalam kondisi mepet waktu keberangkatan, saya pun menghubungi kerabat di Surabaya, di mana kira-kira saya bisa bermalam, karena saya akan berburu kost buat anak saya itu.

Ternyata sepupu saya sangat menyambut baik, dan bersedia mengatur penginapan saya serta berjanji akan bantu saya cari kost buat anak saya di Surabaya.

Alhasil saya harus reschedule tiket pesawat untuk pulang ke Kendari. Puji Tuhan, mujizat terjadi, saya hanya diminta bayar Rp 40.000,00 untuk memundurkan tanggal pulang, tidak lebih.

Lantas di Surabaya dapat berkat hotel dua hari, dapat berkat mobil untuk keliling cari kost, dapat kemudahan Tuhan cari kost bisa selesai dalam sehari. Juga dapat kemurahan Tuhan lainnya, sepupu saya yang super sibuk bisa antar saya keliling Surabaya. Dan para hari kedua, karena kost sudah dapat, malah bisa memanfaatkan waktu di hari ke dua untuk  mendoakan sepupu saya lainnya yang sedang sakit.

Terlalu nyata penyertaan Tuhan. Lagi-lagi terkait dengan gereja ini. Tuhan pasti punya agenda.

 

 

 

#mujizatketujuhbelas

Momentum ke dua saya ke GBI Diaspora Sejahtera, Batu,

pas sekali dengan momentum saya mencari kost

buat anak sulung kami,

persiapan kuliahnya nanti, di Surabaya.

Dalam pencarian kost ini banyak berkat  yang Tuhan alirkan.

 

Pada bulan April tersebut, saat hari terakhir saya di Surabaya, setelah acara mencari kost dan mendoakan sepupu yang sakit, selesai, saya berkesempatan berdoa bersama keluarga sepupu saya yang telah dipakai Tuhan menjadi alat saluranNya menolong saya selama di Surabaya.

Saya pun berdoa satu persatu untuk keluarga yang luar  biasa ini. Setelah amin…..

Di situlah, keponakan saya, yang masih duduk di SMP, yang mendapat karunia kenabian dari Tuhan ( maklum, selama masih janin, mamanya rajin menonton video pelayanan Benny Hin), memberikan pengelihatan yang dia dapat dari Tuhan untuk saya.

“Tante Grace itu, seperti sebatang korek api yang menyala-nyala. Sebagai sebatang korek api, waktu tante sangat singkat, karena seperti kita tahu, batang korek api akan habis dalam waktu singkat, bila terus dinyalakan apinya. Di sekeliling tante ada lingkaran yang redup-redup saja. Tante harus menerobos keluar dari lingkaran itu, dan tante harus ingat, karena di lingkaran yang lebih luar ada banyak obor yang menanti untuk dinyalakan.”

Saya sudah tahu apa yang dimaksudkan dalam pengelihatan itu, namun demikian saya tidak dapat menjelaskan artinya kepada saudara dalam tulisan ini. Karena menyangkut satu dan lain hal, yang tidak etis bila saya utarakan. Biarlah itu menjadi pesan Tuhan untuk saya secara pribadi.

Ketika Tuhan mengingatkan pengelihatan keponakan saya ini, saya semakin mengerti rencana Tuhan bagi keluarga kami.

#mujizatkedelapanbelas

Peneguhan dari seorang remaja

yang diberi Tuhan karunia kenabian,

tentang apa yang harus saya lakukan

untuk menghabiskan sisa hidup saya.

Bahkan kedatangan saya ketiga kali ke gereja ini, yaitu pada acara Kampung Sekolah Minggu yang kedua, di bulan September 2017 lalu, pas sekali dengan momentum anak saya HARI PERTAMA KULIAH, ketika saya menengok dia di Surabaya. Tentu saja orientasi kampus telah berakhir, namun hari itu bisa pas sekali dengan hari pertama kuliahnya.

#mujizatkesembilanbelas

Momentum ke tiga saya ke GBI Diaspora Sejahtera, Batu,

pas sekali dengan momentum hari pertama anak saya kuliah.

Pada acara Kampung Sekolah Minggu yang kedua ini, yaitu September 2017, ada beberapa peristiwa yang begitu unik.

Di kala acara itu berlangsung, Tante Stanny sedang sakit flue, sehingga dia tidak bisa mengikuti acara-acara di hari-hari awal. Pada saat sesi terakhir beliau menyampaikan materi penutup, beliau bersaksi bahwasannya pada saat beliau sakit, beliau sempat bertanya pada Tuhan :

”Tuhan, bukankah aku sudah lama berpuasa untuk berlangsungnya acara ini, namun mengapa ketika tiba harinya,aku malah sakit?”

Pada saat itulah Tuhan berbicara kepada beliau, bahwa acara Kampung Sekolah Minggu ini biarlah ditangani oleh orang-orang yang akan melanjutkan, sedangkan untuk hambaNya ini, Tuhan sudah punya agenda lainnya, yaitu akan membawanya kembali melayani Tuhan, seminar Aku Cinta Sekolah Minggu ( ACSM) , di pulau-pulau, di Indonesia.

Jadi ceritanya sebagai berikut.

Pada suatu ketika, Almarhum Pdt Juminto, mengikuti tim penginjilan di Pulau Sumba ( NTT). Ketika di sana melihat pelayanan anak terbengkalai, beliau segera menelepon Tante Stanny dan mengatakan bahwa Tante Stanny harus segera ke Sumba untuk menolong pelayanan anak di sana.

Sejak itulah Tuhan membawa Tante Stanny melayani seminar seputar pelayanan anak di pulau-pulau, dengan nama tim pelayanannya Aku Cinta Sekolah Minggu ( ACSM) . Namun suatu ketika, terjadi peristiwa, dimana pada saat Tante Stanny melerai anjing yang sedang berkelahi, dia terjatuh dan terkena pada tulang punggungnya. Sejak saat itu beliau mengalami sakit yang serius pada tulangnya, sehingga dalam beberapa waktu lamanya tidak dapat bangun dari tempat tidur. Di situlah, pelayanan ke pulau-pulau terhenti. Salah satu anggota pembicara ACSM, Bpk Igrea Siswanto menyarankan untuk mengadakan saja acara Kampung Sekolah Minggu, dimana tidak perlu kita yang ke pulau-pulau, tetapi justru rekan-rekan guru sekolah minggu yang ingin belajar pelayanan anak yang lebih mendalam, biarlah mereka yang datang ke Kota Wisata Batu, untuk ret-reat, sekaligus melihat langsung Sekolah Minggu di gereja ini , yang memiliki kelas dari kelas PraNatal ( kelas Janin) sampai dengan kelas dewasa. Usul ini dianggap baik, maka diadakanlah Kampung Sekolah Minggu yang pertama di September 2016 di mana saya pertama kali diundang sebagai salah satu pembicara. Dan oleh kemurahan Tuhan, sejak April 2017 setelah melayani di gereja ini untuk retreat Guru Sekolah Minggu intern gereja lokal, KKR Paskah Anak serta berkotbah di Ibadah Raya, Tante Stanny memasukkan saya menjadi salah satu anggota tim ACSM.

Rupanya setelah lebih kurang 2 tahun berlalu, dan kemudian diselenggarakan acara Kampung Sekolah Minggu yang ke dua inilah, September 2017, Tuhan mulai mengerjakan kesembuhan tulang belakang, dan inilah saatnya Tuhan memberi sinyal untuk kembali ke pulau-pulau, jadi ACSM hidup kembali, disamping itu Kampung Sekolah Minggu tahunan pun tetap berjalan.

Pada saat itu, ketika Tante Stanny berkata bahwa dia akan ke pulau-pulau lagi, dalam hati saya berpikir ‘Tuhan, siapa nanti yang akan mengantar Tante ke pulau-pulau?’ Mengapa saya bertanya sedemikian, karena tiga dari 5 anggota pembicara ACSM dalam keadaan yang telah berubah di masa sekarang ini, mereka tidak bisa lagi ikut tour ke pulau-pulau, dan hanya tertinggal dua orang saja, Tante Stanny dan Bpk Igrea Siswanto saja.

Jadi wajar bila pertanyaan itu memenuhi benak saya, mengingat usia Tante Stanny, menurut pemikiran saya, membutuhkan teman untuk di perjalanan.

Ketika itu, pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran saya, tidak mendapat jawaban apa pun.

Namun ketika tanda demi tanda Tuhan ungkapkan kembali, pada saat itulah saya diingatkan Tuhan, bukankah pada saat itu saya bertanya siapa yang akan mengantar Tante ke pulau-pulau? Pada saat itulah ( setelah Tante Stanny telepon saya, selepas kami berdoa puasa)  barulah Tuhan bukakan, bahwa “Kamulah yang aku utus untuk menemani Tante Stanny ke pulau-pulau.”

Barulah saya mengerti.

Hal ini diteguhkan oleh Ibu Yayuk, salah satu anggota pembicara ACSM, jemaat di gereja ini yang memiliki kapasitas pembicara. Beliau bercerita kepada saya bahwasannya dia juga sedang berdoa agar Tuhan kirimkan seorang untuk menggantikannya melayani di ACSM, dikarenakan pada masa-masa ini beliau sedang banyak perhatian pada pelayanan kepada keluarga intinya, yang sedang membutuhkan perhatian dan waktu lebih. Maka kedatangan keluarga kami, khususnya saya, adalah jawaban bagi doa-doanya selama ini. Haleluya !!

#mujizatkeduapuluh

Ternyata pernyataan Tuhan bahwa saya diutus

menemani Tante Stanny ke pulau-pulau

adalah sebuah jawaban doa dari Ibu Yayuk.

Dan yang menjadi fenomena unik lainnya adalah, ketika acara Kampung Sekolah Minggu ini sampai pada doa di akhir program, Saya bergandengan tangan dengan beberapa orang, yaitu Ibu Yayuk, Ibu Melce ( dari Sumba, beliau adalah buah pertama dari pelayanan ACSM), Ibu Shierley ( beliau juga adalah pakar pelayanan anak dari Jakarta), tante Stanny, di situlah saya merasakan dalam bahasa Roh saya, ada sesuatu yang besar yang sedang menantikan di depan.  Saya merasakan ada sesuatu yang dalam akal pikiran saya, saya belum mengerti, tetapi dalam bahasa Roh, roh saya seakan menangkap ada sebuah perkara besar yang sedang akan Tuhan kerjakan di depan.

Suasana itu Tuhan ingatkan, suasana doa itu. Siapa sangka bahwa saya akan dibawa Tuhan melangkah ke gereja ini dan bergabung bukan saja secara tim dengan ACSM tetapi lebih dari itu, bergabung juga sebagai anggota keluarga di gereja ini?
Pantasan waktu acara Kampung Sekolah Minggu II ( September 2017) berakhir, saya mengobrol-ngobrol dengan guru-guru SM di sini, di depan halaman gereja, dan pada saat itu, saya merasakan bahwa saya seperti berada di rumah saya sendiri, begitu lepas, begitu akrab, begitu familier, begitu indah. Kami bersendau gurau, tertawa, berasa santai dan seperti bukan sedang ngobrol dengan orang asing.

Sesuatu yang tidak pernah saya alami sebelumnya di mana pun ketika saya diundang pembicara. Karena kekeluargaan tetap bisa ada di mana pun, tetapi tertawa lepas seperti ini, sendau gurau dan canda tawa yang seperti ini, baru pertama kali saya rasakan.

Tuhan ingatkan lagi peristiwa itu. Suasana itu. Sebuah sinyal dari surga.

Kemudian pada akhir September, saya juga berkesempatan lagi ke Surabaya, karena memenuhi undangan pembicara dalam acara Konven Guru Sekolah Minggu Sinode GKMI se Indonesia yang diselenggarakan di Surabaya.

Karena ada hari kosong, saya berusaha memanfaatkan waktu, siapa tahu masih bisa menggarap seminar lain, ternyata Tuhan tidak ijinkan, karena di momentum ini, saya pas sekali bisa main ke GBI Diaspora Batu, untuk bercakap-cakap lebih mendalam dengan Sdr Abdiel, dan Sdr Azriel tentang kemungkinan kami sekeluarga bisa memenuhi panggilan Tuhan dan melayani Tuhan di sini. Pada saat itu, Tante Stanny sedang ada pelayanan di Amerika.

Jadi untuk pembicaraan ini, saya tidak perlu membeli tiket. Semua sudah Tuhan sediakan.

Dalam pembicaraan itu, tidak ada sesuatu kenyamanan apa pun yang dijanjikan kepada kami. Justru semua yang pahit-pahit dibicarakan di awal, sebagai rambu-rambu bagi kami. Gereja ini bukan gereja yang memberi iming-iming apa pun kepada kami, bilamana kami bergabung ke mari.

Gereja ini, jemaatnya rata-rata sangat mirip dengan jemaat yang digembalakan ayah mertua saya yang sekarang ini digembalakan oleh kakak ipar saya, di GPdI Kharisma Kalinegoro, Magelang. Dengan segala kepolosan mereka, kesederhanaan mereka, kesetiaan mereka dan dengan segala ketulusan hati mereka.

Kami tidak mau melangkah mengikuti kehendak Tuhan, sembari memberi embel-embel bahwa tempat yang begini begitu yang kami maui, keadaan yang seperti ini atau itu yang  kami inginkan, ataupun targetkan. Sama sekali tidak ada niatan hati yang seperti itu. Kami yang telah dibesarkan di keluarga hamba Tuhan di perdesaan tentunya sudah tahu sendiri bahwa menyerahkan diri masuk ke ladang Tuhan adalah sepenuhnya menjadi seorang hamba, yang telah menyerahkan hidup sepenuhnya pada Tuhan. Jika tuntunan Tuhan sangat jelas, maka kami hanya memegang iman kami kuat-kuat kepada Tuhan, Boss kami yang sesungguhnya.

Ketika menulis ini, saya jadi teringat bahwasannya tahun 2000 saya pernah mendapat tawaran menjadi pemusik gereja di GKI Pregolan Bunder, Surabaya. Di kala itu saya melayani Tuhan di GPdI Kharisma Kalinegoro Magelang, di gereja yang kala itu digembalakan mertua saya, gereja kecil, tempatnya panas, dan saya melayani di Sekolah Minggu. Gereja yang sama sekali tidak mempunyai paduan suara dengan jumlah ideal. Sebagai sarjana lulusan Musik Gereja, tentunya tawaran itu sangat menggiurkan. Namun ketika bergumul, kami memutuskan untuk tetap stay di Magelang, di desa Kalinegoro itu, karena di situlah Tuhan menempatkan saya. Saya taat. Ternyata Tuhan punya maksud yang luar biasa, selama 8 tahun saya digodok di pelayanan anak, di gereja kecil, di desa, ternyata pada tahun 2010 di Madiun, semua pengalaman sepanjang 8 tahun itu telah menjadi dasar yang kuat untuk Tuhan membangkitkan saya menyelamatkan anak-anak Indonesia dari kejahatan psiudoscience/ kebohongan ilmiah, yang berusaha membodohi anak-anak Indonesia dengan hipnotis audio.

Ujian itu telah lewat tahun 2000, jadi semua itu membuat kami dilatih Tuhan untuk berjalan dalam ketepatan, bukan mencari kenyamanan.

Kenyamanan akan mengikuti ketaatan. Ketaatan berjalan di depan. Lantas kenyamanan itu Tuhan bisa bukakan dengan berbagai pintu, yang terkadang tidak bisa diprediksi datangnya dari mana. Bukankah Dia itu kreatif?

Yang unik adalah, ketika tante Stanny tahu saya akan ke Batu, maka beliau memberi saya tugas untuk kotbah di ibadah raya dengan thema BUAH KEBENARAN YUSUF. Rupanya tahun ini gereja GBI Diaspora Sejahtera, Batu mengupas thema BERBUAH.

#mujizatkeduapuluhsatu

Tiket untuk ke Batu,

dalam pembicaraan yang lebih serius dengan gereja ini pun

Tuhan sediakan.

Dari mujizat ke tiga belas sampai mujizat ke dua puluh satu,  tepatnya semua mujizat yang Tuhan ingatkan setelah peristiwa telephone dari Tante Stanny, dari  itulah saya mulai mengerti tuntunan rahasia Tuhan yang sudah Tuhan singkapkan satu demi satu.

9 mujizat. Lagi-lagi bertemu dengan angka 9. Sembilan mujizat sepanjang September 2016 sampai Tante Stanny telephone, sembilan mujizat itulah yang Tuhan ingatkan kepada saya. Semuanya saya lalui tanpa tahu apa-apa bila suatu saat nanti Tuhan akan giring kami sekeluarga melayani di gereja ini. Barulah setelah Tante Stanny telephone, sembilan mujizat ini Tuhan ingatkan kembali bahwa itu sudah sipersiapkan Tuhan setahun lamanya. Sebuah rahasia ilahi yang indah.

Akhirnya sepulang dari Konven GSM GKMI di Surabaya, dan sepulang dari pembicaraan dengan Sdr Abdiel dan Sdr Azariel, saya tahu dan tahu bahwa Tuhan menggiring kami sekeluarga untuk pindah ke Batu, memasuki musim baru dari Tuhan atas keluarga kami.

Maka saya pun berbincang dengan suami saya.

Dengan bersikeras suami saya pun tidak bersedia, karena dia belum mendapat peneguhan apa pun dari Tuhan.

Alhasil kami berdua sering bertengkar selama dua minggu. Di satu sisi saya merasakan tuntunan Tuhan begitu jelas, namun di sisi lainnya suami saya merasakan tidak mendapatkan tuntunan apa –apa dari Tuhan.

Akhirnya saya memilih untuk diam dan tidak membicarakan masalah itu. Saya hanya berdoa saja, meminta biarlah Tuhan sendiri yang berbicara pada suami saya, bila memang Dia berkehendak.

Dan akhirnya….. Mari kita simak kesaksian suami saya berikut ini:

 

Ini kesaksian saya, Boaz Ari Prasetyo Widiono;

Hari ketika pendeta saya di sini Bpk Bobby Turambi, akan ke Manado, saya dipanggil menghadap untuk sharing bagaimana langkah kami ke depan. Karena pada saat itu, saya belum mendapat peneguhan apa pun dari Tuhan, maka saya pun menjawab pendeta saya, bahwa kami belum mendapat gambaran yang sangat pasti. Jadi semuanya belum ada keputusan apa-apa.

Dalam pergumulan yang panjang, saya bergumul tentang keluarga kami, akan Tuhan bawa ke mana. Kami harus memutuskan apakah akan stay di Kendari, ataukah akan pindah ke Batu, seperti yang diungkapkan oleh isteri saya, bahwa ini adalah kehendak Tuhan, untuk kami melangkah ke kota Batu. Namun hal ini membingungkan saya, mengapa bila saya terpanggil oleh Tuhan di Kendari, mengapa kami tidak tinggal di Kendari saja?

Karena kami sering berselisih paham, maka saya pun pernah dalam satu waktu, pada tengah malam keliling kota Kendari, sendirian, merenungkan hanyak hal.

Paginya, saya pun mengerang dalam doa kepada Tuhan, meminta Tuhan berbicara pada saya, dan pada saat doa pagi, Tuhan mengingatkan saya akan mimpi yang Tuhan berikan 9 tahun yang lalu. Kebetulan mimpi itu saya catat dalam komputer saya/file saya.

Sebagai berikut mimpi dalam catatan saya:

SEBUAH MIMPI DI BULAN OKTOBER 2008, DITULIS 9 OKTOBER 2008

 

Pada waktu itu saya di bawa pada satu suasana doa di rumah tua, berdinding anyaman bambu dan di situ banyak terdapat kursi dan ada beberapa jemaat sedang ikut berdoa. Di situ ada seorang bapak-bapak tua pemimpin jemaat yang malah sedang tertidur (dalam mimpi saya beliau tergambar sebagai ayah saya). Saya melihat pemimpin jemaat ini tidak menjalankan fungsinya, dan Tuhan mendorong saya untuk memimpin ibadah doa ini.

 

Yang terjadi benar-benar luar biasa. Hadirat Allah turun dan penyembahan mengalir dari mulut orang-orang percaya sampai beberapa lama. Dan masih dalam suasana penyembahan saya membuka mata saya; saya terkejut karena bangku-bangku kosong itu sekarang terisi penuh. Yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah, ketika di antara mereka terdapat beberapa orang KEDAR (4-5 orang) yang ikut menyembah dan masih memakai JILBAB mereka. Dari wajah mereka terpancar satu sukacita yang mereka dapatkan. Kemudian ibadah penyembahan ini berakhir dengan baik.

 

Keluar dari gubuk tua tersebut saya baru menyadari bahwa bangunan tersebut berada pada satu padang/lapangan berumput hijau yang sangat luas. Dan hanya rumah tua itulah satu-satunya rumah yang ada di lapangan itu. Hanya setelah saya meneliti lebih lanjut, lapangan tersebut dibentengi oleh satu tembok tebal bangunan tua yang tinggi besar seperti bangunan Belanda. Dan disekeliling bangunan itu tampak beberapa binatang buas yang menjaga bangunan itu berkeliling mondar mandir kesana kemari (dalam mimpi tersebut binatang tersebut tergambarkan sebagai iblis/kuasa kegelapan).

 

Di lapangan tersebut saya sempat berbicara beberapa lama dengan seorang teman, bernama Betty (Elizabet Christianti), yang sempat ikut dalam penyembahan itu. Sambil berbicara say hello, kemudian saya memutuskan untuk menerobos masuk ke gedung itu. Dan meskipun dengan bersusahpayah akhirnya saya bisa masuk ke gedung itu.

 

Suasana sunyi sepi, namun kemudian terdapat seorang laki-laki; yang ketika kemudian bercakap cakap saya tahu bahwa orang itu adalah sang kepala sekolah yang ada di situ. Kalau tidak salah, saya sempat berdebat lama dengan yang bersangkutan mengenai firman, dan dia tidak mengijinkan saya masuk ke ruangan lainnya atau bahkan keluar gedung ke sisi yang satunya kalau tidak bersama dia.

 

Akhirnya saya berkelahi atau tepatnya berusaha mencari titik lemah untuk saya bisa menerobos barikade yang dia buat, karena saya merasa ada sebuah roh yang menguasai dia; dan itu bukan Roh Allah. Dan pada satu titik ketika saya terpojok, saya bilang “dalam nama Yesus”, dan sayapun berhasil menerobos dia dan dia hilang dari hadapan saya.

 

Mimpi itu berakhir dengan sebuah sinyal : “ JANGAN KAMU MENGANDALKAN MANUSIA ATAUPUN DIRIMU SENDIRI; TAPI ANDALKANLAH TUHAN”.

 

 

 

Ketika Tuhan mengingatkan akan mimpi tersebut, maka saya bertanya pada Tuhan, jika benar dalam mimpi tersebut adalah Tuhan berkehendak, kami ke kota Batu, Jawa Timur, maka saya meminta tanda dari Tuhan, biarlah hari ini juga Tuhan pertemukan saya dengan Elizabeth ( sahabat isteri saya yang muncul dalam mimpi saya 9 tahun yang lalu tersebut) , yang sudah lama sekali tidak berkomunikasi dengan saya ataupun dengan isteri saya.

Kemudian, hari itu juga, 4 jam setelah saya berdoa, Tuhan membuat mujizat, Elizabeth tersebut mengomentari ayat yang saya statuskan di FB satu jam setelah saya berdoa.

#mujizatkeduapuluhdua

Sembilan tahun yang lalu Tuhan memberi mimpi pada saya. (2008)

 

#mujizatkeduapuluhtiga

Elizabeth Christianti muncul menyapa saya hari itu.

Saya pun terhenyak. Karena tanggal dimana peristiwa ini terjadi adalah tanggal yang sama ketika mimpi itu saya catat 9 tahun yang lalu, yaitu 9 Oktober 2008.

 

 

 

 

#mujizatkeduapuluhempat

Ternyata tanggal di mana saya diingatkan mimpi itu

adalah tanggal yang sama tepat sembilan tahun yang lalu

saat mimpi itu dinyatakan Tuhan dalam hidup saya

( 9 Oktober 2008)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

#mujizatkeduapuluhlima

Ada double sembilan di peristiwa ini,

yaitu mimpinya sembilan tahun yang lalu,

dan juga mimpinya tanggal sembilan.

Angka sembilan adalah angka buah Roh.

Angka berbuah.

Maka bukan kebetulan gereja ini tahun 2017

bahkan dilanjut pada tahun 2018 bertemakan BERBUAH.

DOUBLE BUAH ( 2017, 2018)

Dan bukan kebetulan timing kami pindah ke sini

adalah melewati pergantian tutup tahun 2017

dan awal tahun 2018

( karena tanggal 24 Desember suami saya diundang kotbah di Magelang,

sedangkan tanggal 25  Desember saya diundang kotbah di Mojoagung.

Sehingga mau tidak mau tanggal 20 Desember 2017

kami harus sudah berangkat dari Kendari)

 

Disamping mimpi-mimpi itu, Tuhan juga mengingatkan saya mimpi-mimpi lainnya yang saya dapatkan lebih lama lagi dari sembilan tahun yang lalu.

Saya pernah bermimpi memancing ikan yang banyak sekali ( bukankah membawa perahu ke tempat yang lebih dalam karena ada banyak ikan yang sudah Tuhan sediakan, dan bukankah ikan juga belambangkan jiwa-jiwa?), dan saya juga bermimpi tentang mimpi yang lain, dimana saya dibawa Tuhan masuk ke ruang maha Kudus-Nya ( bukankah menyeberang perbatasan diantaranya juga adalah karena kita berpindah dari ruang kudus kepada ruang maha kudusNya?).

Dari situlah saya mulai menyadari bahwa Tuhan meninginkan saya menepati nazar saya, untuk menjadi hambaNya bila jabatan saya dipulihkan menjadi kepala cabang, dan juga Tuhan inginkan saya melangkah dengan iman ke kota Batu, Jawa Timur, untuk bergerak bersama dengan isteri saya masuk ke dalam ladang pelayanan di mana Tuhan menempatkan.

Saya telah merenungkan, bahwa sepanjang 20 tahun bekerja di perusahaan ini, Visi hidup saya dan Visi isteri saya berjalan masing-masing pada dunia yang sangat berbeda, walaupun kami berdua sama-sama aktiv melayani di gereja. Saya melayani sebagai Connect Group Leader ( CGL), Bassis, dan isteri saya melayani sebagai Guru Sekolah Minggu dan juga WL.

Sehingga saya memiliki kerinduan, untuk langkah apa pun ke depan, saya ingin memadukan Visi yang ada antara saya dengan isteri saya, sehingga kami berdua bisa bergandengan tangan bersama untuk menggenapi Visi Tuhan atas keluarga kami.

Itu adalah awal Oktober, kami akhirnya sepakat memutuskan untuk ke kota Batu.

Maka isteri saya pun menelephone Tante Stanny, dan memberitahukan bahwasannya saya telah mendapat peneguhan dari Tuhan. Isteri saya pun menceritakan kepada Tante Stanny, bagaimana saya diingatkan Tuhan akan mimpinya 9 tahun yang lalu.

Lalu tante Stanny pun memberitahu pada isteri saya “Kalau suami ibu sudah mendapat peneguhan dari Tuhan, maka ibu sekeluarga melangkah saja dengan iman, nanti bagaimana-bagaimananya diatur saja bila ibu sekeluarga telah sampai di sini.”

Saya sempat berkata pada isteri saya, mestinya kalau Tuhan utus kita pulang ke Jawa, uang sewa warung akan bisa kembali ke tangan kita.

Dua hari kemudian, setelah saya berkata demikian, rekan gereja kami, yang mengajak kami untuk joint menyewa tempat tersebut, menelephon untuk saya datang ke rumahnya. Dan setelah saya sampai di sana, dia pun mengatakan bahwa uang sewa warung akan dikembalikan sepenuhnya , namun dengan cara dicicil/ diangsur.  Dua hari menjelang kami terbang ke Jawa, benar-benar beliau memberi angsuran pertamanya sebesar 7,5 juta.

#mujizatkeduapuluhenam

Tanda yang saya minta untuk uang warung dapat kembali, digenapi oleh Tuhan.

Setelah peneguhan dari Tuhan jelas saya terima, pendeta saya pulang dari Manado, dan akhirnya saya pun mengungkapkan rencana kepindahan kami pada bulan Desember nanti, setelah Melody putri kami menerima raport.

Saat menanyakan apa yang harus kami lakukan dengan barang-barang yang Tuhan berikan kepada kami melalui jemaat pada saat pertama kali kami pindah dari rumah dinas ke rumah kontrakan, kami sangat terkejut karena beliau spontan berkata “Bawa saja Pak!” Padahal beliau belum tahu menahu rencana kami memakai jasa container untuk membawa semua barang kami.

Maka saya pun diingatkan Tuhan tentang kotbah yang pernah saya dengar dalam masa-masa belakangan ini,  bagaimana Yakub menyeberangkan anak dan isterinya dan segala miliknya, dengan menyeberang melalui Sungai Yabok.

Memang setelah kami hitung-hitung, jauh lebih murah kami membawa semua barang dengan menggunakan container, daripada mengirim dua motor dan satu keyboard menggunakan jasa pengiriman ataupun kalau kami menjual barang-barang di Kendari dan membeli yang baru di Jawa.

#mujizatkeduapuluhtujuh

Menyeberangkan seluruh milik melewati sungai Yabok.

Sebuah peneguhan dari gembala kami

untuk membawa seluruh barang kami ke Jawa.

Namun pada kala itu, saya tidak mendapat kesempatan yang pas untuk bercerita lebih dalam  dan panjang lebar tentang bagaimana proses kami sehingga kami sampai pada keputusan tersebut kepada pendeta saya, Bpk Pdt Bobby Turambi.

Setelah itu, setelah saya diingatkan Tuhan akan mimpi sembilan tahun lalu, dan segala mujizat yang menyertainya, maka dua minggu kemudian ada pendoa syafaat dari Palembang, yang kami tidak kenal mendapat pengelihatan dalam doanya dan disampaikan pada adik saya, dan kemudian adik  saya menceritakannya pada kami.

Dalam pengelihatan itu, si pendoa, melihat seorang bapak-bapak yang sedang bergumul tentang destinynya, lalu dia sedang berlutut dan berdoa, dia sedang diliputi awan kemuliaan Tuhan, sekelilingnya. Di belakangnya ibu Tisa ( nama adik saya) sedang berdoa juga, berdiri dan mengarahkan tangannya pada bapak itu, ibu Tisa pun diliputi cahaya kemuliaan Tuhan.

Dari kisah ini, belakangan isteri saya tahu, itu berbicara tentang Tiang Awan dan Tiang Api , Tuntunan Tuhan atas hidup saya dan pergumulan saya.

Adik saya ditanya oleh pendoa itu. “Siapa itu bu yang sedang ibu doakan?”

Lalu adik saya pun menjawab “Oh iya benar, saya sedang berdoa untuk kakak kandung saya. Dia memang sedang bergumul tentang destinynya. Sebenarnya saya sudah lama tahu kalau dia dipanggil Tuhan secara khusus, namun dia sendiri baru tahu akhir-akhir ini.”

Akhirnya saya pun semakin diteguhkan Tuhan untuk melangkah ke kota Batu.

#mujizatkeduapuluhdelapan

Seorang pendoa dari Palembang,

yang kami tidak kenal,

telah mendapat pengelihatan secara khusus

tentang pergumulan suami saya.

Pada akhir bulan Oktober, tante Stanny telephone isteri saya lagi, dalam percakapan telephone yang ketiga ini, tante Stanny bertanya, apakah isteri saya ada jadwal pelayanan di Jawa atau tidak. Bila ada, beliau akan mengaturkan jadwal kotbah minggu, dan ternyata isteri saya tidak ada jadwal pelayanan ke Jawa. Pada saat itulah tante Stanny mengungkapkan bahwa nanti bila telah sampai di Jawa, telah diputuskan bahwa yang akan masuk sebagai fulltime saya saja, sedangkan isteri saya tidak perlu masuk ke fultime. Ternyata hal inilah yang memang menjadi keinginan isteri saya, dan telah diungkapkan saat berbincang-bincang dengan Sdr Abdiel dan Sdr Azriel di bulan September 2017 lalu. Padahal pada waktu itu, Sdr Azriel mengungkapkan bahwa isteri saya tidak perlu kawatir bila harus masuk kepada sitem bilamana menjadi fultimer.

#mujizatkeduapuluhsembilan

Keputusan Tante Stanny

bisa sama dengan pemikiran isteri saya sejak awal,  

bahwa sayalah yang harus masuk fultime.

Dari bulan Oktober menuju bulan Desember bukan waktu yang sebentar untuk kami terus bergumul dengan Tuhan. Mempersiapkan hati masuk dalam kehendak Tuhan.

Dalam sebuah percakapan dengan Tuhan, saya diingatkan Tuhan untuk melihat di Alkitab, apa kelanjutan kisah dari Elia di tepi Sungai Kerit. Ternyata setelah saya pelajari, kisah selanjutnya adalah Elia dan janda di Sarfat.

Ternyata Tuhan ingatkan bahwa ibu gembala di GBI Diaspora Batu, adalah seorang janda.

Betapa terkejutnya kami berdua, saat ibadah pada tanggal 7 Januari 2018, minggu pertama di bulan Januari, mengawali tahun 2018, khotbah pertama kali yang kami dengar di GBI Diaspora Sejahtera, Batu, adalah berjudul “Janda Sarfat”. Kotbah dibentangkan dan kami berdua terkaget-kaget saat mengetahui thema kotbah hari itu. Setelah kotbah selesai dibentangkan, dalam hati isteri saya, jelas Tuhan berkata “Ayo berlutut”, dan memang setelah itu Sdr Abdiel yang memberitakan firman berkata “Bagi anda yang rindu berlutut dipersilahkan.”

Yang membuat isteri saya terjejut pada saat itu adalah ; kami berdua ternyata berlutut pada saat yang bersamaan padahal kami tidak berjanjian.

Lebih terkejut lagi, setelah sharing dengan salah seorang jemaat di sini, ternyata Almarhum Bpk Pdt Juminto menamai gedung gereja di sini sebagai Gedung Janda Sarfat, mengingat, sebuah hal yang mujizat bisa berdiri gedung gereja semegah ini , padahal sebagian besar jemaat adalah para janda.

Ternyata, bila ditarik ke belakang, saya sendiri sangat sering mendapatkan nasabah janda-janda pada saat saya masih bekerja di perusahaan dulu.

#mujizatketigapuluh

Janda Sarfat bukan hanya kelanjutan kisah di Alkitab

setelah kisah Elia di tepi sungai Kerit,

dan bukan hanya thema kotbah perdana yang kami dengar

di gereja ini,

tetapi juga nama gedung gereja ini adalah :

GEDUNG JANDA SARFAT.

Demikian kesaksian saya. Boaz Ari Prasetyo Widiono.

 

 

Sekarang saya , Grace yang akan melanjutkan kesaksian ini;

Pada minggu-minggu terakhir menjelang kepindahan kami ke Batu, saya berdoa pada Tuhan agar mendapat kesempatan yang pas untuk bercerita secara lengkap kepada bapak gembala kami di Kendari, Bpk Pdt Bobby Turambi, tentang bagaimana perjalanan pergumulan kami sampai kami memutuskan untuk memasuki musim baru di Batu, Jatim.

Ternyata doa saya dijawab oleh Tuhan, dua minggu sebelum kami pindah, datanglah Bpk Pdt Thomas Budianto, dari Manado untuk khotbah di gereja kami. Pada saat itu kami yang sebenarnya bermaksud pamitan lewat telephone, membatalkan niatan tersebut, berhubung beliau telah diagendakan datang ke Kendari. Maka kami meminta doa berkat kepada beliau. setelah ibadah malam selesai.

Saya dan suami saya datang meminta doa berkat setelah ibadah malam selesai. Beliau yang didampingi oleh Bpk Bobby Turambi, menanyakan kepada saya, bagaimana ceritanya kog bisa kami sampai memutuskan jauh-jauh pindah ke Batu, Jatim.

Dengan panjang lebar saya pun bercerita bagaimana Tuntunan Tuhan begitu jelas dinyatakan dalam keluarga kami, dari A sampai Z. Dan doa saya dijawab Tuhan, dimana bapak gembala saya saat itu Bpk Bobby Turambi ikut mendengar cerita saya secara lengkap, di mana momentum seperti ini memang telah saya doakan, mintakan pada Tuhan.

Bpk Pdt Thomas pun mendoakan kami berdua dengan doa berkat yang luar biasa. Dalam doa berkatnya dan doa propheticnya beliau menyebutkan bahwa keputusan mengenai suami sayalah yang harus masuk fultime adalah sebuah keputusan yang sudah tepat.

 

 

#masihmujizatyangketigapuluhsatu

Keputusan Tante Stanny

bisa sama dengan pemikiran saya,

bahwa sayalah yang harus masuk fultime.

Hal ini diteguhkan kembali

melalui doa prophetic dari Pdt Thomas Budianto.

Peristiwa itu terjadi hari Minggu. Saya mengira Pdt Thomas Budianto segera pulang ke Manado pada Senin pagi. Saya tidak tahu menahu bahwa beliau ternyata masih tinggal di Kendari.

Senin pagi hari, ketika saya bangun pagi, Tuhan memberi dorongan kuat untuk saya mempersiapkan kesan dan pesan untuk gereja GMS Breakthrough Kendari, khususnya terkait dengan pelayanan yang saya geluti selama lebih kurang 4,5 tahun, yaitu di pelayanan Praise and Worship dan pelayanan Eaglekidz. Memang terkait dengan pelayanan Connect Group saya tidak ditaruh Tuhan untuk mempersiapkan kesan dan pesan apa pun.

Maka saya mencoba mengingat-ingat hal-hal apa saja yang akan saya utarakan. Padahal saya juga tidak tahu-menahu, kapan itu akan diutarakan, dalam kesempatan apa, dan lain sebagainya. Hanya bentuk ketaatan saja pada suara Tuhan, di pagi harinya ketika saya bangun.

Di siang hari, Tuhan mengingatkan bahwa tidak mungkin saya mengingat point-pointnya bila terlalu banyak yang harus saya hafalkan. Maka saya pun menghampiri meja kerja saya, dan mulai mengetik point-point kesan dan pesan saya atas bidang-bidang pelayanan yang pernah saya geluti di gereja ini.

Bahkan setelah saya bacakan pada suami saya, saya meminta suami saya menambahkan hal-hal apa yang menjadi tambahan usulan dari dia. Maka beberapa point ditambahkan.

Selang beberapa waktu lamanya, suami saya mengatakan bahwa kami diundang nanti malam dalam acara pertemuan dengan Bpk Pdt Thomas. Saya mulai nalar, apakah ini maksudnya mengapa tadi pagi Tuhan berkehendak saya mempersiapkan kesan dan pesan ini, bahkan sampai saya ketik segala.

Maka saya pun berkata pada suami saya, “Jangan-jangan ini harus saya sampaikan nanti malam?”

Tetapi dalam semua pengalaman pertemuan dengan Bpk Pdt Thomas selama beberapa kali kunjungan beliau ke Kendari, pun demikian terjadi dengan Ibu Pdt Erna, belum pernah terjadi rapat evaluasi, yang ada selama ini adalah sejenis pembekalan, penyampaian prophetic, dan sejenisnya.

Maka malam itu saya bawa saja hasil ketikan saya di tas. Dalam hati saya berpikir, bila nanti ada terbuka kesempatan untuk menyampaikan tulisan kesan dan pesan ini, berarti ini maunya Tuhan, namun bila tidak ada kesempatan, saya akan simpan saja kertas ini untuk diri saya sendiri. Bila kesempatan penyampaian lisan tidak terbuka dalam forum, maka sama sekali saya tidak akan memberikan catatan ini kepada siapa pun , termasuk kepada Bpk Pdt Thomas, karena hal-hal seperti ini sangat saya hindari, bila diberikan tanpa penjelasan lisan.

Ada banyak kesalahpengertian yang cukup rawan yang bisa muncul. Memang semua akan lebih baik bila dipaparkan dengan gamblang secara terbuka, sehingga dapat menjadi kata-kata yang membangun.

Karena saya cukup menjaga kehati-hatian, jangan sampai saya menggurui, sok mengatur, sok pintar, dan semacamnya. Namun bila Tuhan memang ingin saya menyampaikan intisari apa yang saya lihat untuk kepentingan bersama ke depannya, maka saya taat. Biarlah bila ada orang yang berpikir yang negatif, itu bukan urusan saya, karena saya cuma mau taat pada Tuhan saja. Tidak lebih.

Setelah pujian dinaikkan dalam pertemuan tersebut, dan doa pembukaan telah dinaikkan, saya sangat terkejut, karena Bpk Pdt Thomas, di awal kalimatnya langsung berkata bahwasannya malam itu beliau tidak ada agenda apa-apa , kecuali ingin mendengar masukan tentang apa saja.

Waaauuu, segera saya angkat tangan dan mengeluarkan kertas yang tadinya telah ada di pangkuan saya, dan saya pun menjelaskan satu per satu point-point yang telah saya persiapkan.

Baru kali ini peristiwa seperti ini saya alami. Saya membaca setiap point dengan merasakan urapan Roh Kudus yang begitu memenuhi hati dan hidup saya. Bpk Pdt Thomas begitu antusias juga dalam menanggapi setiap point-point yang saya utarakan, bahkan beliau meminta kertas tersebut untuk beliau bawa pulang.

Saya sangat bersyukur atas semua peristiwa mujizat ini. Di sinilah nyata pengesahan Tuhan untuk kepindahan kami ke Jawa, dengan kesempatan yang Tuhan berikan untuk saya memberikan kata-kata akhir pada gereja yang saya layani di Sulawesi. Juga termasuk di dalamnya pengamatan-pengamatan yang suami saya lihat dapat ikut terutarakan.

Sebagaimana kepindahan saya dari Madiun ke Magelang pun tahun 2011, sebagai perpisahan dengan gereja GUPdI ditandai dengan digelarnya seminar guru sekolah minggu. Demikian juga memang saya merasakan bahwa harus ada suatu tanda yang kuat untuk kami meninggalkan Kendari dan berpindah ke Jawa.

Ternyata pertemuan Senin malam itulah yang Tuhan sediakan sebagai penanda akhir, bahwa kami harus melepas gereja GMS yang kami sangat kasihi di Kendari, untuk kemudian dengan lebih mantap lagi melangkahkan kaki kami di GBI Diaspora Batu, di Jawa Timur.

#mujizatketigapuluhdua

Sejak pagi bangun, Tuhan memerintahkan saya

untuk memberikan kesan dan pesan

bagi GMS Breakthrough Kendari,

tanpa saya tahu kapan itu akan disampaikan

dan bagaimana caranya.

Namun dengan secara ajaib,

tanpa kami tahu menahu acara apa di malam harinya nanti,

ternyata tanpa berjanjian Bpk Pdt Thomas

 memang beliau mengadakan agenda khusus untuk

menampung ide dan saran.

Di situlah saya dengan merasakan

urapan Roh Kudus yang dahsyat

dimana saya dapat mengutarakan

apa yang telah Tuhan tanamkan dalam hati saya

sejak pagi tadi.

Itu semua memang menjadi doa saya minggu-minggu terakhir di Kendari, untuk apa yang bisa saya lakukan, apa saja, untuk terakhir kalinya untuk gereja yang saya kasihi ini. Dan Tuhan menjawab semuanya, tidak hanya acara malam itu saja, namun hasrat saya yang terdalam untuk terakhir kalinya, apa yang dapat saya perbuat, telah Tuhan bukakan pintu dan telah terlaksana dengan mujizat-mujizatNya yang ajaib. Haleluya ! Untuk peristiwa yang ini, memang saya tidak dapat menceritakan jauh lebih detail. Tuhan memang dahsyat ! Itu sungguh nyata !

Saya bersyukur sekali, pada minggu depannya, kami sekeluarga didoakan oleh gembala kami di Kendari, Bpk Pdt Bobby Turambi, di hadapan sidang jemaat, baik pada ibadah pagi maupun pada ibadah sore. Juga pada hari Seninnya dibuatlah acara kejutan bagi kami, dengan berkumpulnya para pemimpin connect group yang telah menunggu kedatangan kami di sebuah rumah makan. Kami pun mendapat kenang-kenangan berupa external hardisk yang memang sedang keluarga kami butuhkan. Praise the Lord !!

Sehari sebelum kami terbang ke Jawa, saya meminta doa berkat dari ibu gembala saya di Kendari, pada saat itu beliau sedang ada di Makassar, jadi saya meminta didoakan lewat telephone. Puji Tuhan, haleluya!

#mujizatketigapuluhtiga

Doa saya untuk mendapatkan doa berkat

sebelum berangkat ke Jawa, dari Pdt Bobby Turambi

dijawab oleh Tuhan. Bahkan Tuhan mengerjakan yang lebih

dimana kami didoakan juga di hadapan jemaat

baik di ibadah pagi maupun sore.

Perpindahan dari Kendari ke Batu mengalami banyak mujizat. PenyertaanNya sempurna dalam hidup kami.

Mulai dari proses memindahkan barang dari rumah kontrakan ke tempat garasi Kontainer, kami mendapat pinjaman truck, bahkan pemiliknya sendiri yang menyetir dan ikut serta membantu kami dalam proses kepindahan ini. Teman-teman gereja datang membantu semua proses pengepakan barang-barang ini.

Dari rumah kontrakan, kami berpindah ke kost selama dua hari.

Di kost kami juga mendapat sewaan motor. Untuk semua biaya kost dan sewa motor kami digratiskan oleh pemiliknya.

Berangkat dari kost ke bandara, Tuhan membebaskan kami dari biaya taxi, karena sudah ada dua mobil yang Tuhan sediakan dan handai tolan yang mengantar kami sampai di Bandara Haluoleo Kendari.

Tiket pesawat dapat biaya yang murah sekali, kami diberi berkat Tuhan untuk bisa membayar sendiri.

Peluk cium dari handai tolan menghangatkan keberangkatan kami.

Sampai di Surabaya, kami dijemput Bpk Pdt David. Lantas kami ke rumahnya di Mojokerto untuk berganti mobil ,dari mobil dinas ke mobil pribadi, dan mobil pribadi ini boleh kami pinjam untuk ke Magelang.

Puji Tuhan, selama di Magelang, kami memakai mobil yang Tuhan sediakan.

Bercengkrama dengan keluarga, serta mengurus rumah kami yang sudah satu setengah tahun tidak kami tengok, adalah agenda kami selama di Magelang.

Tanggal 24 Desember, suami saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan firman Tuhan di ibadah raya pagi, di GPdI Kharisma Kalinegoro, Magelang. Judul khotbahnya saat itu adalah : Intentionally/ Dengan sengaja. Pada saat suami saya berkotbah saya melihat dengan mata iman saya, ada jubah baru yang Tuhan berikan dalam wibawa ilahi saat berkotbah. Sangat berbeda dengan dulu ketika masih bekerja di perusahaan. Walaupun dulu juga sering berkotbah, tetapi kali ini dengan jubah yang baru, sebuah urapan yang berbeda.

Seorang pendoa syafaat yang sudah berusia emas, menyatakan bahwa dulu sekali, dia pernah bermimpi. Di kala itu ayah dan ibu mertua saya masih hidup. Ibu Ruslan ini pernah bermimpi ada sebuah pohon besar dengan tiga carangnya, dan ketiga carangnya itu semua bertumbuh dengan merata besarnya. Di situlah Bapak Doni, mertua saya, menangkap arti dari mimpi itu, adalah; ketiga anaknya akan dipakai Tuhan , semua dari anaknya akan menjadi hamba Tuhan. Dan saat itulah ibu Ruslan, sang pendoa ini, ketika melihat suami saya berkotbah, dan telah mengetahui bahwa suami saya terpanggil melayani Tuhan sepenuh waktu, beliau diingatkan kembali oleh Tuhan akan mimpi tersebut. Ternyata suami saya adalah carang ke tiga, yang telah lama ditunggu-tunggu.

#mujizatketigapuluhempat

Mimpi dari seorang pendoa syafaat kini digenapi oleh Tuhan.

Tanggal 24 Desember 2017, bersama mertua dari Pdt David yang adalah jemaat di Magelang, kami menuju Mojoagung karena saya mendapat kesempatan menyampaikan Firman Tuhan di natal tanggal 25 Desember di Mojoagung.

 

Tanggal 25 Desember 2017, saya berkotbah di Natal GPdI Mojoagung, Jawa Timur. Pada saat itu saya mengalami pengalaman yang sungguh aneh. Baru kali itu, saya berasa seperti satu tim yang dipersatukan Tuhan dengan suami saya. Padahal suami saya pada waktu itu ya Cuma bantu bawa handycam, dan hal-hal yang tampaknya sepele lainnya. Namun secara roh saya tahu bahwa inilah wakunya bahwa kami dipersatukan dalam satu roh , satu tim , dalam pelayanan di ladangNya, walaupun kami selama ini sudah sering pelayanan bersama-sama.

Sesampainya di sana, selepas natal, kami mendapat pinjaman mobil lagi, untuk menuju Surabaya. Yaitu mobil kantor daripada Bpk Pdt David yang memang akan dibawa ke Surabaya.  Bisa pas sekali, kami bisa memakai mobil tersebut selama dua hari, sampai masa cuti beliau selesai, bisa pas dengan planning kami memang mau bercengkrama dengan Dito, anak sulung kami di Surabaya, selama dua hari juga.

Di Surabaya, tidur di hotel dua hari lamanya, dengan dua kamar, Tuhan menggerakkan adik kandung saya memberi berkat sebagai hadiah natal bagi keluarga kami.

Dari Surabaya ke Batu, kami dapat berkat lagi, dapat pinjaman mobil dari sepupu saya, lengkap dengan supirnya.

Bahkan sampai di gereja GBI Diaspora Batu, dimana kami bermalam sambil menunggu datangnya Kontainer, supir tersebut masih bersedia mengantar kami ke rumah kontrakan yang akan kami tempati.

Jadi bisa dibilang dari rumah di Kendari, di Griya Satria Nusantara blog G 11, sampai di rumah di Batu, di Jalan Panglima Sudirman nomor 18, mendapat penyertaan TUHAN yang sempurna.

 

 

#mujizatketigapuluhlima

Penyertaan Tuhan yang sempurna dari Kendari sampai di Batu.

Bukan itu saja, sesampainya di Pastori, sembari menunggu datangnya Kontainer, kami dapat berkat 4 tiket gratis ke wisata Musium Angkut. Pas sekali untuk kami sekeluarga. Bahkan sampai rekreasi pun Tuhan atur sedemikian rupa.

Saya jadi teringat, ketika Kampung Sekolah Minggu ke 2 ( September 2017) berlangsung, ada peserta yang ajak saya jalan jalan ke Musium Angkut, tetapi dengan terpaksa saya menolak, mengingat ada beberapa persiapan power point sesi saya belum selesai ( pada saat itu beberapa persiapan tertunda karena laptop saya sempat rusak beberapa minggu menjelang keberangkatan ke acara tersebut).

Juga pada saat itu, karena kedatangan saya malam, saya terlewatkan menonton Seni Pertunjukan di SMA Selamat Pagi Indonesia yang disaksiakan oleh Sdr Azriel dan Bpk Igrea Siswanto. Namun ketika kami sekeluarga sampai di pastori sembari menunggu kontainer datang ( Desember 2017), kami diberi Tuhan kesempatan rekreasi lagi, menyaksikan Seni Pertunjukan di SMA Selamat Pagi Indonesia.

Kalau di kala September 2017 lalu, saya ingin curi-curi waktu untuk mandi air belerang di Songgoriti, Batu, benar-benar tidak ada waktu, akhirnya saya pun berujar “Kapan-kapan aja deh kalau aku ke Batu lagi, mandi belerangnya.”

Saat itu Sdr Abdiel berkata “ Ibu ini kayak bakal sering ke Batu aja.”

Ketika mengingat percakapan itu pun saya tertawa geli dalam hati saya. Siapa yang menyangka bahwa sekarang ini setiap senin pun bisa saya mandi belerang di Songgoriti, Batu, kalau saya mau. Haleluya !!

#mujizatketigapuluhenam

Semua acara rekreasi ke Museum angkut,

dan melihat Pentas Seni di SMA Selamat Pagi Indonesia,

yang gagal diikuti di September 2017,

kini di Desember 2017 ketika kami tiba di Batu,

langsung digelarkan Tuhan,

bukan hanya buat saya secara pribadi,

melainkan buat kami sekeluarga. Dahsyat.

Betapa terkejutnya saya ketika mengetahui rumah mana yang akan saya tempati. Rumah ini saya sebut saya sebagai RUMAH ANUGRAH.

Ternyata rumah itu adalah rumah milik anak Tuhan yang cinta Tuhan, cinta pekerjaan Tuhan dan cinta hamba Tuhan. Dan rumah ini pernah ditempati Tante Stanny selama 23 tahun, secara anugrah. Lalu setelah Bpk Pdt Juminto dipanggil Tuhan pulang ke sorga, Tante Stanny berpindah ke Rumah Mujizat.

Kemudian rumah anugrah itu selama 2 tahun ditempati oleh Bpk Eko, seorang hamba Tuhan di sini, dan atas permintaan sendiri rupanya Bpk Eko meminta pindah di gereja. Setelah Bpk Eko meminta pindah di gereja, maka Tante Stanny berinisiatif memanggil tukang untuk perbaikan rumah anugrah.

Dari Ibu Chirsty ( Istri Bpk Eko), juga seorang hamba Tuhan di sini, saya mendapat kisah bagaimana beliau berdoa cukup lama, bahwa beliau ingin berpindah ke gereja, mengingat anak-anaknya yang masih kecil-kecil cukup repot bila harus mondar-mandir dari rumah ke gereja berkali-kali dalam sehari, bahkan juga dalam acara doa pagi. Ternyata Tuhan menjawab doanya. Mereka dengan sukacita pindah ke gereja, atas permintaan mereka sendiri.

Di situlah Tuhan juga menjawab doa Tante Stanny, karena beliau juga sempat mencari-cari rumah lain buat persiapan kedatangan kami ke Batu, dengan biaya yang kami anggarkan Rp 15.000.000,00 sebagaimana harga kontrak rumah kami di Kendari.

Tidak diduga sama sekali, Bpk Eko justru meminta pindah di gereja, maka rumah yang saya tempati sekarang, segera dipersiapkan untuk kedatangan kami, dengan memakai uang kontrak tersebut sebagai biaya renovasi.

Dengan sangat nyaman, kami hanya dibebani membayar ongkos perbaikan rumah yang hanya dianggap biaya sewa satu tahun pertama. Itupun ternyata tidak sampai senilai Rp. 15.000.000,00, hanya senilai Rp 10.500.000,00, sesuai nota pengeluaran tukang untuk memperbaiki rumah tersebut.

Selebihnya di tahun ke dua dan seterusnya kami boleh menempati rumah anugrah ini. Jika suatu saat pemilik rumah ini akan menempati, barulah kami harus berpindah.

Rumah ini seperti yang kami doakan, ada garasi, ada kamar 3, dan lebih dari yang kami bayangkan, lokasinya sangat dekat dengan pusat kota/ alun-alun, ada jalur telephone rumahnya, dekat dengan gereja, dekat dengan sekolah Melody, di SD Immanuel, dan juga sangat nyaman untuk ditinggali.

Sebagai peneguhan lagi, nomor rumah kami adalah nomor 18. Bukankah 2018 adalah tahun yang mengawali pelayanan kami di sini?

 

 

#mujizatketigapuluhtujuh

Rumah yang kami tempati di sini adalah rumah anugrah.

Pelayanan yang pertama kali saya terima di sini adalah; menjadi pembicara KKR Awal Tahun Ajaran di SD Immanuel, Batu. Dan betapa terkejutnya saya, sepulang dari pelayanan perdana di Batu ini, saya mendapatkan parcel buah. Baru pertama kali ini saya melayani sebagai pembicara, dan mendapatkan bukan uang, bukan barang, bukan kain, bukan soufenir, tetapi berupa buah-buahan, bukankah GBI Diaspora Batu, dua tahun ini berthemakan BERBUAH? Apakah ini sebuah kebetulan?

#mujizatketigapuluhdelapan

Parcel Buah sebagai tanda ajaib dari Tuhan,

untuk masuk di tahun BERBUAH.

Ketika dulu kami pernah berpindah dari Magelang ke Madiun, ada banyak pelayanan-pelayanan terakhir menjelang pindah, adalah sample –sample yang Tuhan berikan kepada saya, dan memang pas, pelayanan-pelayanan sejenis yang ternyata dimunculkan Tuhan di Madiun.

Kini hal semacam itu tergenapi. Menjelang pindah ke Batu, ada beberapa pelayanan yang Tuhan jadikan sample sebelum kami pindah.

Dan dari beberapa sudah digenapi Tuhan. Doa untuk Indonesia digelar di Panti Asuhan Rumah Kita, Kendari, maka sekarang di Batu, saya akan dibawa Tuhan masuk dalam Jaringan Doa Anak, dan sudah diagendakan untuk Pebruari 2018. Di hari terakhir perpisahan dengan rekan-rekan JCA di Kendari, Tuhan menyuruh saya membuat seminar kecil dengan thema “Pola Tiga Generasi” Sampai kami pun membuat 10 makalah jilid. Di Batu ini, juga Tuhan bukakan seminar Guru Sekolah Minggu se kota Batu, bekerja sama dengan JDA dan BKSG, yang nanti akan digelar bulan Maret 2018. Juga di Kendari, sempat melatih paduan suara anak di SD Kingdom Academy, maka di gereja GBI Diaspora Sejahtera Batu, juga akan dibuat Paduan Suara Anak, yang mana hal ini juga Tuhan beritahukan pada saat doa tutup tahun, kepada Ibu Yayuk ( jemaat dan pembicara di sini), padahal dia sama sekali belum tahu rencana membuat paduan suara anak ini.

Guru-guru Sekolah Minggu GBI Diaspora Sejahtera di sini, juga akan ada lebih kurang 10 orang terlibat dalam Proyek Penulisan Materi Kreatif, yang adalah proyek Yayasan Jenius Cara Alkitab, yang akan diterapkan di SD Immanuel kota Batu.

Pintu-pintu yang Tuhan bukakan begitu ajaib. Haleluya !!

Batu Shining for Indonesia !!

#mujizatketigapuluhembilan

Semua sample-sample jenis pelayanan yang Tuhan berikan saat di Kendari, beberapa sudah digenapi Tuhan di Batu, dengan dibukakan oleh Tuhan pintu Jaringan Doa Anak; dengan menggelar Doa untuk Indonesia dan juga menggelar Seminar Guru Sekolah Minggu tingkat kota, sekaligus juga dibukakannya pintu Paduan Suara Anak di GBI Diaspora Sejahtera.

 

 

 

 

P-enyertaanMu sempurna

R-ancanganMu penuh damai

A-man dan sejahtera

W-alau di tengah badai

I-ngin ku s’lalu bersama

R-asakan keindahan

A-rti kehadiranMu Tuhan.

 

Mari renungkan kembali, untuk apa sebenarnya kita dilahirkan. Bukan untuk mengejar kekayaan yang berlimpah, bukan untuk menjadi orang yang terkenal, bukan untuk menjadi orang yang berkuasa atas jutaan orang lain. Kita dilahirkan adalah untuk memuliakan nama Tuhan dalam segenap apa saya yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita, baik dalam keluarga kita, pekerjaan kita, pelayanan kita, talenta kita, melakukan kehendak Tuhan atas hidup kita.

Bila Tuhan disenangkan atas hidup kita, maka hidup kita mencapai sasaran ilahi yang Dia sudah rancangkan atas hidup kita, atas sisa usia kita, atas setiap langkah hidup kita.

Tidak sebongkah emas pun kita bisa bawa ke pintu gerbang surga yang begitu mewah dengan hiasan batu permata yang mahalnya tiada terkira.

Tidak ada secuil ilmu kita pun yang bisa kita banggakan di depan tahtaNya.

Tidak ada pencapaian apa pun yang dapat kita banggakan di hadapanNya.

Hanya memiliki hidup yang mau taat akan kehendakNya yang sempura, itu adalah harta termahal yang bisa kita haturkan kepada hatiNya.

Memang berat bagi kami meninggalkan Kendari, kota yang sudah kami tinggali 4,5 tahun lamanya.

Rekan rekan gereja GMS Breakthrough Kendari, yang sudah seperti keluarga sendiri.

Bapak dan Ibu Gembala di sana yang sudah menjadi  ayah dan ibu rohani bagi kami, tidak perduli seberapa muda usia mereka.

Keindahan melayani Tuhan di gereja dan kota Kendari, membuat kami harus mempertimbangkan lagi, apakah ini benar-benar kehendak Tuhan untuk kami melangkah ke Batu, Jatim, di GBI Diaspora Sejahtera, Batu ini.

Namun semua kisah dalam buku mungil ini rupanya masih akan menjadi pe-er lagi, untuk menulis dalam babak berikutnya, untuk melihat bagaimana karya Tuhan yang dahsyat yang akan terus Tuhan kerjakan, melalui kami ini, alat-alat di tanganNya. Sebuah alat saja, tidak lebih.

 

Boaz Ari Prasetyo Widiono

Susan Grace Hadazah Sumilat

Kota Wisata Batu, 15 Januari 2018.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar